Artikel ini membuktikan skenario film sebagai sebuah karya sastra, dan membahas peran humor tokoh Nagabonar serta lelucon nilai-nilai perjuangan kemerdekaan dalam skenario film Nagabonar Karya Asrul Sani. Metode yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce dan telaah humor dalam perspektif psikologis. Hasil analisis yang didapatkan berdasarkan penelaahan secara struktur  dalam perspektif komunikasi teks, membuktikan bahwa skenario film merupakan sebuah karya tekstual yang dapat dikaji berdasarkan hakikat sebuah karya sastra. Dan analisis mengenai humor tercipta dan berperan sebagai respons atau mekanisme pertahanan diri pada tokoh Nagabonar, serta sebagai penjungkiran terhadap konsep dan logika stereotipe kepahlawanan di Indonesia. This article proves the film scenario as a literary work, and discusses the role of humor in Nagabonar characters and jokes about the values of the struggle for independence in Asrul Sani's Nagabonar film scenario. The method used is Charles Sanders Peirce's semiotics and the study of humor in a psychological perspective. The results of the analysis obtained based on structural analysis in the perspective of text communication prove that a film scenario is a textual work that can be studied based on the nature of a literary work. And an analysis of humor created and acting as a response or self-defense mechanism to the Nagabonar character, as well as a reversal of the concept and logic of stereotypes of heroism in Indonesia.Keywords: Nagabonar, Independence, HumorDOI Artikel: https://doi.org/10.23960/J-Simbol/v10i2.2022.1

Abidin, Mukhtar

Rama, Ratna Fauzi

English

J - SIMBOL (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)

