thesis

NOVEL OPERA JAKARTA KARYA TITI NGINUNG (TINJAUAN STRUKTURALISME GENETIK)

Abstract

Pengajaran bahasa dan sastra di bangku sekolah kurang mendapatkan porsi yang seimbang, kalaupun keseimbangan itu dapat diraih belum tentu terjadi peningkatan kualitas pengajaran sastra selama sistem pengajarannya tidak berubah. Selama ini diakui atau tidak, pengajaran sastra di sekolah-sekolah hanya berhenti pada pemahaman materi dasar saja, padahal kalau kita berani membuka kesempatan untuk lebih menggauli sastra dengan lebih apresiatif terhadap karya- karya sastra yang ada dalam masyarakat saat itu, maka kemandulan sastra dalam tubuh pendidikan tidak akan terjadi, dan siswa akan lebih merasa akrab dan tidak asing dengan karya sastra yang selama ini dinilai angker. Pemilihan materi pengajaran sastra pada saat ini, saat dimana kurikulum berbasis kompetensi dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia, harus mengandung koherensi dengan keadaan masyarakat sekitar pengajaran sastra tersebut dilakukan. Hal tersebut penting dilakukan sebab esensi kurikulum yang diterapkan saat ini lebih mengajak siswa untuk berinteraksi langsung dengan fenomena yang terjadi di lapangan. Berpijak dari pemahaman tersebut, maka kurang tepat kiranya kalau guru hanya mengajarkan novel-novel yang berbobot sastra saja dan mengenyampingkan novel-novel popular. Kurikulum berbasis kompetensi lebih menekankan pada kompetensi yang dimiliki siswa, namun guru juga harus berperan untuk memberikan pengarahan dan motivasi, salah satunya dapat dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih materi yang disukai. Novel-novel popular, seperti novel-novel chiklit, teenlit saat ini sangat diminati oleh remaja, yang notabene mereka adalah siswa tingkat SMP dan SMA. Gairah yang dihembuskan oleh novel-novel popular tersebut telah meningkatkan kecintaan siswa terhadap karya sastra, namun tidak bisa dipungkiri bahwa novel-novel popular tersebut masih terlalu ringan untuk diterapkan sebagai materi. Novel Opera Jakarta karya Titi Nginung, nama samaran Arswendo Atmowiloto adalah salah satu novel yang menjembatani antara novel berbobot sastra dengan novel popular. Hal tersebut tentu saja menjadi pertimbangan tersendiri untuk memilih novel Opera Jakarta sebagai materi ajar pembelajaran sastra di bangku sekolah, khususnya pengajaran sastra tingkat SMA. Sastra sendiri pada hakikatnya sengaja menampilkan gambaran kehidupan; dan kehidupan itu diwakili oleh realitas sosial. Dalam kehidupan atau kenyataan sosial tersebut, terjadi konflik-konflik dan peristiwa-peristiwa baik antarindividu, individu dengan kelompok, maupun antarkelompok dalam masyarakat. Hal tersebut merupakan gejala perubahan kehidupan dalam masyarakat yang bersifat dinamis. Selalu ada hal-hal baru muncul dalam masyarakat. Persoalan ini kemudian diungkap oleh sastra. Novel merupakan bagian dari fiksi yang memiliki kesatuan gagasan dan bernilai monumental karena menjadi suatu proyeksi dari realitas sosial yang ada. Novel selain berisi mimesis dari masyarakat juga menjadi potret dunia batin pengarangnya yang diwujudkan dengan proses kreatif melalui bahasa yang bersifat katarsis, sublimatif, sekaligus kontemplatif. Sebuah novel akan memiliki ruh bila diwarnai dengan fakta yang melingkupi masyarakat saat diciptakannya novel tersebut. Eksperimen yang mendalam, baik mengenai kondisi sosial, perilaku seorang tokoh, atau bentuk lainnya akan membantu dalam menghidupkan cerita, namun perlu ditegaskan, sastra bukan sepenuhnya sejarah, sebab disana otoritas pengarang sebagai pencipta masih berlaku, artinya pengarang bebas dan berhak memasukkan imajinasi serta pandangan dunianya kedalam cerita, dan inilah yang membedakan karya sastra dengan karya lainnya. Rahmat Djoko Pradopo (1994: 26) memandang karya sastra sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran, atau apa yang ingin digambarkan pengarang ke dalam karyanya. Melalui penggambaran tersebut pembaca dapat menangkap penggambaran seorang pengarang mengenai dunia sekitarnya, apakah itu sudah sesuai dengan nuraninya atau belum. Goldmann (dalam Faruk, 1994: 12) percaya bahwa karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur yang tercipta bukanlah suatu struktur yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan. Lewat novelnya yang berjudul Opera Jakarta, Titi Nginung, nama samaran dari Arswendo Atmowiloto mengangkat problem sosial yang meliputi serangkaian masalah sosial yang timbul akibat adanya mobilitas sosial seorang tokoh yang kurang diterima dengan kelas masyarakat barunya (kelas jet set). Pergolakan hidup tentang cinta, kepercayaan, persahabatan, dendam, dan persaingan turut mewarnainya. Masalah timbul karena tokoh menetap di sebuah kota metropolitan yakni Jakarta dimana setiap masyarakatnya memiliki berbagai masalah yang serba menyesakkan, bahkan untuk bisa bertahan hidup tidak jarang berbagai topeng kepatuhan digunakan untuk bisa hidup damai. Tokoh-tokohnya selalu berusaha berdamai dengan masalah, namun ketika salah satu simpul ketentraman hidup itu dibuka oleh seorang tokoh yang pemberani maka terbukalah berbagai sisi hitam putihnya orang-orang yang selama ini selalu lekat dengan topengnya sehingga memunculkan cerita yang menarik untuk diteliti. Dengan menggunakan pendekatan strukturalisme genetik dari Goldmann maka novel Opera Jakarta akan menarik untuk diteliti fakta kemanusiaannya dan subjek kolektifnya. Bertumpu dari latar belakang diatas judul penelitian ini diangkat. Penelitian ini berjudul :”Novel Opera Jakarta karya Titi Nginung (Tinjauan Strukturalisme Genetik)”

    Similar works