1.Latar Belakang
Pengertian estetika sebagai filsafat, hakekatnya telah menempatkan pada satu titik dikotomis antara realitas dan abstraksi, dan juga antara keindahan dan makana. Estetika tidak lagi menyimak keindahan dalam pengertian konfensional, melainkan telah bergeser kesebuah wacana dan fenomena. Estetika karya seni modern jika dipahami melalui pemahaman filsafat seni yang merujuk pada konsep-konsep keindahan jaman Yunani (abad pertengahan), akan mengalami penciutan atau pembunuhan preseptual, karena estetika bukan hanya simbolisai dan makna, melainkan juga daya. Setiap ungkapan atau ekspresi kesenian apapun bentuk dan media pengungkapannya pada dasarnya adalah ungkapan estetik seniman. Dalam dimensi estetis Noel Carroll (1999), pengalaman seni mencakup kepuasan rasa yang muncul tatkala menyaksikan suatu sajian karya atau obyek seni (merasa senang, dan puas menyaksikan sebuah ply) (Khanisar, 2004:65-78)