Iddah merupakan masa menunggu bagi seorang wanita untuk tidak melaksanakan
pernikahan setelah ditinggal mati atau diceraikan oleh suaminya sampai batas waktu yang
telah ditentukan oleh syara’. Keadaan wanita tersebut saat ditalak oleh suaminyapun
memiliki pengaruh terhadap lamanya masa iddah yang akan dijalani wanita tersebut.
Tidak berkewajiban iddah bagi wanita yang ditalak suaminya dan belum melakukan
hubungan suami istri, tiga kali quru’ untuk seorang wanita yang ditalak suaminya dan
masih mengalami menstruasi, empat bulan sepuluh hari adalah iddah wanita yang
ditinggal mati suaminya, dan sampai melahirkan apabila wanita tersebut sedang dalam
keadaan hamil. Permasalahan timbul ketika kondisi seorang wanita hamil yang
mengalami abortus pada fase alaqoh dan mudhghoh. Beberapa ulama’ berpendapat bahwa
iddah wanita tersebut tetap berjalan dan diganti dengan iddah wanita biasa jika masih
dalam fase alaqoh. Hal tersebut tertulis dalam kitab Mughni al-Muhtaj, Muhammad
Khatib asy-Syarbaini berpendapat bahwa status iddah wanita keguguran dalam fase
alaqoh harus diganti dengan iddah wanita biasa, dan menurut beliau itu bukanlan disebut
hamil. Sedangkan dalam kitab Mukhtashar Khalil, Syaikh Khalil Bin Ishaq mengatakan
bahwa iddah seorang wanita yang sedang hamil berakhir meskipun yang keluar hanya
berupa alaqah. Perbedaan pendapat di atas menimbulkan tiga pertanyaan: Pertama,
bagaimanakah pendapat tentang iddah wanita yang mengalami abortus dalam kitab
Mughni al- Muhtaj dan Mukhtasar Khalil? Kedua, hal apakah yang menyebabkan
terjadinya perbedaan pendapat dalam kitab Mughni al- Muhtaj dan Mukhtasar Khalil
tentang iddah wanita yang mengalami abortus? Ketiga, dari pendapat yang ada dalam
kitab Mughni al- Muhtaj dan Mukhtasar Khalil pendapat manakah yang paling rajih?
Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut maka penelitian ini merupakan jenis
penelitian kepustakaan (library research), di mana data-data yang dipakai adalah data
kepustakaan. Data primer dalam penelitian ini adalah kitab Mughni al-Muhtaj karya
Muhammad Khatib Asy-Syarbaini, dan Kitab Mukhtashar Khalil karya Syaikh Khalil Bin
Ishaq al- Maliki. Metode analisis yang digunakan penulis adalah metode deskriptif
kualitatif. Berdasarkan analisis dari data- data yang telah dikumpulkan ditemukan bahwa
perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan perbedaan penulis kitab dalam memaknai
kata al- haml dan perbedaan kaidah ushul fiqih yang digunakan. Dalam kitab Mughni al-
Muhtaj wanita yang mengalami abortus dalam bentuk alaqah tidak dikatakan hamil
berdasarkan kaidah al- ashlu bara’atu azd- zimmah. Adapun dalam kitab Mukhtashar
Khalil wanita yang mengalami abortus dalam fase alaqah sudah dikatakan calon ibu. Dan
jika kita kaitkan kedua pendapat tersebut kedalam klasifikasi abortus, maka pendapat
dalam kitab Mughni al- Muhtaj merupakan abortus inkomplit yang kehamilannya tidak
mungkin dapat diselamatkan. Sedangkan pendapat dalam kitab Mukhtashar Khalil
merupakan abortus imminnes dan janin masih memiliki kesempatan hidup. Sehingga dari
kedua pendapat yang ada pendapat Muhammad Khatib asy- Syarbaini dalam kitab
Mughni al- Muhtaj yang terpilih karena sesuai dengan hikma disyari’atkannya iddah