ANALISIS VEGETASI PADA LAHAN HUTAN GAMBUT BEKAS TERBAKAR DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR (OKI), PROVINSI SUMATERA SELATAN, INDONESIA

Abstract

Tren kebakaran hutan terbesar yang terjadi di Indonesia terjadi pada tahun 1997, 2006 dan 2015. Salah satu daerah yang menjadi pusat kebakaran hutan tersebut terletak di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Hal ini terjadi karena adanya lahan basah khususnya gambut yang mendominasi wilayah ini. Proses rehabilitasi terhadap lahan pasca terbakar tahun 2006 telah dilakukan dan tidak diberikan perlakuan serupa pada lahan pasca terbakar tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan proses suksesi pada lahan gambut bekas terbakar. Penelitian dilakukan pada tahun 2017 di Desa Kedaton, Kecamatan Kayuagung, OKI, Sumatera Selatan. Metode penelitian menggunakan analisis vegetasi, analisis kekayaan jenis Margelaf dan analisis indeks keanekaragaman jenis Shannon-Weinner yang mencakup strata pertumbuhan semai/tumbuhan bawah, pancang, tiang dan pohon. Nilai INP tertinggi sehingga mengominasi yaitu kumpai (Hymenachine amplexicaulis rudge) pada lahan terbakar 2015 dengan indeks kekayaan jenis tinggi dan pakis (Stenochlaena Palustris) untuk lahan terbakar tahun 2006 dengan indeks kekayaan jenis sedang. Indeks Keanekaragaman kedua lahan termasuk kriteria sedang namun nilai kemerataan jenis relatif rendah. Sudah adanya proses suksesi alami tingkat pertama pada lahan gambut pasca terbakar tahun 2015 dan pada pada lahan gambut pasca terbkar tahun 2006 yang sudah dilakukan kegiatan rehabilitasi dan revegetasi daya hidup pohon yang ditanam antara 82-97 % dan penutupan tajuk pepohonan meningkat dari 0 % menjadi 50-70 %. Jenis tanaman dengan kerapatan tertinggi adalah kumpai pada lahan terbakar tahun 2006 dan pakis udang pada lahan terbakar tahun 2015Β The biggest forest fire trends in Indonesia occurred in 1997, 2006 and 2015. One of the areas that became the center of the forest fires was located in Ogan Komering Ilir (OKI) Regency. This is due to the presence of wetlands, especially peat which dominate in this region. The rehabilitation process for post-burnt land in 2006 was carried out and was not given a similar treatment on post-burnt land in 2015. The purpose of this study was to see the differences in the succession process that occurred on burnt peat land. The research was conducted in 2017 in Kedaton Village, Kayuagung District, OKI, South Sumatra. The research method uses vegetation analysis, analysis of species wealth (Margelaf) and analysis of species diversity index by Shannon-Weinner which includes seedling/seedling growth stems, saplings, poles and trees. The highest INP value that dominates is kumpai (Hymenachine amplexicaulis rudge) in land burned 2015 with high species richness index and pakis (Stenochlaena Palustris) on land burned in 2006 with the species richness index in the medium category. The diversity index of the two lands is in the medium criteria but the species evenness is relatively low. There has been a first-degree natural succession process on peatland after burning in 2015 and on post-burnt peatland in 2006 the rehabilitation and revegetation activities of planted trees between 82-97% and canopy cover increased from 0% to 50 -70%. The highest density of plants is "kumpai" (on land burned in 2006) and "shrimp ferns" (on burned land in 2015

    Similar works