Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan metode-pendekatan dalam penelitian secara umum, baik metode-pendekatan teologis-normatif, ilmiah maupun fenomenologi. Metode pelaksanaan kajian ini adalah metode historis dengan menggunakan data kwalitatif. Data diperoleh melalui studi pustaka. Hasil kajian ini menunjukan bahwa metode-pendekatan yang paling awal dikenal adalah metode-pendekatan teologis yang bersifat normatif sejak jaman Yunani, Romawi kuno dan berlanjut hingga abad pertengahan. Pendekatan ini mengalami perkembangan secara pesat dengan munculnya sederetan peneliti dengan karya-karyanya pada abad-7 sampai abad ke-9 M. Sebagai kelanjutan metode-pendekatan normatif adalah metode-pendekatan ilmiah. Metode-pendekatan ini mulai mengalami perkembangan pada abad ke-19 M. ditandai dengan munculnya sederatan peneliti dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Metode-pendekatan selanjut yang banyak digunakan peneliti agama  adalah metode-pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini mengalami perkembangan sejak abad ke-20 M. hingga dewasa ini. Sebagai indikasi perkembangan metode-pendekatan ini ditandai munculya sederetan fenomenolog dan karya-karyanya

Rahmat, Rahmat

English

E-Jurnal UIN (Universitas Islam Negeri) Alauddin Makassar

47  PERKEMBANGAN METODE-PENDEKATAN DALAM PENELITIAN AGAMA Oleh : Rahmat Email: rahmat.ski04@uin-alauddin.ac.id Abstrak Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis perkembangan metode-pendekatan dalam penelitian secara umum, baik metode-pendekatan teologis-normatif, ilmiah maupun fenomenologi. Metode pelaksanaan kajian ini adalah metode historis dengan menggunakan data kwalitatif. Data diperoleh melalui studi pustaka. Hasil kajian ini menunjukan bahwa metode-pendekatan yang paling awal dikenal adalah metode-pendekatan teologis yang bersifat normatif sejak jaman Yunani, Romawi kuno dan berlanjut hingga abad pertengahan. Pendekatan ini mengalami perkembangan secara pesat dengan munculnya sederetan peneliti dengan karya-karyanya pada abad-7 sampai abad ke-9 M. Sebagai kelanjutan metode-pendekatan normatif adalah metode-pendekatan ilmiah. Metode-pendekatan ini mulai mengalami perkembangan pada abad ke-19 M. ditandai dengan munculnya sederatan peneliti dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Metode-pendekatan selanjut yang banyak digunakan peneliti agama  adalah metode-pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini mengalami perkembangan sejak abad ke-20 M. hingga dewasa ini. Sebagai indikasi perkembangan metode-pendekatan ini ditandai munculya sederetan fenomenolog dan karya-karyanya. Kata kunci: perkembangan, metode-pendekatan, normative, ilmiah, fenomenologi.    48  48  I. PENDAHULUAN Salah satu sifat dasar manusia adalah adanya hasrat selalu ingin tahu. Ketika ia ingin memperoleh pengetahuan tentang sesuatu, maka muncul lagi kecenderungan untuk lebih tahu, demikian seterusnya. Terlebih lagi apabila diperhadapkan kepada sesuatu yang sifatnya dinamis.  