Air Conditioner pada umumnya digunakan sebagai pengkondisian udara di dalam ruangan agar mendapatkan kenyamanan termal. Pada sistem Air Conditioner (AC) ada kalor yang dibuang ke lingkungan pada saat refrigerant berada di kondensor tanpa dimanfaatkan. Mempertimbangkan bahwa energi panas yang terbuang di kondenser ini cukup besar, kaji eksperimental dilakukan untuk mengukur efek penggunaan kalor terbuang ini untuk memanaskan air dengan cara menambahkan Heat Exchanger (HE) pada bagian kondensor AC tipe split berukuran ¾ pk dalam meningkatkan kinerja Air Conditioner. Pengujian sistem AC dilakukan selama 60 menit untuk mendinginkan ruangan berukuran 3 m x 5 m hingga temerature di dalamnya mencapai 25,2oC. Dari hasil pengukuran didapatkan rata-rata Coefficient of Performance (COP) untuk AC yang dilengkapi dengan Heat Exchanger adalah 5,99, sedangkan untuk AC standar diperoleh nilai COP rata-rata sebesar 4,98. Hal ini berarti penambahan Heat Exchanger pada AC split dapat menghasilkan peningkatan COP sebesar 20,32%. AC dengan Heat Exchanger juga dapat memghasilkan air hangat dengan temperatur 45,9° C dalam waktu 60 menit

Christiand, Christiand

Gunawan, Harjadi

Hadiyatno, Tri

Soewono, Arka

Wirahadi, Prabowo

English

eJournal Unika Atma Jaya (Universitas Katolik Indonesia)

CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  14  KAJI EKSPERIMEN PEMANFAATAN KALOR TERBUANG PADA AIR CONDITIONER (AC) TIPE SPLIT UNTUK MEMANASKAN AIR   Harjadi Gunawan1, Arka Soewono1*, Prabowo Wirahadi1, Christiand1, Tri Hadiyatno2 1 Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya  2PT. Adi Daya Tehnik, Bekasi  *Email: arka.soewono@atmajaya.ac.id ABSTRAK Air Conditioner pada umumnya digunakan sebagai pengkondisian udara di dalam ruangan agar mendapatkan kenyamanan termal. Pada sistem Air Conditioner (AC) ada kalor yang dibuang ke lingkungan pada saat refrigerant berada di kondensor tanpa dimanfaatkan. Mempertimbangkan bahwa energi panas yang terbuang di kondenser ini cukup besar, kaji eksperimental dilakukan untuk mengukur efek penggunaan kalor terbuang ini untuk memanaskan air dengan cara menambahkan Heat Exchanger (HE) pada bagian kondensor AC tipe split berukuran ¾ pk  dalam meningkatkan kinerja Air Conditioner. Pengujian sistem AC dilakukan selama 60 menit untuk mendinginkan ruangan berukuran 3 m x 5 m hingga temerature di dalamnya mencapai 25,2oC. Dari hasil pengukuran didapatkan rata-rata Coefficient of Performance (COP) untuk AC yang dilengkapi dengan Heat Exchanger adalah 5,99, sedangkan untuk AC standar diperoleh nilai COP rata-rata sebesar 4,98. Hal ini berarti penambahan Heat Exchanger pada AC split dapat menghasilkan peningkatan COP sebesar 20,32%. AC dengan Heat Exchanger juga dapat memghasilkan air hangat dengan temperatur 45,9° C dalam waktu 60 menit. Kata Kunci: Air Conditioner, Kalor Terbuang, Pemanas Air, Coefficient of Performance, Heat Exchanger. ABSTRACT Air conditioners are generally used to provide indoor thermal comfort in the building. In the Air Conditioner (AC) system, heat is usually discharged from the condenser into the ambient environment without being utilized. Considering that the heat energy wasted in this condenser is quite large, an experimental study was conducted to measure the effect of using this waste heat as part of a  Heat Exchanger (HE)-based heat recovery water heater to improve the performance of the 3/4 pk Split-type Air Conditioner. The experiments were conducted for 60 minutes, where the AC was used to cool the 3x5 meter room to 25.2oC. The measurement results yield that the average COP of an AC system equipped with a Heat Exchanger is 5.99, while the average COP for a standard air conditioner value is 4.98. Adding a Heat Exchanger to a Split-type Air Conditioner can increase COP by 20.32%. In addition, the AC equipped with the Heat Exchanger can produce warm water with an average temperature of 45.9 oC within 60 minutes.. Keywords: Air Conditioner, Waste Heat, Water Heater, Coefficient of Performance, Heat Exchanger.   1. PENDAHULUAN  Sistem pengkondisian udara (air conditioning system) sudah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat perkotaan yang tinggal di daerah tropis dengan keadaan udara yang cenderung panas dan lembab. seperti di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya temperatur dan tingkat paparan panas (heat exposure levels) yang disebabkan oleh perubahan iklim global, sistem penyejuk udara (AC) dianggap sebagai solusi efektif untuk mengurangi stres yang disebabkan oleh udara panas (heat stress) dan dengan menyediakan kenyamanan termal di dalam ruangan dan membantu mengurangi dampak negatif dari panas lingkungan (environmental heat) [1], [2]. Terlepas dari kemajuan teknologi dalam efisiensi energi yang membuat AC menjadi sarana yang paling efektif untuk pendinginan ruang , peningkatan penggunaan AC secara global dapat membawa tantangan nyata [3]. Dengan semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan AC, konsumsi listrik dan energi CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  15  akan meningkat [4].  