research

Hak Tertuduh dalam Peradilan Pidana Berdasarkan Adversary System

Abstract

Di Inggris dan negara-negara yang menganut Sistem Common Law, sistem peradilan pidananya adalah mengenal model ”Adversary Sistem\u27 (termasuk Amerika). Model yang terkenal dalam kerangka adversary sistem adalah apa yang dikenal dengan Model Plea Bargaining System. Plea bargaining sistem di Amerika pada hakekatnya merupakan suatu negosiasi antara pihak penuntut umum dengan tertuduh atau pembelanya (sesuai dengan sifat advesary sistem). Persoalan kemudian muncul berkaitan dengan hak-hak tertuduh dengan pola Adversary System ini. Menurut Romli gambaran tentang “plea bargaining“ ini pada hakekatnya merupakan suatu negosiasi antara penuntut umum dengan tertuduh atau pembelanya, motivasi negosiasi tersebut yang paling utama ialah untuk mempercepat proses penangana perkara pidana, sifat negosiasi harus dilandaskan pada “kesukarelaan” tertuduh untuk mengakui kesalahannya dan kesediaan penuntut umum memberikan ancaman hukuman yang dikehendaki tertuduh atau pembelanya, keikutsertaan hakim sebagai wasit tidak siperkenankan. Menyimak uraian berkaitan dengan sistem plea bargain diatas, bahwa apabila tertuduh menyatakan dirinya bersalah atas kejahatan yang dilakukan ini berarti si tertuduh akan kehilangan haknya untuk bisa diadili dan di proses secara fair trial. Apabila seorang tertuduh menyatakan bersalah (guilty) ,maka proses selanjutnya adalah penjatuhan hukuman tanpa melalui trial, hal ini terdapat kelemahan terhadap hak-hak tertuduh yang seharusnya dilakukan melalui peradilan juri (trial). Berkaitan dengan HAM, hak-hak tersangka dalam KUHAP di Indonesia, yaitu : perlakuan yang sama dimuka hukum tanpa diskriminasi apapun; praduga tak bersalah; hak untuk memperoleh kompensasi; hak untuk mendapatkan bantuan hukum; hak kehadiran terdakwa di muka pengadilan; peradilan yang bebas, cepat, dan sederhana; peradilan yang terbuka untuk umum

    Similar works