  J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   122 PERAN HUMOR TOKOH NAGABONAR DALAM SKENARIO FILM NAGABONAR KARYA ASRUL SANI   Mukhtar Abidin1), Ratna Fauzi Rama2) email: mukhtarabidin34@gmail.com1), ratnadedi3137@gmail.com2) SMP Yasmida Ambarawa1), SMKN 1 Negerikaton Pesawaran2)   Abstrak Artikel ini membuktikan skenario film sebagai sebuah karya sastra, dan membahas peran humor tokoh Nagabonar serta lelucon nilai-nilai perjuangan kemerdekaan dalam skenario film Nagabonar Karya Asrul Sani. Metode yang digunakan adalah semiotika Charles Sanders Peirce dan telaah humor dalam perspektif psikologis. Hasil analisis yang didapatkan berdasarkan penelaahan secara struktur  dalam perspektif komunikasi teks, membuktikan bahwa skenario film merupakan sebuah karya tekstual yang dapat dikaji berdasarkan hakikat sebuah karya sastra. Dan analisis mengenai humor tercipta dan berperan sebagai respons atau mekanisme pertahanan diri pada tokoh Nagabonar, serta sebagai penjungkiran terhadap konsep dan logika stereotipe kepahlawanan di Indonesia. Kata kunci: Nagabonar, Kemerdekaan, Humor  Abstract This article proves the film scenario as a literary work, and discusses the role of humor in Nagabonar characters and jokes about the values of the struggle for independence in Asrul Sani's Nagabonar film scenario. The method used is Charles Sanders Peirce's semiotics and the study of humor in a psychological perspective. The results of the analysis obtained based on structural analysis in the perspective of text communication prove that a film scenario is a textual work that can be studied based on the nature of a literary work. And an analysis of humor created and acting as a response or self-defense mechanism to the Nagabonar character, as well as a reversal of the concept and logic of stereotypes of heroism in Indonesia. Keywords: Nagabonar, Independence, Humor  I. PENDAHULUAN Karya sastra sebagai sistem komunikasi terbentuk melalui aktivitas  bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa itu sendiri sebagai medium karya sastra yang telah dimodifikasi secara artivisial, yang mempunyai konvensi sebagai pencerminan lingkungan dan budaya masyarakat tertentu (sosio-kultural) fungsi karya sastra bukan saja memberikan kepuasan atau hiburan, melainkan juga memberikan percerahan kepada pembaca untuk menghayati kehidupan atau sebuah peristiwa dalam kehidupan. Seperti yang diungkapkan oleh aristoteles bahwa melaui sastra manusia dapat menemukan dirinya di samping kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan, dan filsafat.    J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   123 Karya sastra menjadi sebuah alternatif untuk menggambarkan berbagai fenomena kehidupan ketika berinteraksi dengan lingkungan. Melalui karya sastra pembaca tidak hanya diajak mengetahui, tetapi juga menyelami kejadian-kejadian yang disuguhkan di dalamnya.  Dengan demikian, karya sastra sebagai hasil imajinasi dan kreatifitas pengarang, lahir didalam sesuatu lingkungan sebagai refleksi terhadap gejala-gejala sosial danoleh pengarang kerya sastra tersebut dilesapka  kedalam aspek fiksional yang mempunyai nilai estetika. Jadi, dalam hal ini karya sastra tida hadir dalam kekosongan budaya (Teeuw dalam Pradopo, 1995:107).  Berdasarkan pemahaman di atas, karya sastra dengan berbagai genre-nya adalah refleksi kenyataan yang dikelola sebagai tanda, dan pemaknaan tanda-tanda tesebut dapat dilakukan oleh pembaca melalui proses penafsiran.  Sebagai wacana ambigu, karya sastra selalu terbuka bagi banyak penafsiran. Barthes mengatakan bahwa membaca adalah sebuah proses nominasi. Sebuah kegiatan yang mengupayakan transformasi semantis atas teks, transformasi yang selalu mengundang ketidakpastian. Tetapi salah satu proses penafsiran terhadap tanda-tanda yang muncul dalam karya sastra adalaha bagaimana pemaknaan tanda-tanda tersebut berhasil untuk ditampilkan kembali kepada pembaca.   