Durasi menganggur adalah waktu yang dibutuhkan pekerja untuk mencari 

dan menemukan pekerjaan yang paling sesuai dengan keterampilan dan selera 

pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis durasi menganggur di 

Sumatera. Data yang digunakan berupa data sekunder berasal dari Survei Angkatan 

kerja Nasional Agustus 2020. Total unit observasi yang digunakan dalam penelitian 

ini sebanyak 5.936 individu. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini 

adalah analisis survival dengan menggunakan regresi cox. Hasil penelitian 

menunjukkan secara rata-rata, durasi lama menganggur di Sumatera adalah 2,95 

bulan. Dari hasil pengujian, variabel pendidikan, pengalaman dan klasifikasi 

wilayah signifikan terhadap durasi menganggur di Sumatera

Ramadhana, Aulia Wisdawati

eSkripsi Universitas Andalas

  BAB I PENDAHULUAN 1.1 Identifikasi Masalah Pembangunan merupakan suatu upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang berkelanjutan agar negara dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk. Pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu tujuan dari pembangunan suatu negara. Dalam jangka panjang, pembangunan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sehingga dapat mengurangi kemiskinan (Todaro & Smith, 2011). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan per kapita di suatu negara yaitu dengan kegiatan produksi yang memiliki dua elemen pendukung yaitu modal dan tenaga kerja (Mankiw, 2007). Kondisi jumlah penduduk di suatu negara mempengaruhi proses pembangunan.  Apabila jumlah penduduk yang di suatu negara berkualitas maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi namun apabila sebaliknya jumlah penduduk yang besar tersebut akan menjadi beban didalam pembangunan. Besarnya jumlah penduduk merupakan salah satu potensi dalam pembangunan nasional ketika penduduk tersebut dapat terserap dengan baik sebagai tenaga kerja yang terampil maka dapat hal tersebut dapat menjadi modal di semua aspek pembangunan nasional.  Namun  semakin tingginya pertumbuhan  penduduk  maka juga dapat mengakibatkan   pertumbuhan   angkatan   kerja   yang semakin tinggi pula. Hal ini tentu akan menimbulkan berbagai  permasalahan  salah  satunya  adalah  kekurangan lapangan pekerjaan yang menimbulkan pengangguran (Jhingan, 2003). Pengangguran merupakan  kenyataan yang dihadapi oleh semua negara, baik yang sedang berkembang maupun  yang sudah maju. Pengangguran merupakan masalah ekonomi makro yang berdampak langsung pada masyarakat  karena dapat menurunkan taraf hidup masyarakat dan  memberikan tekanan psikologis pada tenaga kerja.(Mankiw, 2010).   Permasalahan pengangguran menjadi fokus utama karena berkaitan dengan pembangunan di setiap negara. Keberhasilan pembangunan dicerminkan   oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan diiringi dengan tinggi penyerapan tenaga kerja serta menurunnya angka pengangguran. Tingginya angka pengangguran dapat menciptakan permasahalan sosial di kalangan masyarakat (Afrida, 2003). Pengangguran dianggap sebagai pemicu dari berbagai permasalahan seperti lambatnya pertumbuhan ekonomi, rendahnya produktivitas suatu negara, tingginya angka kemiskinan yang menybebakan terjadinya lingkaran setan di masyarakat (Depnakertrans, 2004). Di Indonesia angkta pengangguran naik menjadi 6,88 juta jiwa pada Februari 2020, jumlah pengangguran ini meningkat sekitar 60.000 orang atau 0,06 juta orang dibandingkan periode tahun lalu (BPS, 2020). Jikalau ditinjau dari kelompok usia, di Indonesia tingkat pengangguran usia muda lebih tinggi dari pengangguran kelompok usia lainnya. Pengangguran usia muda yang tinggi merupakan hal yang umum terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada usia 15-24 tahun, kaum muda biasanya masih bersekolah hingga menyelesaikan pendidikan tinggi, namun sebagian dari mereka tidak melanjutkan pendidikan tinggi dan memasuki pasar kerja. Tingkat pengangguran terbuka usia muda di Indonesia pada tahun 2020 sebesar 43,05% (BPS, 2020). Kurangnya penyerapan atau pemanfaatan kaum muda yang tidak bekerja atau tidak bersekolah di pasar tenaga kerja tercermin dalam indikator NEET (not  in employment, education or training). Indikator ini mengelompokkan kaum muda yang tidak belajar dan menerima pelatihan, tetapi juga kaum muda yang enggan bekerja maupun mencari pekerjaan (Zoraya & Wulandari, 2020).  