Since the reform era, general elections in Indonesia have any regulation to increase women's representation, as in the Law Number 10 year 2008. By these regulation, the political parties shoul put at least 30 % on their list of candidates. 30% in the list of legislative candidates. This is in accordance with the mandate of Article 28H paragraph 2 of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. With respect to the above discussion, this study aims to identify, describe and analyze the effect of determining the elected candidate based on the most votes on the electability of female candidates and the fulfillment of Affirmative Action rights. The results showed that these efforts had to be hampered again by the Constitutional Court Decision number 22-24/PUU-VI/2008 on the determination of the elected candidates in the elections for members of the DPR and DPRD. With this decision, there was a discrepancy between the initial purpose of implementing Affirmative Action in an effort to accommodate women's rights and the implementation of the law so that Affirmative Action's efforts seemed to be blurred and only a formality contained in the law

, Iswanto, S.H., M.H.

Perdana, Anfasa Azwan Izza

UMS Digital Library - Selamat datang di UMS Digital Library

 1 BAB I PENDAHULUAN  A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebuah Negara yang berdaulat dan merdeka dimana kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945 (UUD NRI 1945). Kedaulatan di tangan rakyat ini merupakan sebuah sistem yang dikenal dengan demokrasi. Demokrasi banyak digunakan di berbagai Negara. Salah satu faktor yang menyebabkan demokrasi disukai di seluruh dunia adalah ia memiliki ciri eksistensial menjamin kebebasan dan kesetaraan bagi segenap warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bersama. Kehidupan bersama di negara demokrasi secara prosedural diatur oleh hukum.1 Demokrasi juga dipahami sebagai sebuah sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat melalui Pemilihan Umum (Pemilu).2 Pilihan terhadap sistem pemilu tertentu juga akan dapat menjadi ukuran sejauhmana konsistensi penyelenggara negara terhadap prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945. Semakin sistem tersebut memberikan ruang lebih banyak dan luas bagi rakyat untuk menentukan sendiri pilihannya, maka sistem tersebut akan lebih mendekati hakekat                                                           1  Metera, I., and Gede Made. 2011. "Peran Partai Politik dalam Mewujudkan Demokrasi yang Santun dan Kesejahteraan Rakyat." Jurnal Sains dan Teknologi vol 10 no 3   2 Wiyono, Suko., 2009 "Pemilu multi partai dan stabilitas pemerintahan presidensial di Indonesia." Jurnal Konstitusi vol 1. No 1, hal 8 2    kedaulatan rakyat. Semakin sistem tersebut mempersempit ruang bagi rakyat menentukan pilihannya, maka sistem tersebut akan semakin menjauh dari hakekat kedaulatan yang dikandung Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3 Pelaksanaan pemilihan umum dalam waktu-waktu tertentu ditujukan sebagai sebuah perwujudan kedaulatan yang dimiliki oleh warga negara, perwujudan kedaulatan tersebut bukan hanya dalam hal memilih didalam pemilihan umum saja namun sejak tahap perencanaan hingga berakhirnya pelaksaan pemilihan, masyarakat ikut dilibatkan dalam proses tersebut hingga saat ini kita mengenal bahwa demokrasi berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk kepentingan rakyat. Salah satu rangkaian Pemilu adalah untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat.  Pemilu yang dalam hal ini pemilihan dewan perwakilan rakyat, semua warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dan memilih. Hal ini sebagaimana amanat Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.” Hal ini mengikat bagi seluruh warga negara, utamanya dalam hal gender yang mana posisi laki-laki dan perempuan setara. Apalagi melihat sebagian besar penduduk Indonesia berjenis kelamin perempuan, namun keterwakilan perempuan di kursi parlemen masih sedikit.                                                            3 Fahmi, Khaerul, 2010. “Prinsip Kedaulatan Rakyat Dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum Anggota Legislatif, Jurnal Konstitusi”, Volume 7 Nomor 3 hlm. 121. 