Pemerolehan makna atas karya sastra baru akan tercapai jika karya sastra tersebut dipahami dan dinilai secara utuh atas dasar pemahaman tempat dan fungsi unsur-unsur itu dalam keseluruhan teks (Pradopo, 1995: 141).  II. METODE Metode semiotika Peirce yang salah satunya adalah membedakan hubungan tanda dengan denotatumnya, yaitu ikon, jika ia berupa hubungan kemiripan, simbol, jika ia berupa hubungan yang sudah terbentuk secara konvensi, dan indeks, jika ia berupa hubungan kedekatan eksistensi, merupakan metode yang paling mendasar. Karenanya, dengan pembagian ikon-indeks-simbol menjadi tiga cara kerja tanda ditampilkan secara paling nyata (Zoest, 1993: 26).  Setelah menggunakan cara kerja dan perangkat metode yang ditawarkan semiotika Peirce, penulis kemudian melakukan telaah humor berdasarkan jenis-jenis humor dari berbagai acuan, dan studi pustaka mengenai budaya masyarakat Batak yang fungsinya sebagai pijakan atau titik tolak ketika   J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   124 mengalisis peran-peran humor tokoh Nagabonar dalam skenario film Nagabonar, juga dilakukan dengan studi pustaka mengenai sejarah milter Indonesia sebagai alat bantu menelaah lelucon nilai-nilai perjuangan dalam skenario film Nagabonar.  Penulis sengaja memilih metode semiotika peirce dan telaah humor tersebut yang diharapkan dapat mengantarkan penafsiran makna yang terkandung dalam  skenario film Nagabonar.  III. HASIL DAN PEMBAHASAN Peran Humor Tokoh Nagabonar dalam Skenario Film Nagabonar Penelaahan mengenai tokoh-tokoh dalam skenario film Nagabonar melaui teks samping dan teks utama dialog. Dialog dari tokoh merupakan faktor yang amat menentukan untuk mengenali sang tokoh seperti yang dikatakan Veltrusky (via Esten, 1992:147) bahwa tidak saja latar tempat ia berada, tetapi si tokoh itu sendiri, mental, maksud, pengetahuan, yang berkaitan dengan dialog, relasi kebersamaan mereka, ketegangan-ketegangan antarmereka, atau yang secara pendek bisa disebut situasi psikologis.  Kempat belas tokoh yang hadir dalam skenario film Nagabonar saling terkait satu sama lain atau saling mempengaruhi dalam peristiwa-peristiwa yang tampak, terutama Nagabonar yang berelasi dengan tokoh-tokoh lain yang selalu hadir dan menentukan dalam setiap peristiwanya.  Nagabonar kunci sebagai tokoh dalam konflik-konflik yang tampak dalam skenario film NB tersebut, menjadi acuan dalam menganalisis peran-peran humor yang dilakukan olehnya atau yang tercipta dalam relasi dengan tokoh-tokoh lain ketika peristiwa dan konflik terjadi.  Menurut Subita (1992: 9) bahwa humor sebagai suatu bentuk komunikasi yang di dalamnya terdapat sesuatu stimulus pada suatu tingkat kompleksitas  yang tinggi menghasilkan respons yang teramalkan dan dan tiruan pada tingkat refleks psikologis.  Dengan demikian, penelaahan terhadap peran-peran humor  pada tokoh Nagabonar yaitu untuk mengetahui fungsi dari penciptaan humor tersebut pada situasi psikologis maupun konflik.  Untuk mengetahui peran humor Nagabonar dalam relasi dengan tokoh lain, penulis akan memaparkan sedikit pada tokoh-tokoh lawan dialognya yang mempengaruhi dalam konflik yang dibangun. Adapun tokoh relasinya tersebut yaitu Bujang, Likman,   J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   125 Kirana, Ibu Nagabonar,Mariam, Nurdin Pohan. Berikut contoh relasi Nagabonar dengan beberapa tokoh tersebut Relasi Tokoh Nagabonar dengan Bujang Hubungan tokoh Bujang dan Nagabonar mulai diperkenalkan pada awal cerita (hal.1) ketika kemerdekaan Indonesia baru diproklamasikan, mereka baru saja keluar dari penjara. Keduanya masuk penjara karena latar belakang yang berbeda. Nagabonar masuk penjara karena kedapatan telah mencopet, sedangkan Bujang masuk penjara karena keinginannya untuk ikut Nagabonar dan agar mendapatkan makan gratis. Perhatikan kutipan dialog di bawah ini:  EXT.