PENGUPAHAN BURUH KONSTRUKSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAAN

Abstract

Upah atau imbalan atau penghargaan dalam bentuk uang merupakan hak dari tiap pekerja setelah tuntas menyelesaikan kewajiban. Pekerja pada jasa konstruksi dalam hal ini biasanya disebut sebagai buruh konstruksi. Ketika pekerjaan dirasakan berat atau memiliki tanggung jawab yang lebih besar maka upah yang diterima pun lebih tinggi. Namun fenomena yang terjadi ada dasar penetapan besar atau kecilnya upah dari pekerjaan yang membutuhkan tenaga ataupun fisik dan dibandingkan dengan pikiran. Penelitian ini diawali dengan membuat hipotesa atau dugaan-dugaan berdasarkan kajian pustaka dan penelitian terdahulu, buruh konstruksi atau biasa disebut tukang atau laden pada umumnya dibayar dengan upah harian oleh pemberi kerja dalam hal ini disebut dengan mandor. Tak jarang upah yang diberikan ini dipotong denda jika buruh konstruksi melanggar aturan keselamatan kerja di proyek. Bahkan angka pemberian upah perhari ini jika dihitung dalam satu bulan lebih rendah dari UMR/UMP. Penelitian pengupahan buruh konstruksi dilakukan dengan metode kualitatif deskriptif. Mengumpulkan data sekunder kebijakan pengupahan dari mandor sebagai pemberi kerja dan data primer observasi ke lapangan serta melakukan wawancara ke buruh konstruksi sebagai penerima kerja. Materi wawancara meliputi kebijakan pengupahan mulai dari kewajiban membayar upah termasuk upah minim, upah lembur, waktu kerja, waktu istirahat, dan tunjangan hari raya. Hasil penelitian dibantu dengan FGD membentuk pola pengupahan buruh konstruksi dalam perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia berdasarkan hipotesa dan analisis data yang diperoleh selama penelitian. Diperoleh temuan upah yang diterima buruh konstruksi masih belum layak memenuhi kesejahteraan

    Similar works