ABSTRAK
Kebanyakan orang bila ditanya, barangkali akan berkata bahwa arsitektur
bermula sebagai tempat bernaung. Memang, bangunan-bangunan yang
pertama adalah tempat tinggal, dan orang memerlukan tempat bernaung agar
dapat bertahan hidup. Namun tempat bernaung bukanlah merupakan satusatunya
fungsi, atau bahkan bukan fungsi pokok dari perumahan.
Lingkungan buatan (built environment) mempunyai bermacam-macam
kegunaan, seperti : melindungi manusia dan kegiatan-kegiatannya serta harta
miliknya dari elemen-elemen, dari musuh-musuh berupa manusia dan hewan,
dan dari kekuatan-kekuatan adikodrati, membuat tempat, menciptakan suatu
kawasan aman yang berpenduduk dalam suatu dunia fana dan cukup
berbahaya, menekankan identitas sosial dan menunjukkan status, dan
sebagainya. Dengan demikian, asal mula arsitektur dapat dipahami sebaikbaiknya
bila orang memilih pandangan yang lebih luas dan meninjau faktorfaktor
sosial budaya, dalam arti seluas-luasnya, lebih penting dari iklim,
teknologi, bahan-bahan dan ekonomi.
Perkembangan bentuk bangunan yang berkolong sampai ke bentukbentuk
yang langsung di atas tanah, demikian pula perkembangan
penggunaan pepohonan kasar sampai ke kayu yang diukir-ukir sampai
penggunaan bata dan seterusnya, sangatlah sukar untuk diusut kembali secara
tepat. Tetapi satu hal yang pasti bahwa perkembangan tersebut berjalan
sejajar dengan perkembangan taraf kemajuan pemikiran manusia dalam
mencari keselamatan bagi dirinya dengan cara mengatasi atau menghindarkan
diri dari gangguan dan bahaya (alam, binatang dan manusia). Dengan kata
lain, semakin cerdik dan tumbuh pulalah hasrat manusia untuk membuat sesuatu yang lebih baik, lebih kuat dan lebih indah. Alam semakin
dikuasainya dan kemungkinan-kemungkinan baru pun dicarinya.
Manusia sudah sejak lama merencanakan dan membuat bangunan.
Sampai beberapa waktu yang lalu, adalah biasa untuk membedakan antara
arsitektur dengan ‘bangunan biasa’, akan tetapi hal ini menjadi semakin sulit.
Sudah pasti bahwa asal mula arsitektur lebih dini dari arsitek pertama, yang
biasanya dianggap sebagai si perancang piramida berbentuk tangga di Mesir.
Bahkan sekiranya orang memasukkan pembangunan rumah kepala-kepala
suku dan bangunan-bangunan ritual, sebagian besar dari apa yang dibangun
tidak dirancang oleh kalangan profesional yang pernah menempuh
pendidikan akademik, tapi lebih merupakan dorongan ekspresi arsitektural
yang sama yang mendorong rancangan gaya modern (yang dilakukan oleh
para perancang profesional). Jadi dalam mempersoalkan asal mula arsitektur
atau pemahaman tentang apakah arsitektur itu, harus memperhatikan tradisi
rakyat atau tradisi yang disenangi masyarakat, bangunan-bangunan yang
disebut ‘primitif’ atau ‘asli’ yang selalu merupakan bagian terbesar dari
lingkungan buatan dan yang hakiki bagi setiap generalisasi yang asbah.
Hal itulah yang mendorong terciptanya desain bangunan yang pertama,
yaitu adanya hasrat untuk melindungi diri dari alam beserta isinya. Bangunan
didesain dan dibangun oleh masyarakat biasa, bukan dari kalangan arsitektur
profesional. Desain tersebut dibuat dengan tradisi turun menurun sehingga
bangunannya antara satu dengan yang lainnya memiliki banyak kemiripan.
Dalam perkembangannya, kemudian dikenallah dengan istilah karya-karya
architecture without architects. Dalam proses pendesainannya, ide-ide dan
konsep-konsepnya bukan diperoleh dari desainer yang dalam hal ini adalah
arsitek profesional yang pernah menempuh pendidikan akademik arsitektur,
melainkan diperoleh dari user atau calon pemakai bangunan itu sendiri yang
juga sekaligus menjadi desainernya. Dapat dikatakan bahwa desain yang
semacam ini disebut sebagai desain partisipator.
Kata Kunci : karya arsitektur, tradisi, arsite