Kegagalan dalam pendidikan akuntansi sering mengkambinghitamkan aspek filosofi, sistem pendidikan, proses pembelajaran, dan bahkan menyalahkan mahasiswa akuntansi itu sendiri. Penelitian ini mendedahkan bahwa kunci untuk memperbaiki pendidikan akuntansi harus dimulai dan dipicu oleh dosen. Melalui studi solipsismish, kami (sebagai dosen akuntansi) mengeksplorasi 'dosa-dosa' sebagai dosen dengan metafora 'kejar setoran' berbasis pengalaman reflektifitas pengemudi angkutan umum, didukung oleh studi empiris satu semester. Jadwal padat mengajar dan ragam aktivitas lainnya, tidak hanya sebagai pengampu mata kuliah, telah menghunjamkan rasa bersalah di hati terhadap proses belajar mahasiswa dan keseluruhan sikap yang mahasiswa tunjukkan. Hal ini mendesakkan tuntutan tentang perlunya membangkitkan kesadaran dosen (akuntansi) bahwa profesi ini tidak sama dengan " sopir angkot " yang (hanya) peduli pada pemenuhan jadwal, bahan pembelajaran dan juga honor mengajar. Agenda berikutnya pasca penyadaran timbul adalah langkah aksi. Sebuah solusi konkrit mengacu pada agenda Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925 diajukan, yang berakhir pada konfirmasi tentang ideologi nasionalisme Indonesia