Hasil penelitian menunjukkan bahwa latar belakang timbulnya partai politik islam di Indonesia adalah terlepas pula dari datangnya Islam di Indonesia. Dalam sejarah politik Islam di Indonesia para pemimpin dan aktivis Islam politik yang lebih
awal bergantung kepada politik non integrative atau partisan dan parlemen sebagai salah satunya lapangan bermain dan arena perjuangan. Pemilu 1999 merupakan batu loncatan untuk memulai kehidupan berdemokrasi dan perubahan lainnya setelah lebh dari 30 tahun masyarakat Indonesia berada di bawah suatu pemerintahan represif dan otoriter. Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik dengan beragam ideologis. Munculnya kembali partai dengan menggunakan simbol Islam dan agama merupakan merupakan indikasi kembalinya politik aliran. Aspirasi partai politik Islam dalam lintas sejarah konstitusional dapat ditinjau dari lahirnya Piagam Jakarta dan perjuangan partai politik Islam dalam menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Dalam penyusunan Piagam Jakarta,
terjadi perdebatan antara kelompok nasionalis sekuler
dan kelompok Islam. Namun kedua kelompok mencapai kompromi dengan menyebutkan sila pertama yang diperluas dengan anak kalimat “Dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pada akhirnya, anak kalimat tersebut
dihilangkan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Perjuangan partai politik Islam dalam memperjuangkan fungsi
pengadilan tinggi agama sebagai pengadilan banding dari pengadilan agama tidak terlepas dari sejarah masuknya Islam
di Indonesia serta perjuangan partai politik Islam yang ingin menjadikan Islam sebagai ideologi negara. Sebagian umat Islam menginginkan dan menerapkannya sebagai wujud keimanan mereka. Hal itu berlangsung sampai dikelurkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu kembali kepada UUD 1945 dan Piagam Jakarta. Menurut penyusun, dekrit Presiden 5 Juli 1959 hanya kepada UUD 1945, sedangkan Piagam Jakarta disebutkan dalam salah satu pertimbanganny