Pada dasarnya, orang tua berkewajiban menafkahi orang-orang yang berada di bawah tanggungjawabnya, termasuk di dalamnya istri dan anak-anak. Sebagaimana pernyataan Imam Taqiyuddin dalam kitab Kifayatu al- Akhyar; di samping kewajiban nafkah suami kepada istri atas dasar ikatan suami-istri, juga diwajibkan nafkah bagi masing-masing keluarga atas yang lain, karena satu sama lain merupakan bagian dan atas dasar kasih sayang. Nafkah itu diwajibkan atas kerabat karena perhubungan satu dengan yang lain, yaitu pokok dan cabangnya. Dengan demikian wajib atas anak memberi nafkah kepada orang tua dan seterusnya ke atas, dan wajib atas orang tua memberi nafkah kepada anak dan seterusnya ke bawah, karena sebab hubungan bapak dan anak, baik itu laki-laki atau perempuan, demikian juga antara ahli waris.
Walaupun demikian, jika sang ayah sebagai penanggung jawab nafkah atas anak itu tidak ada atau telah meninggal, kemudian terhadap siapakah kewajiban nafkah anak itu dibebankan? Pada prinsipnya kewajiban nafkah dengan sendirinya beralih kepada ibu kandungnya, karena hubungan nasab ibu dan anak sangat dekat. Tetapi tidak seperti yang demikian itu dalam perspektif Imam al-Syafi’i. Menurutnya kewajiban itu berpidah dari ayah kepada kakek. Dari sinilah, maka yang akan dijadikan sebagai perumusan masalah dalam karya ilmiah ini yaitu bagaimana pendapat Imam al-Syafi’i tentang Kewajiban Kakek Menafkahi Cucu sebagai Pengganti Ayah? Bagaimana metode istinbath hukum Imam al-Syafi’i tentang Kewajiban Kakek Menafkahi Cucu sebagai Pengganti Ayah?
Penyusunan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif (penelitian literatur), maka penelitian ini bersifat kualitatif. Data primer yang digunakan yaitu kitab karya Imam al-Syafi'i yang berjudul; al-Umm. Kemudian sebagai data sekunder, yaitu literatur lain yang relevan atau yang ada keterkaitan dengan judul skripsi ini. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik library research (penelitian kepustakaan). Dalam menganalisis peneliti menggunakan deskriptif analitis. Metode deskriptif analitis ini diterapkan dengan cara mendeskripsikan pendapat dan metode istinbat hukum Imam al-Syafi'i terhadap Kewajiban Kakek Menafkahi Cucu sebagai Pengganti Ayah.
Hasil penulisan menunjukkan bahwa Menurut Imam al-Syafi'i eksistensi kewajiban nafkah dalam kehidupan keluarga itu adalah sudah menjadi suatu kewajiban yang hakiki bagi seorang laki-laki sebagai ayah, bukan ibu. Dalam hubungannya dengan kewajiban kakek menafkahi cucu, Imam al-Syafi'i menggunakan metode istinbat hukum berupa qiyas yaitu meng-qiyaskan kewajiban kakek itu sebagaimana kewajiban suami atau ayah yang menafkahi istri atau ibu dan anak-anaknya. Atau dengan kata lain memang sudah menjadi kodrat seorang laki-laki (baik itu sebagai suami atau ayah) yang senantiasa bertanggung jawab menopang berlangsungnya kehidupan keluarga