Hak asuh anak merupakan suatu kewajiban orang tua untuk memberikan pelayanan, melindungi, mendidik, dan mengasuh anak hingga dewasa, baik dalam masa ikatan perkawinan atau orangtua yang sudah cerai atau putus perkawinan. Hak Asuh Anak jika Bercerai Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, meski telah bercerai,&nbsp;mantan suami dan istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka berdasarkan kepentingan anak. Kewajiban ini berlaku sampai anak itu menikah atau dapat berdiri sendiri. Hak asuh anak diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Anak yang menjadi korban perceraian mendapatkan perlindungan hukum yaitu perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan hak-hak asasi yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum

Rahayu, Dwi Margi

English

Universitas Muhammadiyah Purworejo: OJS

 Eksaminasi: Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2022) pp. 147-154   147 Akibat Hukum Perceraian Terhadap Perlindungan Hak Asuh Anak (Studi Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr)  Dwi Margi Rahayu Universitas Muhammadiyah Purworejo, Purworejo, Indonesia *email: dwimargi123@gmail.com   History Abstrak       Submitted: 15 Oktober 2022 Revised: 23 November 2022 Accepted: 2 Desember 2022 Hak asuh anak merupakan suatu kewajiban orang tua untuk memberikan pelayanan, melindungi, mendidik, dan mengasuh anak hingga dewasa, baik dalam masa ikatan perkawinan atau orangtua yang sudah cerai atau putus perkawinan. Hak Asuh Anak jika Bercerai Mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, meski telah bercerai, mantan suami dan istri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka berdasarkan kepentingan anak. Kewajiban ini berlaku sampai anak itu menikah atau dapat berdiri sendiri. Hak asuh anak diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Anak yang menjadi korban perceraian mendapatkan perlindungan hukum yaitu perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan hak-hak asasi yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum. Kata Kunci: Perlindungan Hukum; Hak Asuh Anak; Percerain. Abstract Child custody is an obligation of parents to provide services, protect, educate, and take care of children to adulthood, both during the marital bond or parents who are divorced or divorced. Child Custody in case of Divorce Referring to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage, even though they are divorced, ex-husband and wife are still obliged to maintain and educate their children based on the interests of the child. This obligation is valid until the child is married or can stand alone. Child custody rights are regulated in Article 14 of Law Number 23 of 2002. Children who are victims of divorce receive legal protection, namely protection of their dignity and rights, as well as recognition of human rights possessed by legal subjects based on legal provisions. Keywords: Legal Protection; Child Custody; Divorce  PENDAHULUAN Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami isteri. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) bahwa Perkawinan  Eksaminasi: Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)  148  sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama[1]. Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke Tuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting. Perceraian adalah putusnya ikatan perkawinan antara suami isteri dengan keputusan pengadilan dan ada cukup alasan bahwa diantara suami isteri tidak akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri[2]. Hal ini terdapat dalam Pasal 39 UU Perkawinan. Putusnya suatu perkawinan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka akan ada Akibat Hukum yang mengikutinya, salah satunya adalah mengenai Hak Asuh atas anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Hak asuh anak merupakan suatu kewajiban orangtua untuk memberikan pelayanan, melindungi, mendidik, dan mengasuh anak hingga dewasa, baik dalam masa ikatan perkawinan atau orangtua yang sudah cerai atau putus perkawinan. Hak asuh anak ini telah diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU PA). Salah satu perkara perceraian terdapat dalam Putusan Pengadilan Agama Purworejo Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr, kasus perceraian yang terjadi mengakibatkan anak-anak menjadi korban terutama jika anak tersebut masih berada dibawah umur merawat dan mendidik