slides

Syibhul ‘Iddah bagi Laki-Laki: Studi Analisis Pendapat Wahbah Zuhaili

Abstract

‘Iddah adalah salah satu konsekuensi yang harus dijalani oleh perempuan setelah terjadinya perceraian, entah itu cerai karena talak, maupun cerai akibat kematian. Sebenarnya, pemberlakuan ‘iddah bagi perempuan setelah terjadi perceraian bukanlah syari’at murni yang ada dalam Islam. Pemberlakuan ‘iddah sudah ada sebelum datangnya agama Islam. Tetapi, penerapan ‘iddah yang bersamaan dengan ‘Ihdad sangatlah tidak manusiawi. Islam datang merubah praktek ‘iddah tersebut agar lebih adil bagi perempuan. Semakin berkembangnya zaman, peraturan ‘iddah yang hanya bagi perempuan dianggap memberiatkan dilihat dari sisi keadilan dan faktor psikologis perempuan itu sendiri sehingga ada wacana agar ‘iddah juga diterapkan kepada laki-laki. Sejatinya ‘iddah bagi laki-laki telah diperkenalkan oleh para ulama fiqih dalam literatur-literatur fiqih, walaupun hanya terbatas dalam dua keadaan. Oleh karena itu fiqih yang menjadi representasi dari hukum Islam ditinjau kembali untuk disinergikan dengan keadaan sosial masyarakat, ini sejalan dengan kaidah yang mengatakan perubahan hukum disebabkan berubahnya situasi dan kondisi. Adapun tujuan penelitian ini adalah adalah : 1) Untuk memahami pendapat para ulama fiqih tentang ‘iddah bagi laki-laki. 2) Untuk menjelaskan landasan hukum yang digunakan para ulama fiqih mengenai ‘iddah bagi laki-laki. 3) Untuk menjelaskan relevansi ‘iddah bagi laki-laki di masa kini. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah secara dokumentatif. Ada dua metode pendekatan yang penulis gunakan. Yang pertama adalah pendekatan sosio historis, yaitu sebuah proses yang meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala sosial, peristiwa ataupun gagasan yang timbul di masa lampau yang dilihat dari sisi sosiologisnya. Yang kedua adalah pendekatan feminisme, melalui pendekatan feminisme penulis menganalisis bahwa ada beberapa praktek ritual keagamaan yang menimbulkan ketidak adilan hak antara laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah konsep ‘iddah. Dimana praktek ‘iddah dianggap menyudutkan kaum perempuan, karena membatasi ruang gerak perempuan ketika sedang menjalani ‘iddah. Dalam menganalisa data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Fiqih Islam sebenarnya terdapat aturan tentang ‘iddah bagi laki-laki, walaupun hanya dalam dua kondisi, yaitu: Pertama, jika seorang laki-laki mencerai isterinya dengan talak raj’i lalu dia ingin menikah dengan perempuan yang semahram dengan isterinya, semisal saudara perempuan isteri, maka si laki-laki tidak boleh menikah dengan perempuan tersebut sampai masa ‘iddah isteri yang dicerai selesai. Kedua, jika seorang laki-laki memiliki empat isteri, lalu dia mencerai salah satu isterinya dan ingin menikah dengan perempuan yang kelima maka dia harus menunggu masa ‘iddah isteri yang dicerai selesai. Landasan hukum yang digunakan oleh para ulama adalah masalah keadilan dan karena adanya mani syar’i, yaitu adanya pembatasan seorang laki-laki untuk memiliki isteri tidak boleh lebih dari empat, dank arena dalam Islam haram mengumpulkan dua perempuan semahram dalam satu ikatan perkawinan

    Similar works