Hasil studi tahun 2013 memperkirakan dunia mengkonsumsi sekitar satu triliun kilowatt jam (kWh) listrik untuk AC setiap tahun [5]. Pemodelan menunjukkan bahwa permintaan energi dunia untuk AC pada tahun 2050 akan meningkat hingga lebih dari 13 kali lipat dibandingkan dengan konsumsi listrik di tahun 2000 [6]. Penggunaan AC yang semakin meluas dapat menempatkan beban yang berat pada sistem distribusi listrik dan meningkatkan risiko untuk pemadaman listrik [7]. Beberapa penelitian telah menunjukan penggunaan sumber daya dan energi yang intensif untuk AC memiliki potensi dampak negatif pada perubahan iklim dan lingkungan [8], serta ekonomi masyarakat kecil-menengah [9]. Upaya dalam meningkatkan efisiensi sistem pengkondisian udara dalam rangka penghematan konsumsi energi listrik telah dilakukan [10], [11]. Salah satunya adalah pemanfaatan panas terbuang dari kondenser AC untuk tujuan yang produktif. Salah satu teknologi yang sering diteliti adalah heat recovery water heater yang menggunakan kalor yang terbuang untuk memanaskan air [12], [13]. Penelitian sebelumnya telah menunjukan bahwa penambahan heat recovery water heater dapat menghasilkan penurunan konsumsi listrik kompresor AC hingga lebih dari 10% dan memanaskan air hingga suhu berkisar 40 oC[14].  Tujuan utama dari penelitian adalah melakukan modifikasi sistem Air Conditioner (AC) komersial tipe Split untuk memanfaatkan kalor terbuang sebagai sumber pemanas air dengan cara menambahan Heat Exchanger (HE) di kondensor AC agar kalor yang dibuang dapat diserap oleh air melalui komponen HE tersebut. Dalam penelitian ini,  peningkatan efisiensi kerja AC yang telah dimodifikasi dengan Heat Exchanger akan diukur dan dianalisis. Ruang lingkup pengujian yang dilakukan dibatasi pada fungsi kerja dari alat heat recovery water heater, yaitu untuk menghitung perubahan Coefficient of Performance (COP) AC, mengukur  temperatur ruangan dan air yang dihasilkan dari proses pemanasan menggunakan panas buangan. Detail kekuatan dari struktur kontruksi Water Heater tidak menjadi fokus dalam proses perancangan alat.  2. METODE PENELITIAN Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian dimulai dari tahap rancang bangun alat heat recovery water heater berbasis Heat Exchanger yang diikuti dengan tahap pengujian untuk menghitung Coefficient of Performance (COP), mengukur  temperatur ruangan dan air.   Gambar 1. Diagram Alir Penelitian  1.  2.  2.1. Rancangan dan Alat Pengujian Alat utama pada penelitian ini adalah 1 unit AC ¾ pk dengan spesifikasi yang tertera di Tabel 1.  Unit AC ini memiliki komponen standar sistem pendingin, yang pertama yaitu kompresor yang berfungsi sebagai penyalur refrigerant R22. Setelah melalui kompresor refrigerant masuk ke kondenser pada saat di kondenser ini terjadi pelepasan panas refrigerant ke lingkungan. Setelah refrigerant melewati kondenser refrigerant masuk kedalam komponen evaporator dimana pada saat di evaporator refrigerant menyerap panas dari lingkungan yang mengakibatkan lingkungan mengalami penurunan temperatur.  Tabel 1. Spesifikasi Air Conditioner ¾ pk  Spesifikasi Ukuran Daya Listrik 540 Watt Dimensi 88x29x22 cm Berat 8 kg Refrigerant R22 PK ¾ PK BTU/h 7000 BTU/h Ukuran pipa Ø 3/8”                              PERANCANGAN DAN PEMILIHAN ALAT DAN BAHAN  AC ¾ PK    TEMPERATURE TEST (Air dan Ruangan)  PRESSURE TEST  STUDY LITERATUR    PROSES PEMBUATAN    PENGUJIAN    NO    YES    YES    NO    ANALISIS    KESIMPULAN    CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  16  Berdasarkan standar yang ditetapkan oleh SNI 03-6572-2001, ada tiga tingkatan temperatur yang nyaman untuk masyarakat Indonesia. Pada saat pengujian, AC diatur untuk tingkatan temperatur ruangan pada posisi nyaman optimal yaitu di temperatur 22,8°C – 25,8°C [15]. Pengujian dilakukan di salah satu ruangan PT. Adi Daya Tehnik dengan dimensi 3 meter x 5 meter dan temperatur rata-rata ruangan sebesar 30,1 ℃. Rata-rata temperatur air dalam tangki sebelum dipanaskan adalah 31.2 ℃. Proses pemanasan air akan dilakukan dalam waktu 60 menit dengan target temperatur air dapat dipanaskan hingga mencapai temperatur 45 oC. Pengukuran temperatur ruangan dan tangki air masing-masing dilakukan di 5 titik berbeda secara acak. