PENANGKAPAN TERHADAP ORANG YANG DIDUGA MELAKUKAN TINDAK PIDANA TERORISME MENURUT PASAL 28 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana penangkapan menurut peraturan perundangan tentang pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia dan bagaimana penangkapan dalam peraturan perundangan tentang pemberantasan tindak pidana terorisme dilihat dari aspek manfaat dan hak asasi manusia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Penangkapan menurut Pasal 28 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002) sebagaimana telah diubah dengan Nomor 5 Tahun 2018, merupakan penangkapan dengan jangka waktu paling lama 14 hari oleh Penyidik yang dapat diperpanjang paling lama 7 hari oleh Ketua Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya meliputi tempat kedudukan Penyidik. Jangka waktu ini lebih lama dari pada penangkapan menurut KUHAP yang hanya 1 hari dan penangkapan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 juncto Perppu Nomor 1 Tahun 2002 yang paling lama 7 hari (7 X 24 jam). 2. Penangkapan dalam dugaan tindak pidana terorisme dari aspek manfaat memiliki arti manfaat yang penting yaitu mencegah terjadinya tindak pidana terorisme atau mencegah tersangka mengulangi perbuatan terorisme; dan dari aspek hak asasi manusia masih dapat dibenarkan oleh ketentuan Pasal 28J UUD 1945 yaitu pembatasan terhadap kebebasan perseorangan yang ditentukan dalam undang-undang untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.Kata kunci: Penangkapan, Orang Yang Diduga, Tindak Pidana Terorism