Latar belakang dilakukan penelitian ini yaitu jika pada umumnya tafsir corak sufi banyak bermunculan ketika abad pertengahan (abad 3-9 H/ 9-15 M) seperti Tafsir al-Quran karya al-Tustari (abad ke-3 H), Haqaiq al-Tafsir karya al-Sulami (abad ke-5 H), Lataif al-Isharat karya al-Qushairi (abad ke-5 H), dan lain sebagainya, yang kemudian mengalami kemandegan pada abad ke 7-8 H dengan semakin sedikitnya kemunculan karya-karya tafsir yang bercorak sufi.Ternyata pada periode modern sejarah perkembangan tafsir (abad ke12-14 H/ 18-21 M) muncul suatu tafsir yang bercorak sufi dari kalangan Shi’ah Ithna ‘Ashariyyah yaitu tafsir Bayan al-Sa’adah fi Maqamat al-‘Ibadah karya al-Janbadhi (14 H). Selain tokoh dari Shi’ah, al-Janabadhi juga merupakan seorang tokoh sufi dari salah satu Tariqah, dimana umumnya ajaran-ajaran Tariqah adalah pelatihan diri secara lahir dan batin untuk ‘menemukan Allah SWT secara hakiki’ atau yang sering disebut sebagai ma’rifah. Pelatihan-pelatihan itu umumnya diibaratkan sebagai suatu perjalan yang panjang yang dilakukan Hamba (‘Abd) menuju kepada Tuhannya (Allah SWT) hingga akhirnya menemui titik puncak perjalanan yaitu menemukan dan mengetahui Allah SWT dengan sebenar-benarnya pengetahuan. Perjalanan itulah bagi kalangan sufi disebut sebagai suluk. Dengan telaah tafsir dari al-Janabadhi menggunakan pendekatan sufi atau tasawuf, ternyata dapat ditemui suatu pemikiran al-Janabadhi dalam tafsirnya mengenai pemahaman atas suluk.Penjelasan yang ia berikan dalam memaknai ayat-ayat Alquran yang berkenaan dengan suluk dijabarkan dengan istilah-istilah atau berbagai konsep para sufi terdahulu—seperti konsep fana’, baqa’— kemudian dipaparkan pembahasannya secara filsafat yang ia anggap sebagai isharat yang diterimanya langsung dari Allah SWT, hingga akhirnya memunculkan suatu pemikiran suluk yang murni tergolong pembahasan tasawuf tanpa memasukkan pandangan dari madzhab yang ia anut sedikit pun