seseorang yang di bawah umur. Otomatis harus lah ada yang memenangkan hak asuh anak (hadhanah). Secara terminologis hadhanah yaitu belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri[3]. Mengacu pada bunyi Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan di atas mengindikasikan bahwa kasih sayang orangtua terhadap anak tidak boleh diputus ataupun dihalang-halangi. Adanya penguasaan anak secara formil oleh salah satu pihak pada hakikatnya untuk mengakhiri sengketa perebutan anak. Apabila sengketa itu tidak diputus di pengadilan, akan menjadi berlarut-larut sehingga dampaknya anak menjadi korban, walaupun harus diakui juga bahwa banyak sekali yang tidak mempersoalkan hak asuh anak setelah proses perceraian karena keduanya sepakat mengasuh dan mendidik anak bersama-sama. Eksaminasi: Jurnal Hukum   Vol. 2No. 2 (2022)     149  METODE PENELITIAN Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian atas aturan-aturan perundangan[4]. Data Primer diperoleh dari Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Data Sekunder diperoleh melalui buku teks, kamus hukum, junal hukum, dan komentar atas putusan pengadilan yang diteliti oleh penulis.  Pengumpulan Data dilakukan dengan studi kepustakaan dan di lengkapi dengan wawancara. Metode Analisis Data yang digunakan adalah kualitatif. PEMBAHASAN 1. Akibat Hukum Perceraian Terhadap Perlindungan Hak Asuh Anak (Studi Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr) Perceraian menimbulkan berbagai akibat hukum tersebut diantaranya terhadap anak, harta bersama, dan lain-lain. Salah satu perkara perceraian dengan berakibat hukum terhadap perlindungan hak asuh anak adalah Perkara Nomor: 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr, Perkara tersebut dampak atau akibatnya terhadap anak yaitu kurangnya kasih sayang yang diberikan oleh orangtua yang telah bercerai. Nafkah yang tidak terpenuhi seperti yang seharusnya. Hak-hak anak yang tidak didapatkan oleh anak, dan kewajiban orangtua yang tidak dilakukan untuk memenuhi hak-hak anak. 1.1. Terhadap Hak Asuh Anak Akibat hukum perceraian menurut UU Perkawinan salah satunya adalah terhadap hak asuh anak atau dapat disebut kuasa asuh. Kuasa asuh adalah kekuasaan orangtua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi dan menumbuh kembangkan anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan kemampuan bakat dan minatnya berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (11) UU PA. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Ibu Arti Lestari binti Tumino selaku Penggugat bahwa selama pernikahan anak-anak mereka lebih dekat kepada ibunya, dikarenakan sang ayah tidak meberikan nafkah dan perhatiannya terhadap anak-anaknya[5]. Tergugat tidak  Eksaminasi: Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)  150  memberikan perhatian yang cukup untuk anaknya, Tergugat juga tidak perhatian terhadap anak-anaknya, akibatnya anak –anak tidak dekat dengan ayahnya. Dalam perkara ini anak lebih nyaman tinggal dan ikut bersama Penggugat dibandingkan dengan Tergugat, dan faktor pendukung hak asuh anak jatuh kepada Pengnggugat yaitu anak belum mumayyiz atau masih dibawah usia 12 Tahun. Akibat hukum perceraian terhadap perlindungan hak asuh anak juga diatur pada Pasal 41 UU Perkawinan, akibat hukum terhadap anak apabila ada perceraian, maka baik ibu atau ayah kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak, semata-mata berdasarkan kepentingan anak dan jika ada kesepakatan mengenai kepemilikan anak-anak, maka Pengadilan akan memberi keputusannya. Ayah bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak. Jika sang ayah dalam kenyataan ternyata tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut menanggung biaya tersebut. Selain itu Pengadilan dapat mewajibkan mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi mantan istri. Setelah perceraian, anak dapat berada di bawah pemeliharaan ayah atau Ibu, maka yang menjamin jumlah biaya pemeliharaan dan pendidikan anak. Mengenai besaran jumlah biaya yang ditentukan atas dasar kebutuhan anak dan ketentuannya disesuaikan dengan keadaan ekonomi ayah. Bila ayah kuat ekonominya maka ia wajib memberikan biaya sesuai dengan kebutuhan anak. Sebaliknya bila ayah kesulitan ekonomi maka ibu juga wajib membiayai anak. Berdasarkan Putusan Pengadilan Agama Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr salah satu dampak yang terjadi terhadap anak akibat perceraian orangtua ialah, hak asuh anak tersebut. Terkadang orangtua yang bercerai tidak memikirkan anaknya, baik itu hak asuh anak tersebut atau masa depan anak itu nantinya. Apakah nantinya anak tersebut hak asuhnya jatuh kepada ibunya atau ayahnya. Dan dalam Putusan Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr hak asuh anak tersebut jatuh kepada Penggugat selaku ibu kandung dari anak tersebut. Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr bahwa terdapat konsistensi, harmonisasi, sistematisasi, dan sinkronisasi yang kuat di antara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Eksaminasi: Jurnal Hukum   Vol. 2No. 2 (2022)     151  Perlindungan Anak dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya berkaitan dengan perspektif kekuasaan orangtua terhadap anak pasca perceraian. 1.2. Pertimbangan Hukum Hakim Adapun yang menjadi inti pertimbangan hukum hakim terhadap alasan–alasan yang sah dari putusnya perkawinan akibat perceraian pada Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr ini adalah Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1975. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, putusnya perkawinan pada Perkara Putusan Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr ini didasarkan pada Pasal 19 Huruf (f), bahwa Penggugat mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat dengan alasan antara Penggugat dengan Tergugat tidak lagi dapat hidup dalam rumah tangga secara rukun dan harmonis karena telah terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus menerus yang disebabkan masalah ekonomi kurang kemudian Tergugat pulang kerumah orangtuanya. Akibatnya Penggugat dan Tergugat pisah rumah selama 3 tahun tanpa komunikasi. Majelis Hakim berpendapat bahwa Penggugat dan Tergugat dalam membina rumah tangga telah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dan sudah tidak dapat kesejahteraan lahir dan bathin serta sulit pula diharapkan untuk hidup rukun damai kembali sebagai suami isteri yang penuh cinta kasih sebagaimana diharapkan oleh Al-Qur’an Ayat 21 Surat Ar-Rum, Pasal 1 UU Perkawinan, dan Pasal 3 KHI. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka telah ternyata gugatan Penggugat terbukti beralasan hukum sesuai ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 116 huruf (f) KHI. Bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dan dengan mengingat ketentuan Pasal 119 ayat (2) huruf c KHI maka gugatan Penggugat telah dapat di kabulkan dengan menjatuhkan talak satu bain sughra Tergugat kepada Penggugat. Hakim Pengadilan Agama Purworejo dalam Perkara Putusan Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr menggunakan KHI dalam pemutusan pemegang hak asuh anak. Berdasarkan Pasal 105 huruf (a) pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Berdasarkan bukti P.3 dan P.4 anak-anak tersebut belum mumayyiz atau belum berusia 12 tahun. Bahwa anak-anak terseut selama ini telah ikut penggugat, sehingga lebih dekat dengan ibunya (Penggugat). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka  Eksaminasi: Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)  152  gugatan Penggugat tentang hak asuh kedua orang anak tersebut ada pada Penggugat patut dikabulkan. 2. Perlindungan Hak Asuh Anak setelah Terjadinya Perceraian Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Maka dapat dipahami bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi[6]. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera[7]. Perlindungan anak pasca perceraian tidak hanya sebatas telah terpenuhinya ketentuan Undang-undang. Sepanjang orangtua yang telah bercerai dengan sadar dan beritikad baik mau menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang ada, masalah yang ditimbulkan oleh perceraian, terutama masalah anak, akan dapat diminimalkan. Masalah hak asuh anak juga menjadi sengketa pada Putusan Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr. Pada pokok perkara putusan tersebut antara Penggugat dan Tergugat sudah pisah rumah selama 3 tahun, antara keduanya tidak ada kecocokan lagi, sudah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran, dan walaupun telah diusahakan perdamaian akan tetapi tidak berhasil, maka keadaan tersebut merupakan bukti rumah tangga yang berantakan, tidak harmonis lagi, dan tidak akan bisa mencapai tujuan perkawinan untuk membentuk rumah tangga/keluarga yang bahagia dan kekal sebagaimana Pasal 1 UU Perkawinan, dan atau keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana Pasal 3 KHI. Majelis Hakim dalam Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr Menghukum Tergugat unruk membayar nafkah kedua orang anak minimal setiap bulan Rp 500.000,- ( lima rartus ribu rupiah ) hingga anakdewasa dengan kenaikan 10% setiap tahun. Namun dalam kenyataanya dari hasil wawancara penulis kepada Penggugat selaku ibu kandung dan yang memegang hak asuh terhadap anak tersebut, bahwa Tergugat selaku ayah kandung anak tersebut Eksaminasi: Jurnal Hukum   Vol. 2No. 2 (2022)     153  tidak sama sekali memberikan nafkah kepada anaknya sesuai dengan Putusan Majelis Hakim tesebut. Selama ini Penggugatlah yang membiyayai kehidupan dari kedua anak tersebut dan Tergugat lepas nggung jawab atas kehidupan anak-anak mereka. Terdapat hak yang lebih penting diberikan oleh kedua orangtua, yakni hak akan kasih sayang. Kasih sayang sebagai hak yang utama serta sebagai pondasi guna mendidik dan memberi pengalaman hidup kepada anak. Bagaimana mungkin hak-hak lain akan diberikan jika tidak diberikan kasih sayang yang penuh. Berdasarkan Pasal 104, 105 dan 106 yang tercantum dalam KHI nampak jelas, bahwa kepada orangtua dibebankan tanggung jawab terhadap anak-anaknya meskipun telah terjadinya perceraian antara kedua orangtuanya. Tidak ada alasan untuk tidak memikirkan hak asuh anak setelah terjadinya perceraian, karena orangtua bertanggung jawab atas anaknya. KESIMPULAN Hak asuh anak akibat putusannya perkawinan karena perceraian berdasarkan Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr hakim setelah membaca dan mempertimbangkan dengan didukung beberapa alat bukti surat dan keterangan saksi, bahwa hakim Pengadilan Agama Purworejo memutus hak asuh anak berada pada Ibunya. Dasar Pertimbangan hakim dalam memutuskan Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr, dengan menjatuhkan hak asuh anak kepada ibunya (Penggugat) karena terbukti antara Penggugat dan Tergugat telah pisah tempat tinggal selama 3 tahun tanpa komunikasi, dan anak mereka dibawah pengasuhan Penggugat selaku ibunya. Tentang pelimpahan hak asuh anak dibawah umur yang diatur dalam Undang-Undang adalah diatur didalam Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa orangtua berkewajiban memelihara dan mendidik anak sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, dan kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan kedua orangtua putus. DAFTAR PUSTAKA [1] S. Indrawati, A. B. Santosa, and A. R. Sasmita, “Edukasi Kepada Masyarakat Tentang Tata Cara Permohonan Dispensasi Kawin sebagai Upaya Perlindungan Hukum Perkawinan Dibawah Umur,” Surya Abdimas, vol. 5, no. 3, pp. 199–204, 2021, doi: 10.37729/abdimas.v5i3.994. [2] A. Saputra and M. T. Mulyana, “Pelaksanaan Hak Asuh Anak atas  Eksaminasi: Jurnal Hukum Vol. 2 No. 2 (2022)  154  Penetapan Pengadilan yang Berkekuatan Hukum Tetap Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak,” De Junto Delicto, vol. 2, no. 1, pp. 1–13, 2022. [3] U. Khair, “Pelaksanaan Hak Asuh Anak Setelah Terjadinya Perceraian,” JCH (Jurnal Cendekia Hukum), vol. 5, no. 2, p. 291, 2020, doi: 10.33760/jch.v5i2.231. [4] S. Soekanto and S. Mamuji, Normative Legal Research. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. [5] S. K. W. Amnesti and S. Indrawati, “Peningkatan Kesadaran Hukum dalam Pemenuhan dan Perlindungan Hak-Hak Perempuan dan Anak di Kabupaten Kebumen,” Borobudur J. Leg. Serv., vol. 1, no. 2, pp. 59–64, 2020, doi: 10.31603/bjls.v1i2.4176. [6] N. L. Fitri, “Eksekusi Hak Asuh Anak di Dua Wilayah Yuridiksi Prespektif Undang-Undang Perlindungan Anak No 35 tahun 2014 (Studi Putusan Nomor 1813/Pdt. G/PA. Kab …,” Sakina J. Fam. Stud., vol. 3, no. 1, 2019. [7] Y. F. Tuwondila, “Tinjauan Hukum Hak Orang Tua Atas Hak Asuh Anak Setelah Perceraian Dilihat Dari Undang-Undang Perlindungan Anak (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002),” Lex Soc., vol. 4, no. 2.1, pp. 111–117, 2016.   This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License  

Akibat Hukum Perceraian Terhadap Perlindungan Hak Asuh Anak (Studi Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr)

https://jurnal.umpwr.ac.id/index.php/eksaminasi/article/download/2635/1448

Akibat Hukum Perceraian Terhadap Perlindungan Hak Asuh Anak (Studi Putusan Perkara Nomor 264/Pdt.G/2020/PA.Pwr)

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

Universitas Muhammadiyah Purworejo: OJS