slides

Perbandingan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan metode Problem Solving dan metode Problem Posing pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Tiga Variabel di MAN Wlingi Blitar

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan metode problem solving dan metode problem posing. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 6 siswa dari kelas XC yang diajar dengan metode problem posing dan 6 siswa dari kelas XF yang diajar dengan metode problem solving. Cara pengambilan data dilakukan dengan purposive sampling berdasarkan nilai tertinggi, sedang dan rendah, dengan kriteria kritis, cukup kritis dan tidak kritis. Subjek dikatakan kritis jika memenuhi ke-4 karakter berpikir kritis yaitu (K 1) kemampuan memilih informasi yang relevan, (K2) kemampuan untuk menghubungkan informasi, (K3) kemampuan untuk memperbaiki kekeliruan pemahaman dan informasi dan (K4), kemampuan untuk mengambil keputusan atau kesimpulan setelah seluruh fakta dikumpulkan dan dipertimbangkan, cukup kritis jika memenuhi tiga atau dua indikator berpikir kritis, apabila siswa memenuhi tiga indikator berpikir kritis, misal Kl,K2,K3 dan Kl,K.2,K4 dst atau siswa memenuhi dua indikator berpikir kritis, misal Kl dan K2, K l dan K3, Kl dan K4, K3 dan K4 dst, tidak kritis jika hanya memenuhi salah satu dari Kl,K2,K3 clan K4 saja atau bahkan siswa tidak memenuhi semua karakteristik berpikir kritis yang ada. Berdasarkan analisis data, Subjek yang diajar dengan metode problem posing dengan inisial MK dapat dikatakan cukup kritis dengan menyelesaikan masalah matematika clan telah memenuhi 3 indikator berpikir kritis Kl,K2,K4 dan tidak memenuhi indikator K3, Subjek dengan inisial RAS , dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi 3 indikator Kl,K2,K4 dan tidak memenuhi indikator K3, Subjek dengan inisial LL dapat dikatakan cukup kritis, dengan memenuhi indikator Kl,K2,K3 dan tidak memenuhi indikator K4. Subjek dengan inisial LAA, dapat dikatakan kritis dengan memenuhi tiga indikator berpikir kritis yaitu Kl ,K2,K4 dan tidak memenuhi indikator K3. Subjek dengan inisial L, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi indikator Kl, K.2, K3 dan tidak memenuhi K4. Subjek MFI, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi indikator K.2, dan tidak memenuhi indikator Kl,K3, dan K4. Sedangkan subjek yang diajar dengan metode problem solving subjek dengan inisial AHH, dapat dikatakan kritis karena memenuhi ke empat indikator berpikir kritis yaitu Kl,K.2,K3, dan K4. Subjek dengan inisial WJ, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi ketiga indikator berpikir kritis yaitu Kl,K.2 dan K4. Subjek dengan inisial ICP, dapat memenuhi ketiga indikator berpikir kritis yaitu K l , K2,K4 dan tidak memenuhi indikator K3. Subjek dengan inisial JA, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi dua indikator berpikir kritis yaitu Kl ,K2 dan tidak memenuhi K3 dan K4. Subjek dengan inisial NY, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi ketiga indikator berpikir kritis yaitu Kl,K3, K4 dan tidak memenuhi K2 dan Subjek dengan inisial IS, dapat dikatakan cukup kritis dengan memenuhi dua idikator berpikir kritis yaitu K2,K4 dan tidak memenuhi indikator Kl, K3. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan metode problem solving dan kemampuan berpikir kritis siswa yang diajar dengan metode problem posing

    Similar works