Indonesia sebagai negara maritim memiliki potensi pada sektor perikanan
laut sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia.
Banyaknya jumlah tangkapan ikan yang salah satunya adalah ikan kakap merah
(Lutjanus sp.) merupakan komoditi hasil perikanan yang berpotensi untuk
dikembangkan. Berdasarkan hal tersebut maka pemanfaatan limbah sisik ikan
menjadi kitosan dilakukan untuk menampilkan dua pendekatan strategis yaitu
memberian nilai ekonomis dan nilai jual yang tinggi.
Pada inovasi ini terdiri dari 4 tahapan pembuatan: (1) Tahap persiapan
dengan perlakuan perendaman sisik ikan menggunakan aquades, hidrogen
peroksida, dan larutan NaOH 1M; (2) Tahap pembuatan kitin dilakukan
deproteinasi yang bertujuan untuk mengurangi kadar protein yang terdapat pada
sisik ikan dengan menggunakan NaOH 1 M dengan pemanasan pada suhu 70-80 oC
selama dua jam. Dilanjutkan dengan demineralisasi yang bertujuan untuk
mengurangi kadar mineral yang terdapat pada sisik ikan dengan menggunakan
larutan HCl 1,5M dengan pemanasan selama satu jam; (3) Tahap pembuatan
kitosan dengan deasitilasi kitin menggunakan larutan NaOH 1,15M dengan
pemanasan pada waktu 90,120, dan 150 menit. Kemudian dilakukan uji syarat mutu
kitosan yang meliputi analisa derajat deasetilasi, kadar abu, kadar air, kadar
protein, kadar mieral dan kadar hidrogen peroksida.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dari
ketiga perlakuan ,yang paling optimum adalah menggunakan pre-treatment NaOH
1M pada variabel waktu 150 menit, didapatkan derajat deasetilasi sebesar 86,20%.
Berdasarkan hasil analisa, didapatkan bahwa nilai rata-rata uji kadar abu sebesar
0,62, dan nilai rata-rata uji kadar air sebesar 7,12. Berdasarkan hasil analisa,
didapatkan kadar protein pada waktu 150 menit sebesar 0,12;0,15;0,03 bahwa nilai
kadar protein pada kitosan telah sesuai dengan syarat mutu kadar protein kitosan
sebesar>3%.
==========================================================================================================
Indonesia as a maritime country has potential in marine fishery sector of 6,4
billion per year which spreads in every sea in Indonesia. The big number of fish
harvest, one of them is red snapper (Lutjanus sp.), is the commodity of fish harvest
which is potential to be developed. Based on the fact above, the utilization of fish
scale waste as chitosan is done in order to perform two approximate strategies: to
give higher economic and trade values of fish scale waste.
In this innovation, there are four production steps: (1) Preparation by
treated the fish scale waste using aquadest, hydrogen peroxide, and NaOH 1M; (2)
Chitin production by deproteination in order to decrease the protein content in the
fish scale using NaOH 1 M and heating at 70-80°C for two hours. Continue the step
to demineralization to decrease mineral content in the fish scale using HCl 1,5M
using 1 hour heating; (3) Chitosan production by deacetylation chitin using NaOH
1,15 M using heating at 90, 120, and 150 minutes. The product is then tested to
determine its chitosan quality by property analyses of each: deacetylation degree,
ash content, water content, protein content, mineral content, and hydrogen peroxide
content.
From the experiment result, it can be concluded that from three treatments
done, the optimum value is achieved by using NaOH 1 M pretreatment at variable of
150 minutes, the deacetylation degree is 86,20%. Based on the analysis result, the
average value of water content is 7,12; protein content at 150 minutes are 0,12,
0,15, and 0,03. The protein content in chitosan is equal to the standard of chitosan
protein content of more than 3%