-DEPAN RUMAH KIRANA- SIANG NAGABONAR Betul-betul.jangankan kopral sedangkan jendral juga mati. Tapi yang kusedihkan Itu bukan kopral mati. Itu cuma bikinan si Lukman. Tapi karena si Bujang. Aku Sudah bilang sama dia. Jangan bertempur. Dia bertempur juga. Itulah! Sekarang dimakan cacing dia. KIRANA “Sudah begitu suratan tangannya. Mau apa kita? NAGABONAR Itu pun betul juga. Tapi kini aku sendiri. Dialah dialah kawan yang paling setia Kalau aku masuk penjara dulu, dia ikut masuk, biarpun dia tidak ikut tertangkap. Sebab dalam penjara makanan tak usah dibayar. Sekarang, habis… (hal.75)  Pada sekuen pertama awal cerita, dihadirkan Nagabonar dan Bujang sebagai pengenalan dalam relasi tokoh antar mereka. Bujang dan Nagabonar menonton pergantian kawal di sebuah penjara yang baru saja mereka tinggalkan. Dialog mereka menjadi awal terciptanya humor atau pencapaian efek tawa bagi pembaca. EXT.- SEBUAH POS PENJAGAAN TENTARA JEPANG DI MEDAN-SIANG BUJANG Enak juga jadi serdadu bang. Makan dapat, rokok dapat. Kerja takada. NAGABONAR Siapa bilang? Kita lebih enak. Takada yang memerintah kau mau prei makan sekali-sekali masuk penjara. (hal. 1)  Kutipan dialog di atas memperlihatkan bagaimana Nagabonar melakukan respons humor terhadap cakapan Bujang. Baginya profesi sebagai pencopet lebih enak. Nagabonar menganggap bahwa penjara bukan hal yang tabu, tetapi tempat yang menguntungkan untuk mendapatkan makan gratis. Dengan demikian, pembaca akan menangkap  suasana terciptanya humor atau efek tawa dengan penciptaan sebuah ironi, sebagaimana Nagabonar memperdayai pola pikir Bujang.  Humor yang tercipta atas tindakan atau respons berupa cakapan yang dilakukan Nagabonar  di atas merupakan elemen pembebasan yang ditandai oleh  kemenangan   J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   126 ego Nagabonar dalam menanggapi kenyataan yang sebetulnya merugikan, yaitu dengan mencoba untuk membebaskan pola pikir Bujang terhadap status sosial yang mapan, walaupun ia sendiri menyadari bahwa ia dan Bujang merupakan tikus-tikus masyarakat seperti yang dijelaskan dalam dialog selanjutnya berikut: NAGABONAR Hari besar rupanya. BUJANG Apa mungkin karena hari ini kita keluar penjara? NAGABONAR Tikus-tikus macam kita siapa pula yang perduli. Kita cari bang Pohan. Kalau dia tak tahu, tak ada lagi orang di Medan ini yang tahu. (Hal.2)  Bujang bukan saja sahabat yang mengikuti jalan Nagabonar, tetapi ia pun sebagai seorang sahabat yang selalu tampak hadir untuk membantu masalah-masalah yang dihadapi Nagabonar hal 4-5).  Kemudian Bujang pun setia kepada Nagabonar untuk ikut dalam peristiwa peperangan. Ia hanya bertugas membawa bangku kecil sebagai tempat duduk Nagabonar ketika berperang dan menghunus pedang samurai mikik Nagabonar yang terlalu panjang hingga Nagabonar sendiri tidak mampu melakukannya sendiri hal. 10 dan 21).  Tetap pada peristiwa selanjutnya, peristiwa pembagian pangkat antara Nagabonar, Bujang, Lukman, Bejo, dan Murad yang dipersiapkan untuk menghadapi perundingan dengan pihak Belanda tentang penentuan garis demarkasi inilah yang menjadi inti konflik dalam relasi sosial antara Nagabobar dan Bujang. INT.- BERANDA MALAM Bujang keluar beranda lalu berdiri dekat tiang. Nagabonar datang. NAGABONAR Muka kau sedih, Jang. Kenapa? BUJANG Kecewa bang. NAGABONAR Kenapa? BUJANG Masa abang tak tahu. Tak kukira abang begitu sampai hati. NAGABONAR Apa pula salahku? BUJANG Aku dibikin orang tu jadi kopral, abang diam saja. NAGABONAR Bagaimana aku mendebat si Lukman. Dia anak HBS,awak sekolah bambu pun tak tamat. BUJANG Abang harus coba NAGABONAR Sudah kucoba sekali. Diturunkan orang tu pangkatku dari marsekal jadi jenderal. Kalau kucoba lagi, tak tahulah aku apa jadinya aku. Kopral pun tak dapat kukira. BUJANG Kalau begitu aku betul betul kecewa.   (hal. 31-32)  Penggalan peristiwa di atas menjelaskan kekecewaan Bujang terhadap Nagabonar atas pangkat yang diterianya. Ia merasa tidak   J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   127 puas dengan pangkat kopral dan meminta Nagabonar, sebagai kawan dekat dan seorang yang berposisi penting di antara kawan-kawannya, untuk mendebat lukman agar dinaikkan pangkatnya menjadi wakil jenderal (hal.33) di sini, Bujang yang mempunyai daya tawar kepada Nagabonar, tidak seperti sebelumnya Nagabonar yang mempunyai daya tawar kepada Bujang.  