Agama sebagai salah satu obyek penelitian, keberadaanya dalam kehidupan manusia tidaklah statis dan konstan, terutama dalam pandangan para pemeluknya. Agama dianggap atau diyakini sebagai way of life, sehingga manusia dalam berbuat/bertindak selalu menjadikan agama sebagai patron yang membingkai pola piker dan perilaku mereka. Agama hadir sebagai tali penghubung antara Pencipta (the Creator) dengan manusia, juga sebagai jalan keselamatan menuju kehidupan akhir. Karena agama mengajarkan keyakinan eskatologi dan doktrin kehidupan yang berfungsi sangat vital bagi orientasi sosial keagamaan seseorang sehingga respon manusia beragam terhadap keberadaan agama yang selanjutnya berkembang menjadi sebuah kekuatan, idiologi yang mewarnai prilaku politik, ekonomi serta bidang-bidang lainnya dalam kehidupan.1 Berdasarkan hal tersebut, maka agama sangat perlu diteliti. Penelitian agama dalam sejarah dimulai sejak masa sebelum masehi dan di era modern sekarang ini penelitian tentang agama telah berkembang, diantaranya terbukti dari pembentukan The Society for the Scientific Study of Relegion di Amerika pada tahun 1950. Tujuannya ialah untuk menghimpun para sarjana agama dan sarjana sosial; saling mendorong dan memperkaya pengalaman masing-masing yang mempelajari agama secara ilmiah;  1Kamaruddin Hidayat, Tragedi Raja Mides Moralitas Agama dan Krisis Modernisme (Cet. I; Jakarta : Paramadina, 1999), h. 67.  49  49  menggalakan penelitian agama secara ilmiah; mengajukan proyek-proyek penelitian dan untuk mendorong dan membantu penelitian bersama. The Institute of Social and Religius Research telah melaksanakan 48 proyek penelitian yang diterbitkan dalam 78 jilid.2 Indikasi ini bukanlah satu-satunya bukti perkembangan penelitian agama, yang terpenting adalah munculnya berbagai metode pendekatan penelitian agama. Oleh karena itu masalah pokok yang akan dibahas dalam makalah ini adalah “Bagaimana perkembangan metode-pendekatan penelitian agama?” Untuk mengelaborasi permasalahan tersebut, maka digunakan metode pelasanaan historis dengan langka-langka yang mencakup heuristic, kritik, interpretasi, dan historiografi. Dengan demikian tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis bentuk-bentuk metode-pendekatan penelitian agama yang muncul dalam sejarah penelitian agama.  Di samping itu tulisan diharapkan berguna untuk memahami lebih lanjut penelian agama.  II. METODE-PENDEKATAN NORMATIF  2David D. Moberg, The Cruch as a Sozial Institution : The Sosiology Of AmericanReligion  (Englewoods Cliffs, Bew Jersey : Pretice-Hall, 1999), h. 13-14. 50  50  Metode-pendekatan normatif, di Barat dikenal sebagai pendekatan teologi merupakan metode-pendekatan yang muncul pertama untuk memahami agama dan penganutnya. Lahirnya metode ini pendekatan ini dimotivasi oleh ajaran agama yang sarat akan nilai, khususnya sistem keyakinan yang dijadikan sebagai panduan, aturan, akuran dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Nilai itu juga menjadi control dalam melaksanakan penelitian. Dalam sejarah perkembangan agama-agama mulai dari masa Yunani, Romawi kuno dan berlanjut hingga abad pertengahan, pendekatan normatif yang mengarah kepada kritik agama lain merupakan warna dominan dalam hubungan antar agama. Sejarah interaksi Kristen-Islam misalnya, telah melahirkan karya tulis dari masing-masing pemuka agama yang bertujuan mendiskreditkan agama lawan dengan menelusuri kelemahan-kelemahannya sambil menonjolkan ajaran agama yang dianut. Sederet nama dapat disebut disini. Dari abad ke-7 sampai abad ke-9, pihak Kristen diwakili oleh St. John of Damascus (675-753), Theodore Abu Gurrah (740-825), chatolicus Thymothy (728-823), Ammar Al-Basri (800-850). Karya-karya mereka berkisar pada dua tema sentral : pembenaran doktrin Kristen di satu pihak dan penolakan kenabian Muhammad dan otentisitas al-Qur’an di pihak lain. Dari pihak Islam, karya Ali bin Sahl al-Thabari (w. 855) berjudul