Pusat Penerbitan LP2MPP Institut Seni Indonesia Denpasar bekerjasama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gianyar
Abstract
KATA PENGNATAR
Kabupaten Gianyar telah dikenal oleh masyarakat dunia baik
dalam maupun luar negeri sebagai daerah seni, termasuk di dalamnya
seni lukis, seni pertunjukan, seni patung, seni kria maupun seni tenun.
Gianyar juga memilki berbagai macam makan tradisional (kulimer)
dan yang paling khas aalah Babi Guling. Untuk membangkitkan dan
mengembangkan potensi seni yang ada, maka Pemerintah Kabupaten
Gianyar telah menjalin kerjasama dengan Insititut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar. Salah satu realisasi dari kerjasama itu dilakukan penulisan
buku dengan judul Sejarah Seni Pertunjukan Kabupaten Gianyar.
Penulisan buku ini dicanangkan dalam untuk menyongsong
ditetapkannya kota Gianyar sebagai Word Craf City (WCC). Untuk
menulis buku ini, semula kami sebagai tim penulis merasa sangat sulit
menyelasaikanya. Kesulitan utama adalah sumber karena, landasan
utama penulisan sejarah adalah sumber. Sumber tentang seni
pertunjukkan sangat langka, biasanya penulis sejarah seni pertunjukan
berpegang pada prasasti dan artefak. Sumber prasasti bisanya
mencantumkan secara singkat tentang jenis kesenian dan kebijakan
raja, sedangkan artefak hanya memberikan ilustrasi keberadaan seni
pertunjukan pada jaman Bali Kuna.
Kenyataanya seni pertunjukan hidup dan diwarisi di daerah
Gianyar mengandung makna sebagai pedoman prilaku, yang dapat
diliterasi melalui gerak simbolik yang ditampilkan dan cerita yang
digunakan. Melalui gerak dan cerita serta perubahan jiwa jaman sejarah
seni pertunjukan di Gianyar dapat jelaskan yang akhirnya penulisan
buku ini dapat diselesaikan. Penulis sangat menyadari bahwa penulisan
ini masih banyak yang perlu disempurnakan tetapi dapat dijadikan
petunjuk untuk menuliskan sejarah seni pertunjukan berikutnya. Oleh
karena itu, rasa bakti dan puji syukur kami aturkan kepada Ida
Sanghyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan jalan yang tak dapat dijelaskan untuk menyelesaikan buku
ini.
Penulisan bisa berjalan sesuai dengan harapan karena dibiaya
oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Gianyar, karena itu ucapan terima
kasih yang dari lubuk hati yang terdalam kami aturkan kepada Bapak
Bupati Gianyar, I Made Mahayastra, SST. Par. MAP. Ucapan terima
kasih juga kami aturkan kepada Bapak Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr.
I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum yang telah memberikan
semangat dan dorongan yang sangat kuat untuk menyelesaikan
penulisan ini. Kepada Ibu Ida Ayu Surya Mahayastra juga saya
ucapkan banyak terima kasih selaku Dewan Kerajinan Nasional
Kabupaten Gianyar yang telah memberikan semangat dan doringan
yang kuat dalam menyelesaikan penulisan buku ini. Kepada Bapak
Kepala BAPEDA daerah Kabupaten Gianyar, Kepala Dinas
Perindustrian dan Perdagangan kami ucapkan banyak terima kasih
karena telah berjuang dan bersusah payah memperlancar perjalanan
penulisan buku ini. Kepada berbagai pihak terutama rekan-rekan di ISI
Denpasar yang telah mendukung secara moral maupun tenaga juga
kami ucapkan banyak terima kasih.
Dalam kata pengantar ini perlu kami sampaikan bahwa
penulisan ini berpedoman pada asumsi sejarah berdasarkan perubahan
jiwa jaman. Setiap jaman akan menawarkan sistem budaya sebagai
landasan normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Landasan normatif
akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan jiwa jaman yang
berimplikasi pada munculnya seni pertunjukan. Perubahan landasan
normatif itulah dapat dijadikan landasan untuk menjelaskan
perkembangan seni pertunjukan dari masa lampau sampai ke masa kini.
Perubahan jiwa jaman akan merubah sistem budaya yang berimplikasi
pada perubahan kreavitas manusia dalam bidang seni pertunjukan.
Ketika keyakinan masyarakat Gianyar yang sangat kuat
terhadap roh gaib dapat mengganggu ketentraman masyarakat,
berimplikasi pada munculnya berbagai jenis seni pertunjukan sebagai
media pemujaan pada roh gaib. Jenis-jenis seni pertunjukan itu dapat
diasumsikan dengan munculnya berbagai jenis tari Sanghyang. Tari
Sanghyang merupakan tari kesurupan, dimana penarinya di rasuki
kekuatan gaib, sehingga dalam kitidak sadarnya mereka menari. Kata
hyang dalam masyarakat Bali dianalogikan dengan roh gaib, sehingga
tari Sanghyang adalah tari yang dimasuki roh gaib. Sebutan tari
Sanghyang dikaitan dengan roh yang memasukinya, sehingga ada tari
Sanghyang Dedari, Sanghyang Jaran, Sanghyang Kambing,
Sanghyang Celeng, Sanghyang Bojog, dll.
Dengan munculnya sistem kerajaan di Gianyar, maka sistem
budaya yang dilembagakan juga mengalami perubahan, sehingga
muncul dikotomi budaya yaitu budaya kerajaan dan budaya
kerakyatan. Sistem budaya ini berimplikasi pada ratu dan panjak (kaulagusti) yang pada prinsipnya bertujuan untuk menguatkan (legitimasi)
kekuasaan raja. Sistem budaya yang dilembagakan ini juga
berimplikasi pada munculnya berbagai jenis seni pertunjukan dengan
mengambil sumber cerita tentang kerajaan dan nilai moral keagamaan.
Seni pertunjukan itu dapat diasumsikan antara lain, Dramatari
Gambuh, Wayang Wong, Parwa, Arja dan Legong Keraton.
Perubahan jiwa jaman dari jaman kerajaan kejaman demokrasi,
muncul berbagai kreativitas seni pertunjukan yang mengarah pada
kebebasan berekpresi dan berinovasi. Dengan demikian maka muncul
berbagai jenis seni kreasi baru dan seni pertunjukan kontemporer,
sebagai hasil kemasan terhadap seni tradisi atau perpaduan antara
berbagai unsur seni yang datang dari luar.
Dengan selesainya penulisan buku ini akan dapat disadari
bahwa daerah Kabupaten Gianyar memiliki berbagai jenis seni
pertunjukan yang diwarisi dari jaman Bali Kuna sampai sekarang.
Pewarisan itu tidak hanya dalam bentuk pertunjukan tetapi fungsi dan
maknanya sebagai pembentuk karakter bangsa. Berbagai nilai
ditawarkan oleh seni pertunjukan yang dapat digunakan sebagai
pedoman prilaku dalam kehidupan masyarakat.
Gianyar, …………2019
Tim Penulis