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali di hari yang berbeda.  Pada penelitian, rancangan sistem water heater ini menggunakan Air Conditioner ¾ pk yang dilengkapi dengan Heat Exchanger (HE) tipe Shell and Tube akan ditunjukan pada Gambar 2. Heat Exchanger ini berfungsi untuk proses perpindahan panas refrigerant keluar dari kompresor ke air yang mengalir pada bagian Shell dengan kecepatan 2 liter per menit. Air tersebut akan terus bersikulasi dan ditampung pada tangki air dengan kapasitas 50 liter  Gambar 2. Shell and Tube Heat Exchanger Parameter yang akan diukur dalam sistem ini adalah temperatur air yang sudah menyerap panas dalam kondenser yang akan di tampung dalam tangki penampungan, alat yang digunakan untuk mengukur temperatur dalam tanki menggunakan Thermo Control. Alat ini juga sekaligus untuk mengatur kerja sistem ini. Selain temperatur air yang diukur, dalam sistem ini akan diukur juga pressure refrigrant yang masuk kedalam kondenser menggunakan Pressure gauge. Untuk pengaman agar sistem ini berfungsi dengan baik, akan ditambahkan komponen pengontrol pressure refrigrant yang masuk kedalam kompresor dan pressure refrigrant keluaran dari kompresor menggunakan Hight and Low Pressure Switch. Hight Pressure Switch diatur pada tekanan maksimal 30 Bar dimana kompresor akan mati secara otomatis ketika tekanan naik sampai 30 Bar untuk menjaga jika terjadi penyumbatan pada pipa pipa tembaga yang meng koneksikan semua komponen komponen yang digunakan.  2.2. Perhitungan Coefficient of Performance Rumus untuk menghitung Koefisien Kinerja atau Coefficient of Performance (COP) AC adalah sebagai berikut:   𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑄𝑄𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒  𝑊𝑊𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 =  ℎ𝑘𝑘𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒− ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒ℎ𝑘𝑘𝑜𝑜𝑜𝑜 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘− ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘  (1) di mana  Qeva adalah panas yang diserap dari dalam ruangan di evaporator, Wkom adalah energi listrik yang dibutuhkan oleh kompresor untuk melakukan kerja dan h adalah specific enthalphy di bagian inlet dan outlet dari masing-masing komponen tersebut. Besarnya nilai specific enthalphy didapatkan dari tabel properti termodinamika untuk refrigerant R-22 berdasarkan tekanan dan suhu yang diukur di inlet dan outlet dari evaporator dan kompresor.   3. HASIL DAN PEMBAHASAN Selama pengujian didapatkan C dapat mendinginkan ruangan hingga rata-rata temperature terukur adalah 25,2 ℃ yang berarti bahwa ruangan dalam keadaan nyaman optimal sesuai dengan standar kenyamanan termal SNI di Indonesia. Dalam waktu 60 menit, air di dalam tangki berhasil dipanaskan hingga mencapai suhu rata-rata 45,9 ℃. dengan kapasitas air dalam tangki penampung adalah 50 liter. Selama pengujian, pressure output dari kompresor AC yang dilengkapi dengan HE setelah 60 menit adalah 16.4 bar dan pressure output evaporator adalah 9.7 bar. Kondisi tekanan ini masih jauh di bawah ambang batas atas tekanan maksimal sehingga sistem tersebut dapat dinyatakan beroperasi dengan normal.  3.1. Perbandingan COP AC  Data hasil pengukuran tekanan dan temperatur pada inlet dan outlet dari evaporator dan kompresor AC standar dapat dilihat pada Tabel 2.    