research

Interkultural Seni Lukis Wayang Kamasan

Abstract

Abstrak Modus regresentasi seni lukis wayang Kamasan berubah sejajar dengan transformasi mendalam dari pengetahuan teknis ataupun tearitis, dan sejajar pula dengan perubahan tata nilai masyarakat Desa Kamasan akibat evolusi fisik serta evolusi sistim tata nilai. Nyatanya dalam waktu genap satu abad seni lukis wayang Kamasan yang tadinya etnik, klasik, tradisional, baku, homogen, lokal dan kolektif berubah menjadi seni lukis yang variatif, heterogen, individu, dan internasional dengan sentuhan modern. Disinilah terjadi idiosing cracy (keanehan-keanahan / kebimbangan estetika). Gelombang-gelombang perubahan terjadi dalam rentang waktu lama melalui beberapa tahap, dan paling mencolok terjadi akibat bergulirnya ekonomi serta budaya kapitalistis khususnya pariwisata. Pada waktu prakolonial lukisan merupakan narasi ditaktis berfungsi agama hingga pada waktu modernis nafas komersialisme menjamahnya untuk selalu melakukan inovasi/perubahan. Dari ruang sakral Pura dan Puri bergerak ke benda sovenir, interior hotel, busana bahkan interior dan eksterior mobil. Pengembangan seni lukis Kamasan melalui inovasi tidak diartikan sebagai keterputusan (repture) atau diskontinuitas dari konteks lokal, akan tetapi sebaliknya, menghargai kembali nilai-nilai klasik (pastiche), tidak dengan jalan mengkonservasi¬nya secara kaku, tetapi melakukan proses reinterpretasi (reinterpretation) daa re¬kontekstualisasi (recontextualisation). Pengembangan seni lukis Kamasan untuk menghasillcan keunggulan lokal, telah berjalan dengan berbagai strategi: 1) reinter¬pretasi (reinterpretation) dalam konteks masa kini, 2) pelintasan esterik (tran¬sestheics), 3) dialogisme budaya (cultural dialogism), 4) keterbukaan-kritis (critical openness), 5) diferensiasi pengetahuan lokal (knowledge differentiation), 6) gaya hidup (life style), dan 7) semantika produk (product semantics). Dipihak lain, bila seni lukis Kamasan sebagai budaya lokal tidak melakukan pengembangan diri, maka peluang penciptaan keunggulan lokal itu justru “diambil¬alih” oleh pihak-pihak luar yang berkepentingan, berupa `pencurian' dan `pen¬caplokan' budaya, untuk `dirubah' sesuai dengan ekonomi-kapitalistik global. Seni Lukis wayang kamasan bisa jadi dijadikan sebagai komoditi, yang dikemas dengaa kemasan komoditi tertentu, untuk kemudian dipasarkan di dalam pasar kapitalisme global; Dalam situasi dilematis tersebut, upaya-upaya menciptakan `keunggulan lokal' (local genius) dapat dilihat sebagai sebuah strategi agar tetap survival dengan menciptakan ruang bagi pengembangan `kreativitas lokal' atau `inovasi kultural' dengan sumber-sumber kultural lainnya, di dalam sebuah ajang dialogisme kultural, untuk menghasilkan bentuk atau formasi-formasi yang kaya, berbeda dan beragam. Di dalam jalinan pertukaran tersebut terbentuk sebuah proses timbal balik saling memberi, saling mempengaruhi, sating memperkaya atau saling mendorong ke arah berbagai kemungkinan bentuk, ekspresi atau formasi yang baru tanpa harus mengorbankan nilai niai dasarnya. Kata-kata kunci: Kamasan, recontextualisation dan cultural dialogism

    Similar works