Bahasa adalah alat komunikasi yang menyampaikan setiap perasaan penuturnya. Ia
bisa menyampaikan perasaan sayang, cinta, suka, benci, kecewa, bahkan marah. Sebagai
penutur multibahasa, orang Indonesia cenderung memilih untuk menyampaikan rasa marahnya
dalam bahasa ibu atau bahasa pertama mereka. Hal ini bisa jadi disebabkan bahwa marah
adalah rasa pribadi yang umumnya ditampakkan pada lingkungan pribadi. Pada lingkungan
ini, marah adalah rasa yang kompleks karena tak melulu memperlihatkan ketidaksukaan dan
ketidaksetujuaan, melainkan juga kepedulian serta rasa sayang, termasuk rasa sayang ibu
kepada anggota keluarganya. Marah bisa berbentuk tindakan apa saja, ada diam tanpa kata,
atau sebaliknya merepet dengan seribu kata. Merepet ini bisa dalam bentuk beleter. Beleter
merupakan cara marah yang lazim pada masyarakat Melayu Kalimantan Barat dan umumnya
dilakukan oleh para ibu. Beleter bisa dimulai dengan banyak berbicara secara terus menerus
sampai mengomel untuk menyampaikan rasa ketidaksukaan dan kekesalan terhadap sesuatu.
Ibu beleter biasanya disebabkan oleh kekecewaannya terhadap anggota keluarga, khususnya
anak. Anak yang kurang disiplin, kurang sigap, kurang peduli atau kurang kemauan untuk terus
maju dan berkembang bisa menjadi bahan leteran. Bahan leteran yang disebabkan
ketidaksamaan persepsi antara ibu dan anak menjadi media sebagai upaya dalam penyamaan
dan pembentukan nilai moral. Nilai moral warisan orangtua ibu diteruskan kepada anak yang
akan meneruskan kebiasaan suku dan mewariskan kembali nilai yang sama pada anaknya
kelak. Pengalihan nilai budaya ini sejatinya juga dilakukan dengan bahasa yang sama sebagai
wujud pemertahanan bahasa asli ditengah kegerusan bahasa ibu yang mestinya lebih dikuasai
oleh anak dibandingkan bahasa gaul yang hanya bersifat sementara