Tabel 2. Data Hasil Percobaan AC Standar pada Menit ke-60   Pressure (bar) Temperatur (°C) Enthalpy (kJ/kg) Outlet Evaporator 9,8 23 412,755 Inlet Kompresor 11 27 413,802 Outlet Kompresor 15,6 90,5 456,504 CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  17  Inlet Evaporator 5,2 1,5 201,762 Dari data diatas maka dapat dihitung besarnya kerja kompresor (Wkom) dan kalor yang diserap refrigerant pada evaporator (Qeva) dapat dihitung sebagai berikut: Wkom =  456,504 kJ/kg – 413,802 kJ/kg  = 42,702 kJ/kg Qeva  = 412,755 kJ/kg – 201,762 kJ/kg           = 210,993 kJ/kg   Data hasil pengukuran tekanan dan temperatur pada inlet dan outlet dari evaporator dan kompresor AC yang dilengkapi dengan Heat Exchanger (HE) tipe Shell and Tube, serta kondisi outlet HE dapat dilihat pada Tabel 3.     Tabel 3. Data Hasil Percobaan AC Menggunakan HE pada Menit ke-60   Pressure (bar) Temperatur (°C) Entahlpy (kJ/kg) Outlet Evaporator 9,7 22,5 412,618 Inlet Kompresor 10,7 26 413,548 Outlet Kompresor 16,4 88 456,103 Inlet Evaporator 5 0,2 200,234 Outlet  HE 13 53 419,937 Dari data diatas maka dapat dihitung besarnya kerja kompresor (Wkom) dan kalor yang diserap refrigerant pada evaporator (Qeva) dapat dihitung sebagai berikut: Wkom = 456,103 kJ/kg – 413,548 kJ/kg   = 42,555 kJ/kg Qeva  = 412,618 kJ/kg – 200,234 kJ/kg           = 212,384 kJ/kg   Kalor yang diserap air pada Heat Exchanger (QHE) dapat dihitung sebagai berikut: QHE  = houtlet kom  – houtlet HE  = 456,103 kJ/kg – 419,937 kJ/kg  = 36,166 kJ/kg   Perhitungan COP AC dilakukan dengan menggunakan persamaan (1). Hasil perbandingan COP AC biasa dengan AC yang dilengkapi dengan  Heat Exchanger dapat dilihat pada Tabel 4.        Tabel 4. Perbandingan COP Air Conditioner    Waktu COP AC Standar COP AC dengan HE 5 6,453 7,986 10 4,842 5,752 15 4,783 5,835 20 4,874 5,893 25 4,954 5,856 30 4,884 5,745 35 4,752 5,665 40 4,841 5,783 45 4,795 5,919 50 4,78 5,638 55 4,804 5,925 60 4,941 5,840 Jumlah 59,703 71,837 Rata-rata 4,975 5,986  Dapat dilihat bahwa COP AC yanngalami peningkatan sebesar ditambahkan Heat Exchanger mengalami peningkatan hingga 20,32% bila dibandingkan dengan AC standar. Peningkatan COP pada kisaran yang sama juga diamati di penelitian sebelumnya [10], [16].   3.2. Peningkatan Temperatur Air dan Pressure Output Kompresor Gambar 3 menunjukan peningkatan temperatur air terhadap waktu. Error bar menunjukan standard error dari hasil pengukuran di 5 titik berbeda pada tangki air. Dapat dilihat bahwa temperatur air di dalam tangki penampungan mengalami peningkatan yang cukup linear dari awal hingga 60 menit. Temperatur air mengalami peningkatan rata-rata sebesar 131,2% per 5 menit.    Gambar 3. Grafik Peningkatan Temperatur Air Terhadap Waktu  Tabel 5 menunjukan peningkatan tekanan pada bagian outlet dari kompresor. Dapat dilihat bahwa peningkatan pada saat mencapai 40 menit CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  18  pressure output dari kompresor mengalami peningkatan konstan, dengan nilai peningkatan sebesar 0,1 bar per 5 menit. Tekanan pada output kompresor yang lebih tinggi membantu mendorong refrigeran ke dalam koil evaporator. Selain itu, peningkatan tekanan ini juga akan berimbas pada kenaikan temperatur refrigerant. Semakin tinggi temperatur refrigerant akan membantu dalam proses pembuangan panas di koil kondensor.     Tabel 5. Peningkatan Pressure Output Kompresor No. Waktu (menit) Pressure (bar) 1 5 15,2 2 10 15,2 3 15 15,4 4 20 15,5 5 25 15,5 6 30 15,6 7 35 15,8 8 40 16 9 45 16,1 10 50 16,2 11 55 16,3 12 50 16,4 4. KESIMPULAN  Pada analisis dari hasil pengujian sistem AC dengan menambahkan HE yang dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Temperatur air yang dihasilkan adalah 45,9°C dengan kapasitas 50 liter dalam waktu 60 menit. Sistem ini dapat meningkatkan COP kerja dari Air Conditioner sebesar 20,32% dibandingkan dengan Air Conditioner standar. 