Skripsi ini membahas tentang rangkaian fenomena sosial dan budaya
dalam suatu kalangan masyarakat yang bersinggungan dengan hadis. Studi
terhadap tradisi macam ini dalam ranah kajian hadis disebut dengan Living Hadis.
Adapun lokasi yang menjadi titik fokus penlitian ini ialah Pondok Pesantren
Nurul Jadid, yang beralamat di Desa Karanganyar, Kecamatan Paiton, Kabupaten
Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Selama bertahun-tahun, lembaga pendidikan
ini terus senantiasa mempraktekkan ritual tertentu dengan ibadah puasa sebagai
pijakan utama pada setiap tanggal 9 Dzulhijjah yang kemudian lebih dikenal
dengan istilah Puasa Arafah.
Dalam penelitan ini, fokus pembahasan lebih ditekankan pada penjelasan
tentang tujuan-tujuan yang dicanangkan oleh PP Nurul Jadid dengan mewajibkan
santrinya menunaikan Puasa Arafah dan makna Puasa Arafah bagi PP Nurul
Jadid. Metode yang digunakan dalam menelusuri kedua hal tersebut adalah
observasi ke lokasi pelaksanaan ritual dengan mengandalkan wawancara kepada
pihak-pihak terkait serta mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan
dengannya. Hasil yang diperoleh kemudian dianalisis secara interpretatif dengan
pendekatan sosiologis, hingga akhirnya dituliskan dalam skripsi ini secara
deskriptif-kualitatif.
Dengan menggunakan Teori Fungsionalis Emile Durkheim, ditemukanlah
tiga perkara yang menjadikan tradisi ini dapat terus bertahan. Rinciannya adalah
sebagai Tradisi Pesantren, Pemupuk Kepekaan Sosial, dan Penanam Nilai
Kebersamaan. Untuk poin pertama itu selaras dengan dua sila panca kesadaran
santri yang menjadi dasar dan prinsip bagi PP Nurul Jadid, yakni kesadaran
beragama dan kesadaran berilmu. Sedangkan poin kedua dan ketiga itu sejalan
dengan satu sila lainnya, yakni kesadaran bermasyarakat.
Bagian terpenting dalam pelaksanaan ritual ini adalah penyampaian
hikmah kepada para santri. Dengan menyadari hikmahnya rangkaian ibadah
mereka itu takkan berlalu begitu saja, tanpa perubahan apa-apa sebagaimana
tujuan pesantren yang tercantum dalam fungsi sosial di atas. Namun demikian,
tujuan-tujuan tersebut tercapai bukan hanya melalui tradisi ini. Ada kegiatankegiatan
pesantren lain yang bertujuan serupa, namun dengan teknis dan taktis
yang berbeda. Melalui serangkaian kegiatan tersebut kemudian para santri dapat
memperoleh hasil sebagaimana yang diharapkan oleh pondok pesantre