al-Radd ‘alā al-Nasārā (Sanggahan terhadap kaum Nashrani) dan karya Al-Jāhiz (776-869) dengan judul yang sama, bertujuan untuk menjelaskan posisial-Qur’an tentang distorsi yang dilakukan oleh umat Kristen terhadap ajaran Isa a.s. Selanjutnya, pada abad ke-11 dan ke-12, Elias al-Nasibi (975-1046) membuktikan kebenaran agama Kristen dan menunjukkan adanya kontradiksi dalam ayat-ayat al-Qur’an. Di lain pihak ulama Islam secara aktif menelusuri ketimpangan isi Perjanjian Lama dan Baru sesuai dengan petunjuk al-51  51  Qur’an. Ulama tersebut, antara lain: Ibnu Hazm (994-1064) dengan karyanya al-Fishal fi al-Milal wa al-Ahwāl al-Nihal (Penjelasan Tentang Aliran-Aliran Agama dan Sekte-Sekte). Imam Al-Juwainy (1028-1085) dengan karyanya Syifā’ Al-Ghalīl fa Bayān mā Waqa’a fil Taurāt wal Injīl min al-Tabdil (Pelepasan Dahaga Melalui Pemaparan Pembahasan yang Terjadi di atas Teks-teks Taurat dan Injil). Imam al-Ghazali (1059-1111) dengan karyanya al-Radd al-Jamīl li Ilāhiyati ‘Īsa bi Sarīh al-Injīl (Sanggahan Indah tentang Ketuhanan Isa dalam Teks Injil).3 Dari kenyataan itu, metode pendekatan-normatif seringkali memberikan indikasi adanya ketegangan.4 Persoalannya adalah karena pendekatan normatif berupaya menjelaskan sebuah agama dengan menitikberatkan kebenaran doktrinal, keunggulan sistem nilai, otentitas teks, serta fleksibilitas ajarannya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif apologetik dalam memperthankan keunggulannya.5 Pengamat studi agama melihat pendekatan normatif ini cebderung tidak atau kurang kondusif untuk mengantarkan penganut agama tertentu untuk melihat rumah tangga penganut agama lainsecara bersahabat, sejuk dan ramah. Disamping itu metode-pendekatan ini akan melahirkan truth claim yang mengandung implikasi pembentukan metode of through yang bersifat partikularistik, eksklusif dan sering kali intoleran.  III. METODE-PENDEKATAN ILMIAH  3Disdurdari, Alwi Shihab, Islam Insklusif (Cet. V; Bandung : Mizan, 1999), h. 47-48. 4Baca M. Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisita? (Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), h. vi. 5Alwi Shihab, Islam Insklusif,  h. 47. 52  52  Pada akhir abad ke-19 Metode pendekatan-normatif mulai menyurut  dan kurang diminati peneliti, hanya terbatas pada institusi-institusi agama.  Kemudian diganti dengan metode-pendekatan ilmiah yang ditandai dengan munculnya disiplin ilmu baru yang bernama ilmu agama-agama (The Science of Religius). Munculnya metode-pendekatan ilmiah di dalam penelitian agama dilatarbelakangi oleh ketidakmampuan metode-pendekatan normatif/teologis memecahkan masalah hubungan antara umat beragama (pluralitas) agama.  Terlebih-lebih lagi,  kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya memang tidak pernah berdiri sendiri,  terlepas dari jaringan institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya. Kepentingan ekonomi, sosial, politik dan bidang kehidupan lainnya  menyertai pemikiran yang sudah mengkristal dalam suatu komunitas masyarakat tertentu. bercampur aduk nya doktrin agama dengan institusi sosial yang menyertai dan mendukungnya menambah peliknya persoalan yang dihadapi umat beragama. Akan tetapi,justru keterlibatan institusi sosial dalam wilayah keberagamaan manusia itulah yang kemudian menjadi lahan subur bagi penelitian agama.6  Penelitian hubungan antara agama dan ekonomi melahirkan beberapa teori yang cukup menggugah minat para peneliti agama. Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik.  Karl Marx (1818-1883),  sebagai contoh, melihat agama sebagai candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya untuk memperkenalkan teori komplik.  Lain halnya dengan (1964-1920).  Dia melihat adanya korelasi positif antara ajaran Protestan dengan  6M. Amin Abdullah,  Studi Agama Normativitas atau Historisita? h.30-31. 53  53  munculnya semangat kapitalisme modern.   Etika Protestan dilihatnya sebagai cikal bakal etos kerja masyarakat industri modern yang kapitalistik. Tidak ketinggalan,  Maximee Rodinson  dalam bukunya Islam and Capitalism menganggap bahwa  ekonomi Islam itu lebih dekat kepada sistem kapitalisme, atau sekurang-kurangnya tidak mengharamkan prinsip-prinsip dasar kapitalisme.7 Agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian sosial juga tidak kalah menariknya untuk ditekuni oleh para peneliti sosial keagamaan.  Kasus di Indonesia, peneliti Cliffor Geertz dalam karyanya The Religion of Java dapat dijadikan contoh yang baik dalam bidang ini. Geertz  melihat adanya klasifikasi sosial dalam masyarakat muslim di Jawa, Antara Santri, priyayi  dan abangan.  Meskipun hasil-hasil penelitian antropologis di Jawa Timur ini mendapat sanggahan dari berbagai ilmuwan sosial yang lain.8 Demikianlah beberapa contoh pendekatan ilmiah terhadap penomena keagamaan manusia.  Hasil penelitian semacam itu semakin hari bukannya semakin berkurang, tetapi justru semakin bertambah, terutama di pusat-pusat studi agama di berbagai perguruan tinggi di berbagai penjuru dunia. IV. METODE-PENDEKATAN FENOMENOLOGI Arah agamawan dari berbagai kalangan, terlebih-lebih lagi mereka yang memahami betul seluk beluk History of Religion sering merasa tidak puas dengan temuan-temuan yang dikemukakan oleh peneliti yang menggunakan metode pendekatan ilmiah (ilmu-ilmu sosial).  Mereka dianggap kurang apresiatif terhadap  7Disadur dari Studi Agama Normativitas atau Historisita?, h. 31-32. 8Taufik Abdullah (ed.), Islam di Indonesia (Cet. I; Jakarta : Tintamas, 1974), h. 23.  54  54  aspek doktrin.  Dengan ungkapan lain bahwa mereka hanya melihat kulit luar atau aspek eksternalitas dari keberagamaan  manusia tanpa memasuki relung-relung internalitas-kedalaman keberagamaan manusia.9 Padahal penelitian agama dimaksudkan untuk memahami dan menerangkan implikasi dan konsekuensi pemikiran teologis secara khusus dan realitas keagamaan manusia secara umum.   Prof. Mircea Eliade mengatakan bahwa sebuah fenomena keagamaan dapat dipahami hanya ketika dikaji sebagai sesuatu yang bersifat religius. Mencoba menangkap makna fenomena religius dengan sarana sosiologi, psikologi,  ekonomi maupun ilmu yang lain adalah keliru, karena akan menghilangkan suatu elemen unik dan pokok - yaitu elemen yang sakral. Eliade juga menyadari bahwa tidak ada fenomena yang secara murni religius. Namun kita tetap setuju dengannya bahwa tidak berarti agama dapat dijelaskan dalam tema-tema atau fungsi-fungsi yang lain, seperti sosiologi, linguistik dan ekonomi.  Dalam mengetengahkan hal ini, mau tidak mau, para peneliti akan berhadapan dengan berbagai problema metodologi.10 Seiring dengan adanya ketidakpuasan agamawan dan munculnya problema metodologi yang dihadapi peneliti, muncullah pendekatan baru terhadap entisitas keberagamaan manusia,  yaitu  metode-pendekatan fenomenologi.  