2. Sistem ini sekaligus dapat mendinginkan ruangan sesuai dengan batas nyaman maksimal yaitu 25,5 ℃ dengan dimensi ruangan 3 meter x 5 meter selama pengujian berlangsung. UCAPAN TERIMA KASIH  Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Isdaryanto Iskandar dari Universitas Atma Jaya yang telah mendukung dan membimbing penulis saat melakukan penelitian ini. Serta penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak dari PT.Adi Daya Tehnik yang telah membantu dan memfasilitasi penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA (REFERENCES) [1] A. Bouchama, M. Dehbi, G. Mohamed, F. Matthies, M. Shoukri, and B. Menne, “Prognostic Factors in Heat Wave–Related Deaths: A Meta-analysis,” Arch. Intern. Med., vol. 167, no. 20, pp. 2170–2176, Nov. 2007, doi: 10.1001/archinte.167.20.ira70009. [2] A. G. Barnett, “Temperature and cardiovascular deaths in the US elderly: changes over time,” Epidemiology, vol. 18, no. 3, pp. 369–372, 2007. [3] K. Lundgren-Kownacki, E. D. Hornyanszky, T. A. Chu, J. A. Olsson, and P. Becker, “Challenges of using air conditioning in an increasingly hot climate,” Int. J. Biometeorol., vol. 62, no. 3, pp. 401–412, 2018, doi: 10.1007/s00484-017-1493-z. [4] K. Lundgren and T. Kjellstrom, “Sustainability Challenges from Climate Change and Air Conditioning Use in Urban Areas,” Sustainability , vol. 5, no. 7. 2013, doi: 10.3390/su5073116. [5] D. Richard, “Cooling Concepts: Alternatives to Air Conditioning for a Warm World,” Environ. Health Perspect., vol. 121, no. 1, pp. a18–a25, Jan. 2013, doi: 10.1289/ehp.121-a18. [6] M. Isaac and D. P. van Vuuren, “Modeling global residential sector energy demand for heating and air conditioning in the context of climate change,” Energy Policy, vol. 37, no. 2, pp. 507–521, 2009, doi: https://doi.org/10.1016/j.enpol.2008.09.051. [7] D. B. E.-K. E. Okedu, “Effects of Climate Change in Electric Power Infrastructures,” Rijeka: IntechOpen, 2018, p. Ch. 5. [8] G. Brager, H. Zhang, and E. Arens, “Evolving opportunities for providing thermal comfort,” Build. Res. Inf., vol. 43, no. 3, pp. 274–287, May 2015, doi: 10.1080/09613218.2015.993536. [9] T. Randazzo, E. De Cian, and M. N. Mistry, “Air conditioning and electricity expenditure: The role of climate in temperate countries,” Econ. Model., vol. 90, pp. 273–287, 2020, doi: https://doi.org/10.1016/j.econmod.2020.05.001. [10] R. K. Singh, S. N. Ahmad, N. Priyadarshi, M. O. Rahman, and A. K. Bhoi, “Waste heat energy utilization in refrigeration and airconditioning,” in 2nd International Conference on Advances in Mechanical Engineering, 2018, p. 012060. [11] A. Pathania and D. Mahto, “Recovery of engine waste heat for reutilization in air CYLINDER, VOL. 08, NO. 01, APRIL 2022  19  conditioning system in an automobile: An investigation,” Glob. J. Res. Eng., vol. 12, no. 1, pp. 7–19, 2012. [12] A. F. Aminanta and D. Ichsani, “Rancang bangun dan studi eksperimen alat penukar panas untuk memanfaatkan energi refrigerant keluar kompresor AC sebagai pemanas air pada ST/D=6 dengan variasi volume air,” J. Tek. ITS, vol. 5, no. 2, pp. 647–652, 2016. [13] H. Basri, E. Diniardi, and A. I. Ramadhan, “Design of Water Heating By Utilizing Waste Heat of Air Conditioner,” J. Appl. Sci. Adv. Technol., vol. 3, no. 3, pp. 89–96, 2021. [14] I. M. Rasta, “Pemanfaatan energi panas terbuang pada kondensor AC sentral jenis water chiller untuk pemanas air hemat energi,” J. Ilm. Tek. Mesin CakraM, vol. 3, no. 2, pp. 114–120, 2019. [15] E. I. Santoso, “Kenyamanan termal indoor pada bangunan di daerah beriklim tropis lembab,” Indones. Green Technol. J., vol. 1, no. 1, pp. 13–19, 2012. [16] W. G. Laksmana, “Pengaruh pemanfaatan panas buang kondensor dan variasi refrigeran terhadap kinerja mesin pendingin,” Universitas Mataram, 2020.     

KAJI EKSPERIMEN PEMANFAATAN KALOR TERBUANG PADA AIR CONDITIONER (AC) TIPE SPLIT UNTUK MEMANASKAN AIR

https://ejournal.atmajaya.ac.id/index.php/cylinder/article/download/3906/1781

KAJI EKSPERIMEN PEMANFAATAN KALOR TERBUANG PADA AIR CONDITIONER (AC) TIPE SPLIT UNTUK MEMANASKAN AIR

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

eJournal Unika Atma Jaya (Universitas Katolik Indonesia)