OTORISAS TAFSIR: PENDEKATAN NALAR DALAM TAFSIR IBN TAIMIYYAH

Abstract

Bahwa otoritas penafsiran Ibn Taimiyyah melalui dimensi nalar kritis. Hal ini menegaskan bahwa Ibn Taimiyyah berusaha keluar dari dominasi mazhab pada masanya melalui nalar kritis sehingga menghasilkan penafsiran yang otoritatif. Dimana, penafsiran Ibn Taimiyyah menghasilkan pemaknaan bernuansa legal-rasional. Hal ini dapat dibuktikan dalam tafsirnya, Ibn Taimiyyah memberikan porsi kritik nalar lebih luas pada isu-isu yang berkaitan dengan konsep teologi mazhab, interaksi sosial berdasarkan teologi agama, dan rekonstruksi kehidupan Arab klasik (salaf). Ibn Taimiyyah merasionalisasikan ayat-ayat yang berkaitan dengan isu-isu tersebut sehingga memunculkan konstruk otonomi teks. Otonomi teks Ibn Taimiyyah ini bertujuan untuk mencegah dominasi pembaca atas teks. Oleh sebab itu, walaupun Ibn Taimiyyah dikenal sebagai ulama yang tumbuh dalam tradisi mazhab, namun Ibn Taimiyyah dikenal kritis terhadap dogma dan doktrinasi. Bahkan hasil penafsirannya dianggap berbeda dari kebanyakan pandangan mazhab Hanbali dan mazhab ahlussunnah pada masanya. Kesimpulan ini berbeda dengan beberapa pendapat sarjana seperti Mohammed Arkoun yang berpendapat bahwa tafsir tradisional selalu memposisikan al-Quran sebagai sumber proses ideologisasi. Menurutnya, proses ideologisasi memunculkan bahasa dogmatis yang bergerak memaksakan dominasinya atas mazhab-mazhab sehingga lahirnya ortodoksi Islam. Dengan kata lain, Arkoun menilai hasil penafsiran tradisional bersifat doktrinasi dan tidak kritis terhadap dogma mazhab. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Ignaz Goldziher. Menurutnya, tafsir bil ma’thur bersifat dogmatis. Disertasi ini memiliki persamaan pendapat dengan peneliti tafsir seperti Andrew Rippin, Adis Duderija yang menyebut bahwa penafsiran salafi-athari sebagai semi-kontekstual, Izza Rohman dalam Salafi Tafsirs: Textualis and Authoritarian? Yang menguji keberadaan analisis sosio-historis dalam tiga tafsir salafi; Adwa al-Bayan, Taysir al-Karim al-Rahman, dan aysar al-Tafasir yang kemudian berkesimpulan bahwa penafsiran salafi tidak berbeda dengan metode tafsir bil ra’yi yang kontekstualis. Sama dengan Abdul Mustaqim yang menggolongkan tafsir Ibn Taimiyyah ke dalam periode afirmatif dengan ciri nalar ideologis. Namun berbeda dengan Abdul Mustaqim yang menilai tafsir periode afirmatif tidak kritis, sebaliknya disertasi ini membuktikan bahwa Ibn Taimiyyah tetap bersikap kritis terhadap nalar ideologis. Sedangkan yang berkaitan dengan konsep ortodoksi penafsiran, maka dapat disimpulkan bahwa ortodoksi dalam tafsir al-Quran hanyalah hasil perjalanan sejarah dan bukan wujud esensi dalam eksistensi tafsir. Artinya, tidak ada tafsir ortodoks, yang ada hanya ortodoksi tafsir. Kajian ini penting dilakukan mengingat ortodoksi islam saat ini tidak lepas dari alur pikir periwayatan. Disertasi ini akan menganalisa dua data; primer dan sekunder. Data primer dalam penelitian ini adalah Tafsi>r al-Kabir karya Ibn Taymiyah. Sedangkan data sekunder mencakup sumber kepustakaan yang membahas tentang pokok-pokok pembahasan, seperti: Tafsir Surah Al-Ikhlas, Tafsir Surah Al-Kauthar, dan Muqaddimah fi Usul al-Tafsir, The Formation of the Classical Tafsir Tradition: The Qurʼan Commentary of Al-Quran Oleh Walid A. Saleh, The Development of Exegesis in Early Islam: The Authenticity of Muslim oleh Herbert Berg. Penelitian ini menggunakan pendekatan utama yaitu sosio-historis dan pendekatan filsafat kritisisme Immanuel Kant. Penelitian ini menggunakan teori Hermeneutika Otoritatif Khaled Abou El Fadl dan didukung oleh teori periodeisasi tafsir Abdul Mustaqim

    Similar works