Pers dalam mendapatkan sebuah berita kriminal melalui cara investigasi, insan pers melakukan wawancara dengan cara menyembunyikan identitas pelaku tindak pidana. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan mengadakan penelusuran terhadap peraturan Perundang-undangan khususnya KUHP dan UU Nomor 40 tentang Pers. Insan pers yang menyembunyikan identitas pelaku tindak pidana seperti menyamarkan wajah, nama atau suara si pelaku itu berpedoman kepada hak tolak yang tercantum di dalam pasal 4 ayat (4) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan pasal (5) dan (7) Kode Etik Jurnalistik. Tetapi akan menjadi sebuah masalah jika Insan pers yang menyembunyikan identitas pelaku tindak pidana dalam melakukan wawancaranya tidak ditindaklanjuti dengan pemberitahuan kepada pejabat kehakiman atau kepolisian sesuai yang tecantum didalam pasal 165 KUHP bahkan seringkali insan pers mengetahui tindak pidana terlebih dahulu dibanding aparat penegak hukum. Walaupun UU Pers merupakan lex specialis, tetapi tetap menjadi persoalan apabila insan pers mengetahui tentang adanya suatu kejahatan, khususnya kejahatan yang terdapat dalam BAB VII Buku II KUHP tanpa melaporkannya kepada penyidik tetapi justru merahasiakan identitas dari pelaku kejahatan tersebut dan menyiarkannya. Tindakan insan pers yang demikian bertentangan dengan Pasal 165 KUHP yang berisi tentang kewajiban bagi setiap warga negara yang mengetahui tentang adanya suatu kejahatan untuk melaporkan kejahatan tersebut kepada pejabat kehakiman atau kepolisian. Sehubungan dengan itu, diharapkan kepada pembuat Undang-Undang untuk segera mengamandemen UU Nomor 40 Tahun 1999 jika ingin dikategorikan Lex Specialis karena i.si pasal serta ketentuan umum memuat bahwa UU Pers belum bisa mandiri menjadi UU Khusus karena masih dimungkinkannya UU lain untuk masuk dan mengatu