ABSTRAK
Rendahnya pendapatan petani, diakibatkan oleh rendahnya penguasaan lahan pertanian oleh petani itu sendiri. Sensus Pertanian 2013 menunjukkan bahwa 26.14 juta keluarga petani menguasai lahan rata-rata 0.89 hektar dan 14.25 juta keluarga petani menguasai lahan kurang dari 0.5 hektar. Lahan di Kecamatan Compreng Kabupaten Subang merupakan lahan peninggalan perkebunan kolonial Belanda yaitu Pamanoekan en Tjiasemlanden (P en T Lands) yang pada tahun 1949 dibeli oleh Pemerintah Republik Indonesia. Kemudian diredistribusikan kepada masyarakat melalui program reforma agraria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh reforma agraria terhadap pendapatan usahatani. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survei explanatori dengan pendekatan kuantitatif. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas reforma agraria dan variabel terikat pendapatan usahatani, dengan sub variabel bebas adalah luas lahan, status kepemilikan lahan, dan penataan akses. Teknik analisis yang digunakan pada penilitian ini adalah teknik analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) Luas lahan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani; 2) Status kepemilikan lahan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani; 3) Bantuan modal tidak berpengaruh terhadap pendapatan usahatani; 4) Bantuan infrastruktur berpengaruh terhadap pendapatan usahatani; 5) Pelatihan keterampilan berpengaruh terhadap pendapatan usahatani; 6) Akses pemasaran tidak berpengaruh terhadap pendapatan usahatani. Secara simultan reforma agraria berpengaruh terhadap pendapatan usahatani, dengan persentase determinasi sebesar 64%.
Kata kunci: Reforma agraria, pendapatan dan usahatani.
ABSTRACT
The low income of farmers was caused by the low control of agricultural land by the farmers themselves. The Agricultural Census 2013 showed that 26.14 million farmer families controlled an average of 0.89 hectares and 14.25 million farming families controlled less than 0.5 hectares. The land in Compreng Subdistrict, Subang District, is the legacy of the Pamanoekan en Tjiasemlanden (P en T Lands) is an the Netherland colonial company, which was purchased in 1949 by the Government of the Republic of Indonesia. Then redistributed to the community through the agrarian reform program. This study aims to determine the effect of agrarian reform on farm income. The research method used in this research is explanatory survey research method with a quantitative approach. The variables used in this study are the independent variable is agrarian reform and the dependent variable is farm income, with the independent sub-variables are land area, land ownership status, and access reform. The analysis technique used in this research is multiple linear regression analysis techniques. The results showed that: 1) The area of land has an effect on farm income; 2) The status of land ownership has an effect on farm income; 3) Capital assistance has no effect on farm income; 4) Infrastructure assistance has an effect on farm income; 5) Skills training has an effect on farm income; 6) Access to marketing has no effect on farm income. Simultaneously the agrarian reform has an effect on the farm income, with a determination percentage of 64%.
Keywords: Agrarian reform, income and farming