INTERNALISASI DISPOSISI SISWA PEREMPUAN IMIGRAN ASAL NEGERI MAGHRIBI TERHADAP UNDANG-UNDANG LAÏCITÉ 15 Maret 2004 (Studi Voile islamique di SMA Negeri di Ile-de-France Prancis)
- Publication date
- Publisher
Abstract
Pada awal tahun ajaran baru -September 2004- ketika Undang-Undang
Laïcité 15 Maret 2004 diberlakukan, Pemerintah Prancis mengklaim bahwa
pelaksanaan undang-undang tersebut berjalan dengan baik. Undang-undang ini
melarang para siswa di sekolah-sekolah negeri mengenakan pakaian atau simbolsimbol
yang menunjukkan agama/kepercayaan yang dianut oleh mereka –seperti
pemakaian kippa oleh siswa-siswa Yahudi, salib oleh siswa-siswa
Kristen/Katolik, voile islamique oleh siswa-siswa perempuan Islam, dan lain-laindi
lingkungan sekolah.
Untuk menyosialisasikan undang-undang yang telah menjadi peraturan
sekolah ini, tiga bulan sebelum pemberlakuannya, sekolah-sekolah negeri –dari
SD sampai SMA- mengundang para orangtua siswa ke sekolah. Reaksi para
orangtua siswa beragam: Ada yang meminta anaknya untuk tidak lagi
mengenakan pakaian/simbol-simbol keagamaan/kepercayaan yang mereka anut,
ada yang memindahkan anaknya ke sekolah swasta dimana undang-undang
tersebut tidak diberlakukan dan ada pula siswa-siswa yang memilih melepas
pakaian/simbol-simbol yang menunjukkan agama/kepercayaan yang mereka anut
ketika memasuki lingkungan sekolah serta mengenakannya kembali ketika keluar
dari lingkungan sekolah.
Saat ini, setelah sepuluh tahun pemberlakuan undang-undang tersebut,
terjadi fenomena yang menunjukkan bahwa makin lama makin banyak siswa
perempuan muslim yang memakai voile islamique melakukan tindakan lepas
pakai voile islamique. Mereka melepas voile islamique yang oleh pemerintah
dianggap sebagai simbol agama Islam, di depan pintu gerbang sebelum masuk ke
dalam lingkungan sekolah dan mengenakannya kembali ketika keluar dari
lingkungan sekolah