Alun-alun Malang merupakan bagian dari ruang publik kota. Keberagaman fungsi
yang dimunculkan dalam ruang publik tersebut memberikan kemudahan bagi pengguna untuk
memanfaatkan secara bebas. Dalam memanfaatkan ruang publik tersebut dimungkinkan
terjadinya konflik antara pengguna. Konflik tersebut terjadi karena bentuk penandaan yang
terjadi terkesan ambiguitas. Berdasarkan konsep alun-alun tradisional ruang publik tersebut
terbagi menjadi tiga segmen yaitu kultur, kuasa dan kosmos. Dimana ketiga konsep tersebut
tercermin pada alun-alun Malang masa kini. Pada penelitian ini berusaha untuk menganalisa
karakter penandaan berupa teritorialitas ruang ketiga segmen tersebut. Harapannya ketika
pengguna mampu membaca dengan benar makna dari teritorialitas ruang dengan benar maka
konflik antar pengguna dalam memanfaatkan ruang dapat diminimalisir