research

PENGHENTIAN PENYIDIKAN (SP-3) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI PELAKSANAAN PROYEK NORMALISASI KUALA GIGENG (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JANTHO)

Abstract

Pasal 109 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana memberi wewenang kepada penyidik untuk melakukan penghentian penyidikan perkara dengan dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) dengan salah satu faktor tidak terdapat cukup alat bukti. Penghentian penyidikan kasus korupsi proyek Normalisasi Kuala Gigeng yang merugikan keuangan Negara sebesar Rp.1.863.385.000,- dikarenakan PT.Rika Jaya yang dipimpin oleh Muklis Basyah sebagai kuasa tidak melaksanakan proyek tersebut sesuai spek yang ditentukan yaitu dengan jumlah volume pengerukan sebesar 50.000 M3, namun kasus korupsi tersebut telah dihentikan penyidikannya karena belum ada ahli yang mampu menentukan kerugian keuangan Negara.Tujuan penulisan skripsi ini yaitu untuk menjelaskan penyebab dilakukannya penghentian penyidikan terhadap kasus ini dan langkah hukum apa yang dapat diambil terhadap keputusan Kepala Kejaksaan Negeri Jantho yang dinilai tidak memenuhi alasan yang logis serta dampak hukum yang ditimbulkan akibat dilakukannya penghentian penyidikan.Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi dilakukan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis, sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan yang dinilai berkompeten.Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa alasan yang menjadi faktor penyebab kasus ini dilakukan penghentian penyidikan. Alasan utama tidak ada alat bukti berupa hasil audit kerugian keuangan Negara dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sehingga dikeluarkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP-3) yang pada dasarnya Kejaksaan Negeri Jantho belum melaksanakan surat perintah dari BPKP untuk menunjuk ahli fisik yang lebih berkompeten. Beberapa upaya hukum telah dilakukan oleh GeRAK Aceh yaitu meminta supervisi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Kejaksaan Agung.Disarankan kepada pemerintah agar lebih meningkatkan pengawasan yang lebih ketat dalam pelaksanaan proyek agar dapat meminimalisir terjadinya korupsi disektor penyediaan barang dan jasa dan bagi penegak hukum agar dapat berkoordinasi dengan instansi vertikal sebagai upaya peningkatan kapasitas demi terlaksananya tujuan pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia

    Similar works