Tingginya angka pengangguran merupakan ancaman serius bagi perekonomian. Hal ini disebabkan karena mayoritas angkatan kerja yang menganggur adalah kaum muda. Kaum muda merupakan aset besar bagi negara karena mendorong pertumbuhan ekonomi sedangkan dalam kenyataannya kaum muda memiliki persaingan yang rendah di pasar tenaga kerja (Evi, 2017). Pengangguran terbuka pada kaum muda lebih tinggi dibandingkan usia tua hal ini bukan disebabkan karena usia muda kurang bisa dipekerjakan, namun lebih disebabkan oleh aliran berkelanjutan dari lulusan sekolah maupun perguruan tinggi atau dapat dikatakan pada rentang usia tersebut menjadi usia transisi dari pendidikan ke pekerjaan (Dhanani, 2004). Sulitnya mendapatkan pekerjaan bagi   tenaga kerja terdidik bukan disebabkan karena tidak adanya perusahaan yang mau menerima akan tetapi, tenaga kerja terdidik cenderung selektif dalam mencari pekerjaan (Putri, 2015). Tabel 1. 1 Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Indonesia Tahun 2020 Tingkat Pendidikan  Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Tingkat Pendidikan 2019 2020 2021 Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat & Tamat SD 2.39 3.61 3.61 SMP 4.72 6.46 6.45 SMA umum 7.87 9.86 9.09 SMA Kejuruan 10.36 13.55 11.13 Diploma I/II/III 5.95 8.08 5.87 Universitas 5.64 7.35 5.98   Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Indonesia 2020 (Data diolah) Tabel 1.1 menunjukkan tingkat pengangguran terbuka di Indonesia menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan di Indonesia didominasi oleh tamatan SMA dan SMK. Tahun 2019 tingkat pengangguran tamatan SMA sebesar 7.87 tingkat pengangguran tamatan SMK sebesar 10,36 persen dan mengalami peningkatan pada tahun 2020 dimana tingkat pengangguran tamatan SMA sebesar 9.86 persen  untuk tingkat pengangguran tamatan SMK sebesar 13,55 persen. Dari tabel tersebut diketahui bahwa tingkat pengangguran terbuka SD ke bawah, SMP, dan tingkat universitas lebih rendah dibandingkan tamatan sekolah menengah, Meningkatnya pengangguran tenaga kerja berpendidikan SMA dan SMK menandakan bahwa tenaga kerja berpendidikan SMA dan SMK ke atas kesulitan dalam menemukan pekerjaan yang sesuai harapan.  Mayoritas pengangguran di Indonesia merupakan pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik merupakan seseorang dengan pendidikan terakhir yang ditamatkan minimal pada tingkat SMA/sederajat yang berada dalam angkatan kerja dan sedang aktif mencari pekerjaan tetapi belum mendapatkan pekerjaan   (Mankiw, 2010). Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2020, penduduk berumur 15 tahun ke atas yang termasuk pengangguran terbuka menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan terbanyak adalah mereka yang berpendidikan terakhir SMA dan diikuti oleh tamatan SMK. Tingginya jumlah lulusan SMA yang menganggur disebabkan karena siswa SMA yang tidak melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi dihadapkan dengan persaingan tidak seimbang dalam mendapatkan pekerjaan dengan lulusan SMK yang mana dari segi keterampilan dan pengalaman lebih memadai (Alam, 2016).  Tingginya angka pengangguran terdidik disbebakan oleh beberapa faktor diantaranya adalah adanya krisis ekonomi, struktur lapangan pekerjaan yang tidak seimbang dan jumlah angkatan kerja yang lebih besar dari pada lapangan pekerjaan yang tersedia (Sriyanti, 2009). Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia tahun 2020 yang dikelompokkan berdasarkan pulau, rata-rata tingkat pengangguran terbuka Pulau Sumatera sebesar 6,16%, Pulau Jawa 8,15%, Pulau Kalimantan 5,349%, Pulau Bali&NTT 4,71%, Pulau Sulawesi 5,49%, Pulau Maluku 6,36% dan Pulau Papua sebesar 5,54% (BPS, 2020). Provinsi-Provinsi di Sumatera juga tak lepas dari masalah pengangguran tersebut yang terlihat dari angka pengangguran terbuka yang berada di tiga besar diantara pulau besar lainnya di Indonesia. Tenaga kerja yang terampil berhubungan dengan tingkat pendidikan yang semakin meningkat. Peningkatan tersebut terjadi karena adanya tambahan pengetahuan dan skill yang didapatkan oleh tenaga kerja saat menempuh pendidikan. Pengetahuan dan keterampilan tersebut menjadi modal tenaga kerja dalam mencari pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keinginan. Dalam kenyataannya, tenaga kerja yang tersedia tidak sepenuhnya dapat diserap oleh pasar tenaga kerja. Hal tersebut yang menyebabkan para pencari kerja memiliki durasi tunggu dalam mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan spesifikasi tenaga kerja tersebut. Sehingga hal tersebut menyebabkan munculnya pengangguran terdidik.             