Penyebaran informasi semakin berkembang dengan adanya media sosial. Keadaan
tersebut membuat penyebaran informasi menjadi sulit terbendung lagi sehingga
informasi yang benar dan salah tercampur. Hal ini menjadi penyebab terciptanya
hoax yang merupakan informasi bohong atau tidak benar. Penyebaran hoax di
media sosial sudah mulai terlihat semenjak Pilgub DKI 2012 dan menjadi massive
saat Pilpres 2014.
Maka dari itu, fenomena penyebaran hoax di media sosial ini perlu
ditanggulangi. Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) merupakan gerakan
sosial anti hoax pertama yang diresmikan pada Januari 2017 oleh Menteri
Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. Mafindo dibentuk dengan tujuan
menyebarluaskan pemahaman mengenai bahaya hoax dan menghentikan
penyebaran hoax di media sosial.
Penelitian kualitatif ini menggunakan paradigma post-positivistik dengan
sifat penelitian deskriptif. Peneliti menggunakan metode studi kasus Robert K.
Yin. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara semistruktur,
observasi non-partisipan, dan studi dokumen. Penelitian ini menggunakan konsep
gerakan sosial, indikator model literasi media, kemampuan literasi media di media
digital, konsep kajian hoax, dan jenis-jenis media sosial.
Hasil penelitian ini menunjukan Mafindo adalah gerakan sosial yang
terbentuk dari kepedulian masyarakat akan bahaya penyebaran hoax di media
sosial. Mafindo memiliki strategi penanggulangan penyebaran hoax di media
sosial dengan empat cara yaitu, narasi kontra hoax, edukasi literasi, advokasi, dan
silaturahmi. Isi konten literasi Mafindo pada media digital dibagi ke dalam lima
cara mendeteksi hoax yaitu, cross check judul provokatif, perhatikan alamat
website, cek fakta, mengecek foto, dan bergabung dengan grup anti hoax di
Facebook