research

Tata kelola sawah dan durung di tengah tradisi rantau masyarakat Pulau Bawean

Abstract

Masyarakat pulau Bawean Jawa Timur dikenal sebagai perantau ke Malaysia, Singapura, dan negara lainnya. Pulau ini pun dibangun berdasarkan hasil jerih payah rantauannya. Seiring itu berkembang pula pandangan hidup bahwa pulau Bawean hanyalah “pulau tempat lahir dan tempat hari tua”. Pandangan ini pun mempengaruhi tata kelola sawah, dan fungsi sosial ekonomi durung yang dikenal sebelumnya. Ketahanan pangan berbasiskan kemampuan produksi menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat. Persoalannya, bagaimana masyarakat Bawean memaknai sawah dan durung, sebagai aspek-aspek penting ketahanan pangan ditengah merebaknya tradisi rantauan? Penelitian deskripsi kualitatif dengan pendekatan antropologi ini dilakukan melalui wawancara mendalam dan pengamatan terhadap persoalan tata kelola sawah, makna beras dan distribusinya, serta fungsi durung dalam konteks kekinian. Penelitian telah menemukan bahwa tata kelola sawah dan fungsi durung sangat dipengaruhi oleh tradisi rantauan. Semakin tinggi intensitas rantauan, maka semakin rendah tata kelola sawah dan pemanfaatan fungsi durung. Mereka akan memenuhi kebutuhan pangannya lebih didasarkan pada mekanisme pasar. Walaupun sawah dan durung masih dimanfaatkan, namun tata kelola keduanya tidak bisa mencegah ketergantungan masyarakat Bawean dari pasokan beras wilayah lain

    Similar works