Gambar 1. 1 Grafik Jumlah Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan   di Sumatera tahun 2020 Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional, 2020 (Data diolah) Gambar 1.1 menunjukkan jumlah pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan di Sumatera tahun 2020. Berdasarkan grafik tersebut terlihat bahwa Jumlah pengangguran di Sumatera didominasi oleh tamatan SMP/sederajat sebanyak 23.579 jiwa diikuti oleh tamatan SMA/sederajat sebanyak 19.141 jiwa dan tamatan SMK sebanyak 5880 jiwa. Berdasarkan data tersebut terlihat adanya fenomena dimana penduduk yang bekerja lulusan SMA/sederajat dan SMP memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi hal ini disebabkan karena belum siapnya individu tersebut untuk memasuki pasar tenaga kerja. Pendidikan tinggi seseorang bukan jaminan untuk mendapatkan pekerjaan, hal ini jelas menjadi masalah yang serius dalam dunia pendidikan. Tingkat pendidikan dapat mengurangi biaya dalam mencari pekerjaan hal ini disebabkan karena tenaga kerja terdidik memiliki informasi dan pengetahuan yang luas tentang pasar tenaga kerja beserta kelembagaan dan lingkungan pekerjaan. Namun dengan menurunnya biaya dalam mencari pekerjaan reservation wage akan meningkat sehingga berkaitan dengan durasi dalam mencari pekerjaan itu sendiri (Moeis, 1992). Dalam  analisis  mikro, pengangguran dihubungkan dengan lama mencari 976017576235791914158801650 230 30520500010000150002000025000Jumlah Pengangguran di Sumatera Tahun 2020  kerja yang bergantung kepada tingkat upah yang ditawarkan, tingkat upah  minimum  yang  diinginkan dan opportunity costdari  mencari  pekerjaan (McCall, 1970). Lama mencari pekerjaan atau durasi menganggur tiap individu berbeda hal ini disebabkan oleh karakteristik pekerjaan serta karakteristik dari pekerja yang berbeda (Safitri, 2020).        Gambar 1. 2 Grafik Durasi Individu Dalam Mencari Pekerjaan dan Mempersiapkan Usaha di Sumatera Tahun 2020  Sumber : Survei Angkatan Kerja Nasional 2020,(Data diolah) Gambar 1.2 menunjukkan durasi yang dibutuhkan individu di Sumatera dalam mencari pekerjaan/mempersiapkan usaha selama tahun 2020. Berdasarkan grafik tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 1782 individu tamatan SMA/sederajat mendapatkan pekerjaan dengan waktu tunggu selama satu bulan , sedangkan pada tingkat SMK/sederajat sebanyak 889 individu. Gambar 1.2 juga menunjukkan bahwa individu tamatan SMA dan SMK masih membutuhkan waktu tunggu yang cukup lama  untuk mendapatkan pekerjaan. Terdapat beberapa orang individu membutuhkan waktu hingga 36 bulan untuk dapat keluar dari status pengangguran tersebut. Salah satu tolak ukur untuk melihat tingkat kesejahteraan seseorang adalah berdasarkan kepada capaian tingkat pendidikannya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Tingkat kesejahteraan inilah yang menjadi faktor penentu kemungkinan seseorang untuk meninggalkan status penganggurannya dengan memperoleh suatu pekerjaan. 178266641125226023980 88 32 68 43 61 4 2 3 2 1 1 0 14 0 2889372196110 93 94 32 42 13 32 15 27 1 0 0 0 0 0 1 6 1 105001000150020001 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 20 24 26 36SMA/MA/SMLB/Paket C SMK/MAK  Analisis tentang pasar tenaga kerja tidaklah cukup jika cakupannya hanya terkait jenis pekerjaan dan tingkat penganggurannya. Menjadi sangatlah penting jika kita juga bisa melihat mobilitas status pekerjaan seseorang serta seberapa cepat durasi pengangguran atau seberapa cepat durasi mendapatkan pekerjaan. Durasi pengangguran adalah jumlah waktu yang digunakan seorang individu untuk tetap menganggur. Komponen ini merupakan variabel yang penting dalam memodelkan pasar tenaga kerja, karena durasi pengangguran seseorang dapat menjelaskan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi di pasar tenaga kerja. Berbagai studi empiris telah dilakukan terkait pengaruh pendidikan terhadap tingkat pengangguran, hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin rendah tingkat pengangguran dan semakin pendek durasi pengangguran (Foley, 1997; Orden dan Rose, 2015).  