Makna duafa dalam Quran: Aplikasi pendekatan semantik Toshihiko Izutsu

Abstract

Sebagian besar masyarakat Indonesia mengartikan lafal dhuafa dengan lemah yakni orang-orang yang lemah. Padahal apabila ditelusuri dalam Alquran melalui derivasinya ditemukan tiga makna mengenai lafal dhuafa, yaitu (1) berlipatganda, (2) lemah dan (3) dilemahkan. Dalam Alquran terdapat 52 kata yang menunjukan dhuafa dengan berbagai derivasinya. Ditemukan kata dhaafa dengan berbagai derivasinya disebutkan sebanyak 39 kali, yang secara umum terbagi dalam dua pengertian lemah dan berlipat ganda. Kata lain yang semakna dengan dhaafa yaitu mustadhafin (orang-orang yang dilemahkan), disebutkan dalam Alquran sebanyak 13 kali. Penelitian ini berusaha untuk mengkaji makna kata dhuafa berdasarkan konseptual Alquran itu sendiri. Kerangka teori dalam penelitian ini menggunakan teori semantik. Semantik berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti to signify atau memaknai, yang secara resmi disepakati sebagai istilah dalam bidang linguistik yang mempelajari makna suatu bahasa. Secara khusus, penelitian ini menggunakan teori semantik Alquran Toshihiko Izutsu. Menurutnya, semantik Alquran ialah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya sampai pada konsep weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa itu, tidak hanya sebagai alat bicara dan berfikir, tetapi yang lebih penting lagi pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dan sumbernya berbentuk library research (penelitian kepustakaan) dengan merujuk pada dua sumber yaitu primer dan sekunder. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif-analitik. Dari hasil analisis tentang makna kata dhuafa dalam Alquran dengan menggunakan pendekatan semantik, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, (1) dhuafa yang bermakna berlipatganda selalu bersandingan dengan kata Allah, azab dan qordon hasanah. Dari ketiga kata tersebut menunjukan makna bahwa Allah SWT yang mempunyai otoritas tertinggi untuk melipatgandakan pahala atau azab seseorang. (2) Dhuafa bermakna lemah selalu bersandingan dengan kata syirk, qital, dain, insan, dzuriyyah, dan itsmun. Kelemahan ini menunjukan berbagai aspek kondisi, seperti lemahnya tipu daya setan, lemahnya orang yang meminta dan dipinta (syirk), lemah karena masih anak-anak, anak yatim, sudah tua, sedang sakit, cacat fisik, mental dan batin (biologis). (3) Dhuafa yang bermakna dilemahkan (mustadhafin) bersandingan dengan kata qoum dan istakbaru. Menunjukkan makna banyak qoum, nabi, orang-orang beriman tertindas oleh orang-orang zalim dan sombong

    Similar works