3    Pentingnya partisipasi perempuan dalam politik karena yang sunguh-sungguh memahami dan mengerti persoalan dan kondisi perempuan adalah perempuan itu sendiri. Dengan masuknya perempuan dalam ranah politik diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap produk-produk kebijakan yang dihasilkan, khususnya yang berkaitan langsung dengan kehidupan perempuan didalam masyarakat. Apalagi pemerintah Indonesia telah meratifikasi konvensi yang berkaitan dengan partisipasi politik perempuan, yaitu Konvensi tentang hak-hak politik Perempuan (The Convention on Political Rights for Women). Artinya pemerintah Indonesia wajib untuk melaksanakan setiap bagian dan pasal konvensi tersebut secara maksimal. Karena pada dasarnya hak politik perempuan dalam arti luas adalah bagian integral dan tidak dapat dipisahkan dari hak azasi manusia, dan sebaliknya, hak asasi manusia merupakan aspek fundamental dari berbagai kerangka kerja demokratik.4 Dalam sistem Pemilu di Indonesia, keterwakilan perempuan telah diatur sedemikian rupa agar keterwakilan perempuan di parlemen dapat meningkat. Dimulai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Pasal 65 Ayat 1 yang menyebutkan parpol ”dapat” mencalonkan 30% perempuan sebagai calon anggota legislatif (caleg). Namun, hasil yang didapatkan kurang memuaskan karena hanya 11,27 % dari harapan semula yang harusnya mencapai 30 %.5 Hasil ini juga didapat karena Pemilu 2004 menggunakan sistem proposional terbuka terbatas yang mana caleg harus                                                           4 Thalib, Nur Asikin, 2014. Hak Politik Perempuan  Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi  (Uji materiil pasal 214 UU No.10 Tahun 2008), Jurnal Cita Hukum , Vol. II No., hal. 236 5 Ibid 4    mendapatkan suara sebesar atau lebih besar dari bilangan pembagi pemilih (BPP) yang telah ditetapkan dan jika tidak terpenuhi maka menggunakan sistem nomer urut teratas. Pada Pemilu 2004 caleg perempuan banyak ditempatkan pada nomer urut bawah sehingga tidak dapat terpilih padahal banyak caleg perempuan yang mendapatkan suara lebih besar dari caleg laki-laki yang bernomor atas dan harus rela memberikan suaranya agar caleg di atasnya dapat memenuhi BPP. 6 Sistem Pemilu dalam UU 12/2003 dianggap tidak adil dan merugikan caleg perempuan, hingga kemudian dirubah dengan lahirnya Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UU 10/2008 memberikan perhatian yang lebih kepada perempuan daripada UU 12/2003, dimana dalam UU No 10/2008 terdapat aturan yang menyatakan bahwa setiap partai politik harus memasukkan paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan ke dalam daftar bakal caleg yang diajukan. Hal ini menjadi sebuah keharusan yang harus ditempuh partai politik untuk mengajukan calon di Pemilu. Selain itu mekanisme lain yang ditempuh adalah sistem selang-seling dimana setiap 3 bakal calon harus terdapat sekurang-kurang 1 calon perempuan dan disusun berdasarkan nomor urut. Kemudian sistem pemilu dalam Pasal 214 UU No 10/2008 menggunakan penetapan calon terpilih dengan sistem nomor urut terkecil apabila tidak mencapai 30 % dari BPP. Sistem ini dikenal dengan affirmative action. Hal ini                                                           6 Pradhanawati, Ari. 2010. "Perempuan dan Politik dari Pemilu ke Pemilu: Mengawal Keterwakilan Perempuan Melalui Affirmative Action." Jurnal Masalah-Masalah Hukum vol 39 no 2, hal 119-129. 5    merupakan salah satu cara agar keterwakilan perempuan di parlemen dapat memenuhi 30 % dari total keseluruhan anggota parlemen  Namun kemudian aturan mengenai sistem nomor urut ini diujikan ke Mahkamah Konstitusi  dan melalui Putusan MK No 22-24/PUU-VI/2008 menyatakan bahwa penetapan calon terpilih anggota legislatif adalah dengan nomor urut pada Pasal 214 adalah Inkonstitusional.7 Berdasarkan Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008, maka penentuan calon anggota legislatif (Caleg) terpilih Pemilu 2009 harus didasarkan suara terbanyak secara berurutan; bukan atas dasar standar ganda, yaitu perolehan suara caleg dan nomor urut terkecil caleg yang ditetapkan partai politik (Parpol), Substansi Pasal 214 UU No. 10 Tahun 2008 merupakan acuan “redaksi” Pasal 55 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) orang perempuan bakal calon”. Sistem penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak tentu merugikan kepentingan caleg perempuan dan politik perempuan pada umumnya, serta bertentangan dengan agenda besar bangsa untuk mendorong partisipasi politik perempuan melalui affirmative action yang dilindungi oleh Pasal 28 H Ayat 2 UUD 1945. Meski tetap dipertahankan, ketentuan Pasal 55 Ayat 2 UU No. 10 Tahun 2008 (setiap 3 orang caleg terdapat sekurang-kurangnya 1 caleg perempuan) dan Pasal 53                                                           7 Putusan MK No 22-24/PUU-VI/2008 6    (daftar bakal caleg memuat paling sedikit 30% keterwakilan perempuan) menjadi tidak memiliki arti. 8   Atas putusan MK ini maka lahirlah Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum anggota DPR,DPD,dan DPRD tahun 2014. Dalam UU No 8/2012 diatur bahwa penetapan calon terpilih adalah dengan suara terbanyak sebagaimana tercantum dalam Pasal 215 Undang-Undang a quo. Penggunaan metode penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak ini juga masih berlanjut hingga Pemilu 2019, didalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagai dasar hukum pelaksanaan pemilihan umum tahun 2019 didalam pasal 422 menyebutkan bahwa “penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/kota dari partai politik peserta pemilihan umum didasarkan pada perolehan kursi partai politik peserta pemilihan umum disuatu daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten atau kota disatu daerah pemilihan yang tercantum pada surat suara.”  