Ketika harga beras merambat naik, menjadi suatu kenyataan ironis bagi Indonesia yang
memiliki potensi dan budaya agraris. Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM di bidang
pertanian, yang menjadi faktor penting dalam peningkatan produktivitas pertanian luput ataupun
kurang menjadi perhatian banyak fihak. Di sisi lain angka pengangguran masih cukup tinggi, karena
angkatan kerja dari daerah pertanian lebih memiliki orientasi bekerja sebagai pegawai negeri
maupun pekerja pabrik. Kebijakan yang cenderung dominan pada industrialisasi yang bergantung
pada bahan baku impor, secara tanpa disadari telah meminggirkan sektor pertanian. Menjadi petani
yang profesional dan berkualitas terlewatkan dalam pengembangan SDM di Indonesia disertai
dengan minimnya informasi, maupun kurikulum pendidikan yang menerangkan tentang arah industri
pertanian yang akan dicapai bersama, melakukan sinergi industri pertanian dengan pertanian
tradisional yang sering identik dengan produktivitas rendah, kualitas SDM maupun kepemilikan
modal yang terbatas.
Artikel ini bertujuan mengkaji serta melakukan konfirmasi data empiris yang berasal dari
188 daftar riwayat hidup maupun hasil assesmen psikologis lulusan sekolah menengah atas maupun
kejuruan, serta program diploma di wilayah karesidenan Surakarta (Klaten, Sukoharjo,
Karanganyar, Surakarta, dan Boyolali) yang merupakan daerah dengan kultur agraris. Kajian
difokuskan pada latar belakang pendidikan, pekerjaan orang tua, ketrampilan maupun potensi yang
dimiliki, profil kepribadian serta orientasi nilai hidup yang berarti di kalangan generasi muda di
daerah agraris. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kualitatif serta pemaparan hasil statistik
deskriptif Hasil kajian ini secara umum menunjukkan minimnya pengembangan ketrampilan dan
kualitas sikap kerja kalangan generasi muda angkatan kerja pada masyarakat dengan latar belakang
budaya agraris. Peran profesi psikologi dalam melakukan pendampingan untuk pengembangan
profesi petani yang berkualitas sesuai kultur budaya dapat ditindaklanjuti melalui proses asesmen
psikologis yang kontekstual secara kultural yang dapat diteruskan dalam bentuk intervensi
informasi-edukasi, rancangan program pelatihan bagi para petani maupun generasi muda di daerah
pertanian