research

Hukum Sedekah dalam Konteks Kewenangan Peradilan Agama

Abstract

Kompetensi Peradilan Agama meliputi bidang-bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah, wakaf dan sedekah. Bidang hukum perkawinan, uraian hukum terapannya telah di unifikasi dan dikodifikasi secara tuntas dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Peraturan pemerintah Nomor 9 tahun 1975, Bab I Kompilasi Hukum Islam. Bidang hukum kewarisan, Wasiat dan hibah telah diatur dalam Buku TI KHI, dan bidang perwakafan juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 jo Undang-undang Nomor 41 tahun 2004, KHI Buku III dan peraturan lain, tetapi bidang hukum sedekah yang telah dipatok sebagai bidang garapan Peradilan Agama itu belum disiapkan dan belum dilengkapi dengan buku-buku terapan sebagai acuan yuridis yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pencari keadilan. Di sisi lain Undang-undang Peradilan Agama memperingatkan agar Peradilan Agama tidak menolak untuk memeriksa dan memutuskan perkara sedekar yang diajukan kepadanya dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya dengan cara menggali nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 229 KHI). Dalam tulisan ini pembahasan akan difokuskan pada ruang lingkup sedekah yang merupakan kewenangan absolut Peradilan Agama dan bagaimana penyelesaian konfliknya. Kesimpulan: bahwa ruang lingkup sedekah menjangkau segala bentuk ibadah Maliyah wajibah dan sunnah, minus bentuk-bentuk sedekah yang telah terlegalisasi dalam peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penyelesaian sengketa sedekah diajukan ke pengadilan Agama menurut ketentuan hukum acara perdata yang berlaku. Yang berkualitas sebagai penggugat/para penggugat dalam gugatan sedekah ialah: 8 asnaf yang ada, mutashaddaq atau ahli warisnya, pejabat yang berwenang dan pihak-pihak yang berkepentingan. Keywords : Hukum sedekah, Peradilan Agam

    Similar works

    Full text

    thumbnail-image

    Available Versions

    Last time updated on 15/02/2017