Bagaimana menatap 100 tahun ke depan? Apakah Muhammadiyah akan mengulang sejarah kesuksesan 100 tahun silam? Jangan-jangan hadis Nabi yang sudah menjadi adagium dan sering disebut dan dikutip oleh para tokoh dan da'i-da'iyah Muhammadiyah bahwa “'ala kulli ra'si kulli mi'ah sanah mujaddidun” (Setiap melintasi seratus tahun usia jaman, akan datang seorang pembaharu) akan juga harus berlaku bagi
Muhammadiyah? Atau tidak berlaku? Jika diandaikan berlaku dalam Muhammadiyah lalu seperti apa coraknya? Bagaimana
mengantisipasinya? Apa implikasinya dalam konteks pendidkan
Kemuhammadiyahan dan Keislaman di sekolah dan perguruan tinggi Muhammadiyah? Jika diandaikan tidak ada, apakah jaman dan situasi dunia memang tidak berkembang dan berubah lewat hukum dinamika sejarahnya sendiri? Tulisan singkat ini mau berandai-andai—jika saja memang ada Perubahan dinamika sejarah dunia—lalu bagaimana
Strategi Dakwah dan Tajdid Muhammadiyah menghadapinya dalam menapaki usianya yang seratus tahun kedua