PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT
PENYIDIKAN DALAM REKAYASA UMUR OLEH PENYIDIK
DIHUBUNGKAN DENGAN UU NO 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM
ACARA PIDANA
Undang-undang Dasar 1945 hasil amandemen keempat menjadi sangat penting
sebagai landasan idiil bagi pemerintah untuk memberikan perlindungan yang seaman
amannya kepada seluruh tumpah darah Indonesia serta memberikan rasa adil kepada
masyarakat tanpa adanya perbedaan, yang tercantum dalam pasal 28 D ayat (1) yaitu
“perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”. Pengertian penyidik diatur dalam KUHAP yang terdapat pada Pasal 1 butir 1
yang berbunyi sebagai berikut,“Penyidik adalah pejabat polisi Negara republik
Indonesia atau PPNS tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang undang
untuk melakukan penyidikan.”Yahya Harahap menjelaskan keterangan yang
dikemukakan saksi dalam pemeriksaan penyidikan, dicatat dengan teliti oleh penyidik
dalam BAP. Dalam pelaksanaan BAP ada beberapa kasus yang sengaja direkayasa untuk
merugikan seorang tersangka atau terdakwa. Jelas perbuatan penyidik ini tidaklah
dibenarkan karena dapat merugikan sesorang dengan merekayasa BAP tersebut, seperti
kasus dibawah ini yang terjadi di Riau dan Surabaya. Komisi untuk Orang Hilang dan
Korban Tindak Kekerasan (Kontras) telah mendapatkan petikan putusan Peninjauan
Kembali (PK) kasus dugaan pembunuhan yang dilakukan Yusman Telaumbanua.
Berdasarkan uraian di atas terhadap kasus rekayasa Berita Acara Pemeriksaan (BAP)
yang dilakukan oleh penyidik jelas-jelas sangat merugikan seorang tersangka dan bahkan
memberatkannya, yang dimana seharusnya penyidik bersikap objektif dalam memeriksa
seorang tersangka dan saksi-saki dalam suatu kasus pidana yang sedang diproses tersebut
supaya terjadi kepastiaan hukum demi tercapainya tujuan hukum.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulisan hukum ini dibuat berdasarkan
metode penulisan deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif, dan merujuk
pada UU No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana serta di hubungkan dengan
Keputusan Kapolri No. 12 tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan
Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, mengingat
penelitian ini bertitik tumpu pada norma hukum dan asas-asas hukum pidana dalam
hukum positif serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka teknik pengumpulan
data penulis menggunakan studi kepustakaan yang didapat dari media cetak dan
elektronik, serta wawancara dilapangan.
Dengan demikian dalam melakukan pemeriksaan penyidik tidak dapat melakukan
kekerasan yang merupakan ancaman bagi tersangka, selalu mengedepankan hak-hak
tersangka, apabila terdapat rekayasa BAP karena adanya intimidasi yang berujung
kriminalisasi terhadap tersangka, Atas dasar hukum yang berlaku maka dalam proses
pemeriksaan pendahuluan seorang tersangka tidak dapat diperlakukan sebagai Terdakwa
(obyek) yang harus diperiksa, melainkan tersangka dilakukan sebagai subyek.. Ketentuan
ini jelas terdapat dalam pasal di atas (Pasal 52 dan 184 ayat 1) KUHAP dan Dalam upaya
mencegah terjadinya rekayasa BAP, diperlukan penataan kewenangan dalam proses
hukum pidana karena terlihat pada fakta yang menunjukan penumpukan kewenangan
pada polisi dengan fungsi penyidikan dan penyelidikan. Kontrol dan akuntabilitas
diperlukan dalam pengawasan institusi setiap divisi guna terciptanya profesionalitas yang
mengurangi resiko kesalahan prosedur kerja.
Kata Kunci : Penyidikan, Tersangka, Dan Berita Acara Pidana