Identifikasi Gen Penyandi Percabangan pada Dua galur Kenaf Hasil Mutasi dengan Ethyl Methane Sulfonate (EMS) dan Mekanismenya dalam Pengontrolan Pembentukan cabang

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan jumlah dan perilaku gen, serta mekanisme dalam mengontrol percabangan mutan kenaf hasil perlakuan Ethyl Methane Sulfonate (EMS) melalui teknik persilangan, fisiologi dan molekuler. Galur murni tipe percabangan basal disilangkan dengan galur murni tipe percabangan apikal. Turunan pertama (Fl) dari persilangan tersebut diamati. Secara garis besar terdapat paling tidak 3 kemungkinan yang terjadi yaitu : 1. Bila ada satu gen (tipe percabangan yang satu adalah merupakan alel tipe yang lainnya) dan hubungan antar alelnya dominan penuh , maka Fl hasil persilangan hanya memunculkan 1 sifat bercabang saja yaitu yang lebih dominan, dan F2 akan terdiri dua tipe cabang tersebut dengan perbandingan 3:1. 2. Bila ada 2 gen dan keduanya dominan penuh maka Fl berfenotip gabungan antara percabangan basal dan apikal, F2 akan bersegregasi dengan rasio 9 tanaman bertipe cabang gabungan: 3 tanaman bertipe cabang basal : 3 tanaman bertipe cabang apikal : 1 tanaman tidak bercabang. 3. Bila kedua tipe percabangan dikontrol oleh 2 alel resesif maka Fl adalah tipe tidak bercabang dan F2 bersegregasi menjadi 9 tidak bercabang : 3 tanaman bertipe cabang basal : 3 tanaman bertipe cabang apikal : 1 tanaman tipe bercabang gabungan. Persilangan antara dua tipe percabangan ini telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Arumingtyas, tidak dipublikasikan), sehingga pada penelitian ini akan dilakukan penanaman Fl yang selanjutnya dibiarkan selfing (penyerbukan sendiri) untuk mendapatkan F2 untuk dilihat pola segregasinya. Identifikasi sekuen gen cabang secara molekuler dilakukan PCR dengan berbagai primer cabang dan dilanjutkan dengan sekuensing untuk menentukan sekuen gen cabang tersebut. Isolasi DNA dilakukan menggunakan metode Doyle dan Doyle (1987), menggunakan bahan tanaman biji dan daun muda. Penggunaan biji dimaksudkan untuk menjajagi kemungkinan deteksi lebih dini terhadap gen percabangan. PCR menggunakan 5 pasang primer, yang terdiri dari 4 primer spesifik yang diturunkan dari sekuen gen percabangan AUX1, AXR1 dari Arabidopsis thaliana, RMS1 dari Pisum sativum, dan Ls dari Lycopersicum esculentum, serta 1 pasang primer degenerate yang diturunkan dari sekuen yang terkonservasi dari gen-gen LAS, Ls dan Moc. Program yang digunakan 1 menit denaturasi pada suhu 93 °C, 30 detik annealing pada 56 °C, 1 menit ekstensi pada suhu 72 °C, sebanyak 35 siklus. Pemanasan awal dilakukan selama 1 menit pada suhu 93 °C, dan fase pemanjangan terakhir dilakukan selama 10 menit pada suhu 72 °C. Sekuensing dilakukan dengan prosedur Big Dye Terminator mix pada mesin ABI 377A sequencer. Identifikasi fisiologi dilakukan dengan mengukur konsentrasi auksin pada bagian pucuk, batang (cabang apikal, tengah dan basal), dan akar untuk menduga mekanisme pengontrolan cabang. Keturunan pertama dari persilangan kontrol dengan galur bercabang basal maupun bercabang apikal menghasilkan keturunan yang hampir 100% bercabang baik basal atau apikal. Hal ini menunjukkan bahwa alel yang mengontrol sifat bercabang basal maupun apikal adalah alel resesif. Sementara keturunan pertama (Fl) persilangan antara galur bercabang basal dengan galur bercabang apikal terdiri dari 7 tanaman tidak bercabang, 7 tanaman bercabang apikal dan 1 tanaman bercabang basal apikal. Hal ini mengindikasikan adanya 2 gen yang mengontrol sifat bercabang. Akan tetapi konfirmasi melalui penelusuran penurunan sifat bercabang serta segregasi alel-alel bercabang dan tidak bercabang pada keturunan kedua (F2) menunjukkan bahwa tipe percabangan basal merupakan hasil fenomena epigenetik, yang tidak lagi bersegregasi pada keturunan ketiga (F3). Sedangkan tipe percabangan apikal memang benar merupakan hasil ekspresi suatu gen percabangan dan masih terkonservasi sampai ke F3. Hasil identifikasi gen percabangan melalui teknik PCR dan sekuensing menunjukkan bahwa gen percabangan pada kenaf dapat diamplifikasi dengan primer AUX1 dan AXR1 tetapi tidak dapat diamplifikasi oleh primer Ls, RMS1, dan Llm. Hal ini menunjukkan bahwa gen percabangan pada kenaf homolog dengan gen percabangan pada Arabidopsis thaliana. Analisis molekuler mengindikasikan adanya gen yang berperanan dalam signaling auksin tetapi untuk tipe percabangan berbeda mungkin dikontrol oleh alel yang berbeda untuk lokus gen yang berkaitan dengan signaling auksin. Gen tersebut merupakan anggota dari famili gen pengontrol percabangan dan beraksi pada fase akhir pemunculan cabang melalui pengontrolan signaling auksin untuk menentukan apakah cabang akan berkembang atau tidak. PCR untuk DNA biji menghasilkan pita yang sangat tipis dan berukuran kecil (200 bp) berbeda dengan hasil PCR dengan menggunakan template DNA yang diisolasi dari daun. Hal ini mengindikasikan adanya perbedaan susunan gen dalam biji dengan tanaman dewasa. Pengamatan fisiologi melalui pengukuran kandungar auksin menunjukkan bahwa tanaman bercabang mempunyai kandungan auksin di cabang yang lebih rendah dibanding pada ujung batang. Pemunculan cabang dipengaruhi oleh kandungan auksin pada ujung batang dan ujung cabang. Kandungan auksin yang lebih tinggi pada ujung cabang dibandingkan dengan pada ujung batang tampaknya mendorong pemunculan cabang. Sementara kandungan auksin yang rendah pada akar mungkin berhubungan dengan keberadaan sitokinin. Hal ini mengindikasikan bahwa gen AUX1 mengontrol pembentukan cabang dengan cara mengontrol kandungan auksin pada ujung b

    Similar works