Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan
minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup sehingga memiliki kemampuan
untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Upaya untuk membangun manusia seutuhnya sudah menjadi tekad pemerintah sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I Tahun 1969-
1974, namun selama ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita
luhur tersebut, diawali dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Pendidikan Nasional yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Renstra Depdiknas menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah
pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya. Suatu contoh, tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden
Nomor 7 tentang RPJMN Tahun 2004-2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu (1) mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; dan (3) mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa
kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di
era global. Saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Kemendiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Manusia seperti apa yang ingin dibangun? Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta didik, atau
dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.
Agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan
globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 Pemerintah mencanangkan untuk meningkatkan kemampuan manusia bangsa ini, sehingga memiliki daya saing yang seimbang dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Di dalam abad 21 peran ilmu pengetahuan (scientific knowledge) menjadi semakin dominan dalam bermasyarakat global. Masyarakat yang perikehidupannya bertumpu pada ilmu pengetahuan dikenal sebagai “masyarakat
berbasis pengetahuan” (knowledge based society) yang perekonomiannya semakin
menuju ke ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge based economy), yaitu
melalui kegiatan industri jasa maupun produksi yang berbasis pengetahuan
(knowledge based industry).
Dalam masyarakat berbasis pengetahuan tersebut, unggulan yang
diandalkan anggotanya adalah kemampuan akal, yaitu daya penalaran yang
merupakan perpaduan antara apa yang diketahui tentang kebenaran yang
berasaskan ilmu pengetahuan, informasi-informasi yang relevan dan pengalaman-
pengalaman kebenaran lain yang didapatnya. Daya penalaran untuk menghasilkan
ide-ide baru, inovasi – baik untuk jasa maupun produk dan kemapuan
merealisasikannya, akan menjadi basis dari pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran
kehidupan
masyarakatnya.
Kemampuan
menghasilkan,
menghimpun, mendesiminasikan, dan memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk
melakukan inovasi berdasar ide-ide baru merupakan basis dari terciptanya
unggulan-unggulan baru baik secara comparative maupun competitive.
Kunci keberhasilan dalam perikehidupan masyarakat global berbasis
pengetahuan yang semakin kompetitif tersebut adalah: kecepatan (speed) dalam
menanggapi dinamika dan perubahan keperluan masyarakat yang semakin cepat,
fleksibilitas (customization) dalam memenuhi selera masyarakat yang semakin
bervariasi, dan kepercayaan (trust) sebagai anggota masyarakat (global) yang
berwatak unggul.
Untuk mampu berpartisipasi dalam masyarakat berbasis pengetahuan yang
ekonominya berubah semakin cepat tersebut, maka anggotanya harus:
a. Mahir dalam mengumpulkan, memilah, memroses dan menginterpretasikan
data dan informasi.
b. Mempunyai kemampuan konseptual, analitik (analisis), sintesis, komunikasi,
keterampilan pengelolaan diri (self management) dan keterampilan
pengelolaan antar personal (interpersonal management).
c. Menguasai dasar-dasar ilmu pengetahuan (basic academic knowledge) dan
keterampilan berkarya.
d. Mau dan mampu belajar sepanjang hayat sebagai gaya hidup (learning
culture menuju ke learning society).
Kunci dasar untuk menghasilkan generator dinamika pertumbuhan
ekonomi berbasis pengetahuan tersebut berawal dari penguatan pendidikan dalam
Ilmu Pengetahuan Alam (Basic Sciences) yang merupakan basis dari
technological dan scientific advancement dan membiasakan peserta didik
melakukan kegiatan keilmuan (science) dimulai dari lingkungan sekitarnya
(daily life). Artinya bekerja dan berpikir dengan menggunakan metode dan pendekatan ilmiah, baik urutan langkah maupun prosesnya, secara induktif
maupun deduktif sesuai dengan tingkat keilmuan masing-masing.
Oleh karena itu pendidikan yang selama ini menggunakan konsep dan
metodologi yang sangat field oriented yang berbentuk course/content based, yang
tidak secara jelas mendefinisikan learning outcomes untuk para peserta didik
mulai ditinggalkan dan diganti dengan subject oriented learning, yang
menekankan pada penggunaan prinsip-prinsip dasar (generic), pendalaman
(mastery) dan kaitannya dengan ilmu-ilmu lain dalam terapan kehidupan nyata,
sehingga peserta didik mampu mengembangkan dirinya melalui lifelong learning
dalam menghadapi tantangan hidup dalam masyarakat global. Menghadapi
perubahan paradigma di atas peserta didik perlu membekali diri dengan upaya
sadar akan keterampilan-keterampilan yang diperlukannya