Studi ini dilatarbelakangi oleh realitas empirik kasus-kasus terminasi kehamilan yang
terjadi di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa tindak terminasi kehamilan merupakan salah
satu penyebab kematian ibu. Hal mana Angka Kematian Ibu di Indonesia adalah masih
termasuk tinggi di ASEAN. Dokter memiliki keengganan untuk melakukan tindak terminasi
kehamilan karena ketakutan akan adanya sanksi hukum dan keterikatannya dengan Kode Etika
kedokteran juga sumpah dokter.
Permasalahan penelitian adalah: (i). Bagaimanakah pemaknaan terminasi kehamilan oleh
dokter dan pasien? (ii). Mengapa pemaknaan terminasi kehamilan dokter belum mewujudkan
akuntabilitas dokter yang berkeadilan substansial? (iii). Bagaimana merekonstruksi pemaknaan
terminasi kehamilan dari dokter untuk konsep perlindungan hak perempuan pada tindak
terminasi kehamilan guna mewujudkan akuntabilitas dokter menuju keadilan substansial
dalam melakukan tindak terminasi kehamilan?
Studi ini tergolong dalam tradisi penelitian hukum non-doktrinal dengan pendekatan
sosio-legal. Latar belakang sosial studi adalah pelayanan kesehatan tindak terminasi kehamilan
dengan subjek penelitian dokter yang didukung sebagaimana informan dan nara sumber. Data
dihimpun dengan metode wawancara, observasi dan studi dokumen. Data dianalisis mengikuti
model interaktif dari Mattew B. Miles dan A. Michael Haberman. Validasi data dilakukan
dengan triangulasi sumber dan metode.
Hasil penelitian: 1) Menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pemaknaan atas tindak
terminasi kehamilan antara dokter dengan pasien. Ada dua karakteristik pemaknaan dokter
tentang terminasi kehamilan yaitu pemaknaan sempit dan luas. 2) Dokter mengambil
pemaknaan sempit yang belum memberikan konsep makna yang berkeadilan substansial pada
perempuan hamil yang memerlukan tindakan terminasi kehamilan, sedangkan pemaknaan luas
mengacu pada penafsiran kontekstual yaitu penafsiran yang di samping mendasarkan pada teks
juga memperhatikan konteks situasi yang melengkapi peristiwa tersebut sebagaimana yang
diatur dalam UU Kesehatan Pasal 75 dan 76. 3). Rekonstruksi pemaknaan diarahkan bagi
dokter untuk dapat mengambil pemaknaan luas. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya kehadiran hukum progresif dan
paradigma etikolegal sebagai dasar rekonstruksi pemaknaan tindak terminasi kehamilan oleh
dokter, yang meliputi: rekomendasi untuk sosialisasi peraturan perundang-undangan tindakan
terminasi: meningkatkan kewaspadaan dokter dan polisi untuk kasus tindak terminasi
kehamilan, karena kasus terminasi kehamilan terjadi karena adanya dorongan dari perempuan
yang tidak sehat secara holistik.
Kata-kata kunci: rekonstruksi pemaknaan, terminasi kehamilan, hukum progresif,
hermeneutika hukum, hukum kedokteran, dokter