Lelucon Nilai-Nilai Perjuangan Kemerdekaan dalam Skenario Film Nagabonar. Humor atau pencapaian efek tawa yang tercipta dalam skenario film Nagabonar tidak hanya terjadi karena peran dan karakter Nagabonar dengan tokoh-tokoh lain ketika konflik-konflik yang terbangun di antara mereka. Tetapi juga humor dan pencapaian efek tawa dalam skenario film Nagabonar terbangun karena permainan-permainan logika yang menyindir sebuah kenyataan nilai-nilai perjuangan pada masa kemerdekaan Indonesia.  Skenario Nagabonar dimaksudkan sebagai komedi yang menyindir pemujaan pada para pahlawan. Adalah kenyataan, tidak semua pejuang revolusi fisik adalah prajurit murni, banyak yang hanya terbawa oleh keadaan-termasuk para pencopet.kenyataan macam ini, memang adalah suatu peluang untuk komedi, di mana kepahlawanan itu bisa menjadi bahan tertawaan(Ajidarma,2000: 182).  Kelucuan skenario film Nagabonar dibangun melalui hal-hal yang serius  yang menjadi kekonyolan yang sungguh menggelikan atau disebut dengan humor burlesque yaitu teknik humor dengan memperlakukan lelucon atau hal-hal yang seenaknya menjadi serius atau hal-hal yang serius diperlakukan secara seenaknya.  Dengan teknik humor tersebut, humor-humor yang terbangun di dalam skenario film Nagabonar tersebut menjadi sebuah humor satire, yang mengandung kritik tentang kelemahan manusia dengan tujuan agar diadakan perbaikan secara etis maupun estestis.  IV. SIMPULAN Skenario film merupakan bahan baru dalam ranah penelitian kesusastraan. Karya fiksi tekstual tersebut sebagai rancang bangun sebuah film, memiliki kriteria yaitu kriteria fungsional dan subtansial. Pada kreteria subtansial tersebut, skenario film sebagai sebuah teks mandiri mengandung muatan teterer yang dapat memberikan pengalaman dan intelektual kepada pembaca. Dengan demikian, skenario film dalam perspektif komunikasi teks memenuhi ‘syarat’ sebagai   J-Simbol: Vol. 10, No. 2 September 2022 Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Lampung url: http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/index Halaman: 122—128   128 sebuah karya sastra yang mengaktualisasikan perangkat-perangkat konvensi, baik sastra, budaya, dan bahasa.  Selain melaui sudut pandang  komunikasi teks, pembuktian terhadap skenario film sebagai sebuah karya sastra, diposisikan mempunyai kesamaan bentuk fisik dengan naskah drama, sebagai analisis teks dilakukan melalui dialog sebagai teks utama(hauptext) dan teks samping(nebentext).  Oleh karena itu, analisis skenario film seperti yang dilakukan dalam artikel ini menjadi upaya serius untuk mendapatkan pemaknaan dalam realitas sosial-budaya pengarang maupun pembaca.        DAFTAR PUSTAKA Ajidarma, Seno Gumira. 2000. Layar Kata: Menengok 20 Skenario Pemenang Citra Festifal Film Indonesia 1973-1992. Yogyakarta: Bentang.   Audrieth, Anthony L.2004. Manajemen Humor “The Art of Using Humour in Public Speaking” Seni Berhumor dalam Pidato dan Pergaulan Anda. Yogyakarta:Sujana.  Esten, Mursal. 1992. Tradisi dan Modernitas dalam Sandiwara. Jakarta: Intermasa.  Pradopo, Sri Widati, dkk.1987. Humor dalam Sastra Jawa Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.  Pradopo, Rahmat Djoko.1995. Beberapa Teori Sastra, Metode,Kritik, dan Penerapanya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.  Santosa, Puji.1993. Rancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.  Subita.1992. Bahasan Humor. Jakarta: Gada Perkasa.  Van Zoest, Aart.1993. Semiotika. Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.   

PERAN HUMOR TOKOH NAGABONAR DALAM SKENARIO FILM NAGABONAR KARYA ASRUL SANI

http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/BINDO/article/download/26704/16547

PERAN HUMOR TOKOH NAGABONAR DALAM SKENARIO FILM NAGABONAR KARYA ASRUL SANI

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

J - SIMBOL (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya)