Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Salah satu alternatif untuk mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah banyak yaitu melalui teknik in vitro. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan kalus tanaman jati secara in vitro dengan pemberian IAA dan kinetin. Kombinasi perlakuan IAA (0,5 ppm dan 1 ppm) dan kinetin (1 ppm, 3 ppm, dan 5 ppm). terhadap jumlah kalus A1K2

(91,6%), diameter kalus A2K3 (42,62 mm), bobot kalus A2K3 (844,4 mg), karakteristik kalus dan kombinasi perlakuan yang menghasilkan kalus terbanyak adalah A1K2 (IAA 0,5 ppm dan kinetin 3 ppm)

Hamim, Hamim

Digital Library UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Gunung Djati Bandung

1 BAB I PENDAHULUAN  1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn.f.) merupakan tanaman yang sangat populer sebagai penghasil bahan baku untuk industri perkayuan karena memiliki kualitas dan nilai jual yang sangat tinggi. Kekuatan dan keindahan seratnya merupakan faktor yang menjadikan kayu jati sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).  Pertumbuhan jati merupakan pertambahan/perkembangan elemen-elemen antara lain: tinggi pohon dan diameter batang pohon sampai dengan waktu tertentu. Riap didefinisikan sebagai pertambahan pertumbuhan dimensi pohon (tinggi, diameter, bidang dasar, volume) atau dari tegakan yang dihubungkan dengan umur dalam satuan luas tertentu. Riap merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan hutan produksi lestari (Ruchaemi, 2013). Di Kalimantan Timur, tanaman jati dapat dijumpai di beberapa lokasi yang berada di dalam wilayah Kabupaten Berau, Kutai Timur, Kutai Kertanegara, Samarinda dan Balikpapan, dengan jumlah luasan diperkirakan mencapai lebih dari 1000 ha. Jati telah dikembangkan selain oleh masyarakat,juga oleh perusahaan swasta, meskipun bukan sebagai tanaman pokok, dengan memperlihatkan pertumbuhan yang beragam. Jati merupakan salah satu jenis kayu tropis yang sangat penting dalam pasar kayu internasional karena berbagai 2  kelebihan yang dimilikinya dan merupakan jenis kayu yang sangat bernilai untuk tanaman kehutanan (Bermejo dkk., 2004).  Secara garis besar, pengadaan bibit jati dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara generatif dan secara vegetatif. Secara generatif, pengadaan bibit jati dilakukan dengan menggunakan biji. Biji jati yang akan digunakan dipilih yang masih baru, karena biji jati yang telah disimpan sangat mudah berkurang daya kecambahnya. Buah jati termasuk jenis buah batu, memiliki kulit yang keras dan persentase perkecambahan rendah dibandingkan dengan species lain. Untuk itu perlakuan-perlakuan tertentu dilaksanakan agar mampu memecah dormansi biji (Sumarna, 2011). Dengan demikian diperlukan alternatif lain untuk pengadaan bibit jati salah satubya dengan kultur jaringan. Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya komposisi unsur hara dan keseimbangan zat pengatur tumbuh (zpt) sebagai komponen media. Zat pengatur tumbuh adalah hormon buatan yang berfungsi mengatur proses fisiologi pada tumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan sebagai komponen media kultur jaringan adalah golongan sitokinin dan auksin. Golongan auksin sepeti IAA (Indole-3-Acetid Acid) dapat berfungsi untuk aktivitas kambiun, pembentukan kalus, dan pertumbuhan akar. Golongan sitokinin seperti kinetin berfungsi untuk pembelahan sel, morfogenesis, dan pertumbuhan tunas, selanjutnya yang paling sering digunakan sebagai komposisi media kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, dan BAP (Edhi Sandra, 2013). Kedua golongan zat pengatur tumbuh tersebut dapat memacu pertumbuhan tanaman, apabila konsentrasinya seimbang antara sitokinin dan auksin 3  Berdasarkan pertimbangan tersebut, pada penelitian kultur jaringan jati (Tectona grandis L.f) dengan menggunakan tunas apikal jati dan zat pengatur tumbuh IAA (Indole-3-acetid acid) dan kinetin diharapkan dapat membentuk kalus kompak dan menjadi plantet sehingga menghasilkan bibit unggul.  1.2 Rumusan Masalah  Rumusan masalah yang diperoleh berdasarkan latar belakang yaitu berapakah konsentrasi IAA dan kinetin yang tepat untuk pertumbuhan kalus pada tanaman jati melalui teknik in vitro.  1.3 Tujuan Penelitian  Tujuan penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi yang tepat dari penambahan IAA dan kinetin untuk pertumbuhan kalus pada tanaman jati melalui teknik in vitro.  1.4  Kegunaan Penelitian  Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat sebagai :  1. Bahan informasi tentang potensi IAA dan kinetin pada kultur in vitro yang dapat dijadikan zat pengatur tumbuh untuk tanaman. 2. Dapat menjadi masukan yang berguna untuk meningkatkan produksi jati. 3. Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dokumen akademik yang berguna untuk dijadikan acuan bagi sivitas akademika.  4  1.5 Kerangka Pemikiran  Tanaman jati memiliki tinggi yang dapat mencapai sekitar 30 – 45 m. Dengan pemangkasan, batang yang bebas cabang dapat mencapai antara 15 – 20 cm. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu kasar, berwarna kecoklatan atau abu-abu yang mudah terkelupas. Percabanganjauh dari batang utama. Pangkal batang berakar papan pendek dan bercabang sekitar empat (Steniss, 2006: 350-351). Secara umum, produksi bibit melalui metode kultur jaringan memerlukan beberapa tahap: (1) penyediaan bahan tanaman (eksplan) dari induk terpilih, (2) sterilisasi eksplan yang akan ditanam pada media inisiasi, (3) penanaman pada media untuk penggandaan atau multiplikasi tunas, (4) penanaman pada media untuk perakaran atau pembentukan planlet, dan (5) aklimatisasi (Murashige, 1974; George dan Sherrington, 2004). Pada metode perbanyakan untuk tanaman jati genjah, umumnya tidak dilakukan tahap multiplikasi tunas dan perakaran tetapi diganti menjadi tahap induksi tunas dan elongasi, sedangkan tahap perakaran dilakukan pada saat aklimatisasi.  Di Indonesia produsen bibit menyikapi dengan menyediakan materi (bibit tanaman) dengan metode baru yaitu pembiakan vegetatif melalui kultur in vitro. Menurut Leksono (2008), jika dibandingkan dengan tanaman jati yang dikembang biakan dari biji (jati lokal) hasil kultur in vitro mempunyai pertumbuhan yang lebih seragam (80 %), sedangkan jati asal biji tingkat keseragamannya hanya 20 %. Daur pohon Jati hasil kultur jaringan lebih cepat (15 tahun siap panen) sedangkan asal biji perlu waktu di atas 40 tahun. Menurut PT.Monfori sebagai 5  salah satu produsen bibit menyatakan pertumbuhan jati mencapai 6,5 cm per minggu. Pada umur 15 tahun diameter mencapai 40 cm sehingga sudah bisa dipanen. Zat pengatur tumbuh, faktor genetik, jenis eksplan, dan komposisi media dasar memegang peranan sangat penting dalam proses embriogenesis somatik yang diinduksi secara in vitro. Media dasar menyediakan unsur hara makro, mikro, dan vitamin yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan jaringan eksplan. Pada proses induksi embriogenesis somatik secara in vitro, peran media adalah menyediakan nutrisi bagi proses pembentukan kalus serta pembentukan dan perkembangan embrio somatik. Pada proses ini nutrisi hanya disuplai dari media karena tidak ada koneksi dengan jaringan induk seperti pada pertumbuhan dan perkembangan embrio zigotik. Menurut Noormohammadi, Farahani, & Safarzadeh (2013), salah satu faktor paling penting pada proses regenerasi tanaman secara in vitro adalah unsur hara makro dan mikro serta vitamin yang spesifik pada setiap media dasar. Berbagai formulasi media dasar memiliki komposisi hara berbeda sehingga pemilihan media dasar yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan eksplan di dalam kultur. Pertumbuhan eksplan tunas jati dalam Ekavitri, dkk (2012) secara keseluruhan jumlah kalus terbanyak terdapat pada perlakuan NAA + kinetin dengan pemberian kinetin 3 ppm (N0K3 dengan rerata 9,17 tunas, N0,25K3 dengan 13, 67 tunas, N0,5K3 dengan rerata 9,67 tunas, dan N1K3 dengan 11,5 tunas). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian 3 ppm kinetin mampu memacu 6  multiplikasi tunas terkait peran dari kinetin sebagai hormon sitokinin yang merangsang pertumbuhan kalus, sehingga penambahan sitokinin (kinetin) pada media dapat mendorong sel-sel meristem pada eksplan untuk membelah dan mempengaruhi sel lainnya untuk berkembang menjadi kalus dan akhirnya membentuk daun. Penelitian ini menggunakan ZPT Indole acetic acid (IAA) (0,5 ppm; 1 ppm) dan Kinetin (1 ppm; 3 ppm; 5 ppm) serta media WPM sebagai media tumbuh eksplan. Tujuan dari penelitian adalah mencari komposisi media WPM dengan konsentrasi Kinetin dan IAA yang tepat dalam meningkatkan pertumbuhan kalus tanaman jati tectona grandis. Berdasarkan hal tersebut, penelitian kultur in vitro terhadap penggunaan tunas jati sebagai eksplan yang diketahui dapat memicu pertumbuhan kalus jati yang baik. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Berthouly dan Leksono (2008) yang menunjukkan bahwa meskipun berbagai organ dan jaringan tanaman kopi dapat digunakan sebagai sumber eksplan untuk induksi kalus embriogenik, namun tunas muda lebih efektif dibandingkan dengan jaringan somatik lainnya.  Menurut gunawan (2000) kemampuan morfogenesis berhubungan dengan tempat sel yang kompeten. Pengaplikasian posisi penanaman eksplan yang berbeda meliputi posisi tunas merupakan metode yang dapat dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Suyitno (2012) menunjukan bahwa tunas memiliki jumlah stomata yang banyak. Jumlah stomata mampu menjadi indikator terhadap respon pertumbuhan kalus terbaik. 7  Komponen media yang menentukan keberhasilan teknik in vitro yaitu jenis dan konsentrasi zat pengatur tunbuh (ZPT) yang digunkan. Tahapan awal pertunbuhan eksplan tanaman jati melalui teknik in vitro dapat digunakan zat pengatur tumbuh berupa IAA (indole-3-acetid acid). Konsentrasi hormon pertumbuhan pada media kultur in vitro sangat berperan dalam morfogenesis (Ali et al., 2007). Pembentukan jati dipengaruhi oleh adanya keseimbangan antara hormon perangsang dan penghambat tumbuh yang terdapat dalam tanaman tersebut. Perbandingan ini dapat dilakukan dengan pemberian pendorong, mengurangi penghambat, atau kombinasi keduanya. Proses in vitro ini dapat menggunakan sitokinin dan zat pengatur tumbuh yang termasuk dalam kelompok inhibitor (Samanhudi et al., 2002) Penelitian-penelitian diatas memberikan acuan bahwa penambahan ZPT dan penggunaan eksplan tunas dapat memicu pertumbuhan kalus tanaman jati terbaik. Berdasarkan uraian tersebut, maka pada penelitian ini akan dilakukan uji pengaruh penambahan IAA dan kinetin pada media kultur, penggunaan tunas muda dan dewasa sebagai bagian tanaman, dan posisi penanaman eksplan yang berbeda pada kalus jati (Tectona grandis L.f.).  1.6  Hipotesis  Penggunaan zat pengatur tumbuh IAA dan kinetin memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kalus jati (Tectona grandis L.f) secara in vitro.  

Regenerasi Kalus Jati (Tectona grandis L.F.) dengan zat pengatur tumbuh IAA (Indole-3-Acetid Acid) dan kinetin secara In Vitro

https://digilib.uinsgd.ac.id/24177/21/4_bab1.pdf

Regenerasi Kalus Jati (Tectona grandis L.F.) dengan zat pengatur tumbuh IAA (Indole-3-Acetid Acid) dan kinetin secara In Vitro

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

Digital Library UIN (Universitas Islam Negeri) Sunan Gunung Djati Bandung