Beralihnya sistem penetapan dari nomor urut menjadi sistem suara terbanyak ini memberikan banyak pengaruh dalam sistem pemilu legislatif terutama terkait keterwakilan perempuan. Prof Maria Farida Indriati                                                           8 Artina, Dessy. 2012. "Dampak Putusan Mahkamah Konstitusi No. 22-24/puu- Vi/2008 terhadap Kuota 30% Perempuan." Jurnal Konstitusi, vol. 1, no. 01, hlm. 16 7    menyatakan bahwa masalah yang berkaitan dengan kuota perempuan merupakan hal yang harus diperjuangkan sebagai suatu hak konstitusional dalam mencapai suatu kesetaraan dalam pembangunan bangsa Indonesia secara menyeluruh. Dengan beralihnya sistem penetapan calon terpilih dari nomor urut menjadi suara terbanyak maka akan menimbulkan inkonsistensi afiirmative action sekalipun suara terbanyak merupakan perwujudan yang paling tepat untuk memenuhi asas demokrasi.9 Penetapan calon terpilih dengan suara terbanyak ini akan memunculkan pengaruh yang besar terhadap keterwakilan perempuan di parlemen. Berbeda dengan sistem penetapan nomor urut yang dimana Partai Politik dapat mengatur penempatan calon perempuan sehingga nantinya dapat terpilih, hal ini dikarenakan masing-masing partai politik akan mengandalkan kader terbaiknya dalam pertarungan antar partai politik, namun dengan adanya mekanisme penetapan calon dengan suara terbanyak akan lebih mengandalkan kepada eksistensi individu dari calon tersebut. Hal ini jelas berbanding terbalik, dimana sebelumnya penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut akan terjadi penawaran dan pertarungan kualitas kader antar partai, namun dengan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak mengakibatkan pertarungan yang terjadi bukan pada penawaran kualitas kader antar partai, namun terfokus pada siapa individu calon yang lebih kuat dalam mengkonsolidasikan suara didapilnya meskipun harus saling jegal menjegal dalam satu partai yang sama. Hal tersebut bukan hanya berpengaruh dalam                                                           9 Disseting Opinion Putusan Mahkamah Kontitusi No 22-24/PUU-VI/2008 8    pertarungan diarena politik, namun juga sangat berpengaruh terhadap pemenuhan kursi terhadap perempuan di Parlemen. Hal ini dikarenakan semakin besar tensi pertarungan individu calon di pemilu, maka juga turut mempersempit ruang bagi calon perempuan untuk bergerak mengkampanyekan dirinya. Hal ini dibuktikan dengan data yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebutkan bahwa keterwakilan perempuan pada Pemilu 2019 hanya sebanyak 118 orang atau 20,5% dari total keseluruhan 575 anggota DPR.10 Hal ini jelas masih jauh dari cita-cita 30% keterwakilan kursi perempuan di parlemen. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai keterwakilan perempuan melalui suara terbanyak dengan judul “Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Dalam Pemilihan Umum Legislatif Terhadap Keterpilihan Calon Perempuan”  B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang sebagaimana dikemukakan diatas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh penetapan calon terplih berdasarkan suara terbanyak terhadap keterpilihan calon perempuan? 2. Bagaimana pengaruh penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak terhadap hilangnya hak Affirmative Action?                                                           10 Data KPU 2019 9     C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui, mendiskripsikan dan menganalisis mengenai pengaruh penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak terhadap keterpilihan calon perempuan dan pemenuhan hak Affirmative Action  2. Manfaat Penelitian Sedangkan yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah semoga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dibidang ilmu hukum terutama dalam merumuskam mekanisme penetapan calon terpilih dalam pemilihan umum legislatif  D. Kerangka Pemikiran Penerapan system pemilihan umum di Indonesia pasca reformasi selalu mengalami perubahan mekanisme dan model, perubahan tersebut salah satunya untuk memenuhi ambang batas 30% keterwakilan perempuan di parlemen. Hal  tersebut dimaksudkan untuk dapat meningkatkan akomodasi terhadap tuntutan akan aspirasi dan partisipasi politik  yang dimiliki oleh perempuan. Hal tersebut dapat dipahami dengan hanya adanya peningkatan kursi perempuan di DPR menjadi 18% pada Pemilu 2004 berbanding jauh dengan kursi perempuan pada Pemilu 1999 yang hanya sebesar 9%. 