Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Namun, perkawinan tidak selamanya kekal dan dapat putus
karena beberapa faktor penyebab, salah satunya karena batalnya
perkawinan yang diajukan kepengadilan.
Penelitian ini bertujuan
untuk memahami prespektif hukum Islam dan Undang-undang
Perkawinan terhadap akibat hukum yang timbulkarena adanya
pembatalan perkawinan dan menganalisis upaya hukum terhadap
penyelesaian akibat yang timbul karena danya pembatalan perkawinan.
Peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dengan
teknik analisis data kualitatif. Tahapan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti
adalah
menentukan
tema,
mengumpulkan
informasi,
mengumpulkan data serta menganalisis data.
Melalui
putusan pengadilan Nomor0060/Pdt.G/2012/PA.Dmk telahterjadi hal yang
dapat dijadikan alasan untuk dilakukannya pembatalan perkawinan,
karena tidak adanya izin dari istri pertama untuk melangsungkan
perkawinan dengan seorang wanita (termohon II) dan terjadi pemalsuan
tentang setatus suami (termohon I) yang mengaku masih jejaka.
Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan yaitu terhadap suami istri
diantara keduanya dianggap tidak pernah terjadi perkawinan. Jadi putusan
pengadilan berlaku surut sejak berlangsungnya perkawinan dan tidak
berlaku surut terhadap anak yang dilahirkan, sesuai dengan Pasal 28
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dan Pasal 74ayat (2)
Kompilasi Hukum Islam dan terhadap harta yang diperoleh setelah
pekawinan merupakan harta bersama.
Upaya hukum terhadap akibat yang timbul dari pembatalan
perkawinan terhadap suami dan istri yang dibatalkan perkawinannya bisa
bersatu kembali sebagai suami dan istri dengan akad nikah yang baru
karena alasan pembatalan perkawinan tersebut dikarenakan hal-hal yang
bersifat sementaradan tehadap anak dalam hal ini tentang hadhanah
diatur dalam Pasal 156 Kompilasi Hukum Islam