Di sisi lain, terdapat penelitian yang hasil menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin lama durasi menganggur individu tersebut (Pasay dan Indrayanti, 2012). Pengangguran juga dipengaruhi oleh pelatihan kerja. Angkatan kerja yang sudah mendapatkan pelatihan kerja pasti akan memperbesar kemungkinan peluang dalam mendapatkan pekerjaan. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelatihan kerja dapat memperpendek pengangguran seseorang (Khan dan Yousef, 2013). Hasil penelitian lainnya terkait variabel pengalaman kerja dengan durasi menganggur menunjukkan bahwa pengalaman kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap lama menganggur (Sudana et al., 2013). Beberapa studi terkait mengenai pengangguran meneliti mengenai hubungan karakteristik sosial dari individu terhadap lama menganggur. Beberapa hasil terkait yaitu status perkawinan berpengaruh signifikan terhadap lama menganggur Individu yang belum kawin memiliki kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih kecil daripada yang cerai, serta individu yang belum kawin lebih kecil daripada yang sudah kawin (Sudana et al., 2013) dan ( Safitri, 2020). Umur dan jenis kelamin juga diyakini mempengaruhi tingkat pengangguran. Fenomena yang diamati di Indonesia adalah masalah pengangguran jangka panjang di kalangan pencari kerja muda, yang mengakibatkan tingkat pengangguran kaum muda relatif tinggi (ILO, 2012). Beberapa penelitian   terdahulu menunjukkan bahwa  angkatan kerja berusia tua di Rusia menganggur lebih lama dibanding pekerja muda (Foley, 1997). Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa kesempatan kerja yang dimiliki perempuan lebih kecil dari laki-laki (Sudana et al., 2013) ( Safitri, 2020) & (Jolianis, 2021).  Wilayah tempat tinggal juga dapat mempengaruhi individu menganggur. Terdapat perbedaan hasil temuan yang menunjukkan bahwa klasifikasi wilayah tempat tinggal tidak berpengaruh signifikan terhadap durasi lama mencari pekerjaan (Kupets, 2006). Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan di Indonesia, individu yang tinggal di perdesaan cenderung lebih cepat untuk keluar dari status pengangguran dibandingan dengan individu yang tinggal di perkotaan (Safitri, 2020). Terdapat perbedaan upaya antara pengangguran yang mencari pekerjaan dan pengangguran yang mempersiapkan usaha. Hal inilah yang menarik untuk diteliti bagaimana perilaku individu dalam mencari pekerjaan dan mempersiapkan usaha dan berapa lama durasi waktu yang dibutuhkan para pengangguran untuk keluar dari status pengangguran di Sumatera pada tahun 2020. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel pendidikan, pelatihan kerja, pengalaman kerja, status perkawinan,  umur, jenis kelamin dan klasifikasi  tempat tinggal sebagai determinan yang mempengaruhi variasi durasi pengangguran seseorang dengan menggunakan analisis survival (BPS, 2020). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan paparan diatas, hal utama yang menjadi permasalahan di Sumatera yiatu menyangkut kesempatan kerja sehingga terjadinya masalah pengangguran dan lamanya waktu tunggu pekerja untuk mendapatkan pekerjaan. Peningkatan angka pengangguran terbuka dari tahun 2019 hingga 2020 didominasi oleh lulusan SMA, maka diperlukannya kebijakan dalam menciptakan lapangan pekerjaan baru untuk menyerap jumlah para pekerja yang menganggur tersebut. Saat ini pengangguran terdidik sangat sulit mendapatkan pekerjaan sehingga dibutuhkan durasi waktu yang lama untuk keluar dari status pengangguran tersebut. Masalah ketenagakerjaan, khususnya lamanya pencarian kerja bagi pekerja yang diuraikan di atas, menjadi fenomena menarik ketika pekerja dengan karakteristik   sosial dan demografis yang tinggi mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian ini adalah: 1. Apakah jenis pendidikan berpengaruh terhadap lama mencari kerja di Sumatera? 2. Apakah jenis pendidikan berpengaruh terhadap lama mempersiapkan usaha di Sumatera? 1.3 Tujuan Umum Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Untuk mengkaji pengaruh jenis pendidikan terhadap lama mencari kerja di Sumatera. 2. Untuk mengkaji pengaruh jenis pendidikan berpengaruh terhadap lama mempersiapkan usaha di Sumatera.  

Survival Analisis Jenis Pendidikan Terhadap 

Durasi Menganggur di Sumatera Tahun 2020

http://scholar.unand.ac.id/108276/2/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf

Survival Analisis Jenis Pendidikan Terhadap Durasi Menganggur di Sumatera Tahun 2020

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

eSkripsi Universitas Andalas