10    Ini menunjukkan berkembangnya kehidupan bermasyarakat melahirkan harapan yang baru terhadap akomodasi politik bagi perempuan untuk dapat lebih banyak memberikan kebijakan-kebijakan yang mampu mengakomodir perempuan dan kelompok marjinal. Harapan tersebut juga tidak terlepas dari statistic yang menunjukkan jumlah persebaran penduduk perempuan di Indonesia relative seimbang dengan persebaran penduduk laki-laki, sehingga sanggat layak bagi perempuan menuntut adanya perlakuan khusus bagi perempuan untuk dapat duduk di parlemen. Ketertinggalan perempuan dalam terhadap laki-laki ditengarai oleh Alif Basuki disebabkan oleh terjadinya permasalahan konstruksi social yang membudaya didalam masyarakat sehingga mengakibatkan ketidakadilan terhadap kaum perempuan. Maka dari itu, perempuan sejatinya harus memiliki akses yang sama dalam pengambilan kebijakan-kebijakan termasuk keputusan public yang selama ini hanya dilihat dari sudat pandang laki-laki.    E. Metode Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini sebagai berikut  1. Metode Pendekatan  Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah Metode Yuridis Normatif, karena penelitian ini hanya ditujukan pada Peraturan-Peraturan tertulis dan bahan pustaka hukum 11    lain sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada studi kepustakaan. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan dokumen tertulis sebagai data, dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Penelitian ini menggunakan pendekatan doctrinal yang condong bersifat kualitatif berdasarkan data sekunder Sumber dan Jenis Data11 3. Sumber dan Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku. Jenis data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari :  a. Bahan hukum primer : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 2) Undang-Undang No 12 Tahun 2003 Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah                                                           11 Supranto, J. 2003. Metode penelitian hukum & statistik. Cetakan I. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm.2 12    3) Undang-Undang No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 4) Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 5) Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 6) Putusan Mahkamah konstitusi 22-24/PUU-VI/2008 b. Bahan hukum sekunder yaitu berupa bahan hukum yang mendukung keberadaan bahan hukum primer seperti buku-buku, jurnal-jurnal ataupun bahan hukum lainnya. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data sekunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan dengan mencari, mempelajari dan, mendalami data yang berupa peraturan perundang-undangan maupun putusan Mahkamah konstitusi serta literatur yang lainnya 5. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan mengggnakan metode analisis kualitatif dimana penulis mengumpulkan data-data yang telah diperoleh kemudian dihubungkan dengan literatur-literatur atau teori yang berhubungan dengan penelitian berdasarkan logika deduktif yaitu pola pikir yang mendasar 13    dan bersifat umum. Kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.  F. Sistematika Skripsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  B. Pembatasan dan Perumusan Masalah  C. Tujuan dan Manfaat Penelitian  D. Kerangka Pemikiran  E. Metode Penelitian  F. Sistematika Skripsi  BAB II TINJAUAN PUSTAKA  A. Tinjauan Umum Tentang Demokrasi  B. Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Umum  C. Tinjauan Umum Tentang Affirmative Action  BAB III HASIL PENELITAIN DAN PEMBAHASAN  A. Hasil Penelitian  1. Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Terhadap Keterpilihan Calon Perempuan  2. Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Terhadap Hilangnya Hak Affirmative Action B. Pembahasan  1. Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Terhadap Keterpilihan Calon Perempuan 39 14    2. Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Terhadap Hilangnya Hak Affirmative Action BAB IV PENUTUP  A. Kesimpulan  B. Saran  DAFTAR PUSTAKA

Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Dalam Pemilihan Umum Anggota DPR/DPRD Terhadap Keterpilihan Calon Perempuan

http://eprints.ums.ac.id/97805/6/BAB%20I.pdf

Pengaruh Penetapan Calon Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak Dalam Pemilihan Umum Anggota DPR/DPRD Terhadap Keterpilihan Calon Perempuan

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

UMS Digital Library - Selamat datang di UMS Digital Library