Pendekatan fenomenologi dalam penelitian agama dikembangkan antara lain oleh Rudolf Otto, Joachim Wach, G. Van der Leew, Kristensen, Mircea Eliade. Perintisnya dapat disebut antara lain Goldziher dan Snouk Hungronje.11  9A. Mukti Ali, Metode Memahami Agama Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1991), h. 32-46 10Joseph M. Kitagawa, Sejarah Agama-Agama di Amerika dalam Ahmad Norma Permata (ed.) Metodologi Studi Agama (Cet. I; Yogyakarta ; Pustaka Pelajar, 2000), h. 131. 11Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi IV, Cet. I; Yogyakarta Rasesarasin 2000), h. 34-35. 55  55  Pusat perhatian metode-pendekatan fenomenologi, sebenarnya hanya terbatas pada pencarian esensi, makna dan struktur fundamental dari pengalaman keberagamaan manusia. Di dalam pengalaman keberagamaan manusia ada esensi yang dapat direduksi dan itulah struktur fundamental manusia beragama.  menemukan suatu perasaan yang benar-benar lain, mengagumkan mengharukan, menarik dan menggetarkan jiwa keberagamaan seseorang. G.  Van der Leewuw, lebih menekankan ketergantungan seseorang beragama pada zat-zat yang maha kuasa (power).12 Dengan demikian sesuatu yang suci yang tidak bisa terlepas dari fenomena manusia beragama, itulah yang dianggap fundamental oleh eh pendekatan fenomenologi ketika menatap realitas pengalaman keberagaman manusia. dalam arti, bahwa dalam struktur fundamental pengalaman beragama manusia,  sifat-sifat dasar tersebut selalu ada di dalamnya.  Dalam rangka mengoperasionalkan metode-pendekatan ini, peneliti menekankan perlunya penjarakan seseorang melalui kategori-kategori apriori yang spekulatif dan normatif dalam kajian terhadap fenomena keagamaan. Juga mendorong kepada orientasi menyeluruh di mana sang peneliti melihat apa yang di yakini orang-orang beriman berkenaan dengan diri mereka sendiri dan bukan apa yang diyakini oleh orang lain mengenai mereka.13 Di sinilah kelihatan metode-pendekatan fenomenologi sangat deskriptif. Metode-pendekatan fenomenologi dapat memberi sumbangan yang cukup berharga bagi para agamawan (teolog) dan para peneliti. dengan metode pendekatan fenomenologi, truth claim yang menjadi di ciri khas pemikiran metode-pendekatan  12Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisita?, h. 34-35. 13Ursula King, Debat Metodologis Pasca perang Dunia II dalam Ahmad Norma Permata (ed.), Metodologi Studi Agama (Cet. I; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000), h. 304. 56  56  normatif secara relatif dapat dikurangi. Adalah realitas mengakui kenyataan bahwa metode-pendekatan normatif memang sudah begitu sifatnya. Sedangkan metode-pendekatan fenomenologi tidak sampai mereduksi fenomena keagamaan hanya terbatas sebagai gejala sosial belaka,  seperti yang dilakukan oleh metode-pendekatan ilmiah. V. PENUTUP Penelitian agama mengalami perkembangan baik dilihat dari segi kuantitas maupun segi kualitas titik dari segi kualitas ditandai dengan muncul dan berkembangnya berbagai metode-pendekatan. Secara umum dapat disebut, metode-pendekatan normatif, metode-pendekatan ilmiah dan metode-pendekatan fenomenologi. Munculnya metode-pendekatan yang diawali  metode pendekatan normatif dilatarbelakangi keinginan untuk mengetahui kebenaran agama yang diyakini pemeluk agama. Para peneliti agama tidak hanya meneliti agama sendiri tapi juga agama orang lain. Dari sinilah muncul truth claim.  Disadari bahwa pendekatan normatif tidak sanggup menyelesaikan masalah yang timbul dalam hubungan antar umat beragama. Kemudian diperkuat sesuatu kenyataan bahwa doktrin agama sudah mengkristal dalam masyarakat (tidak terlepas dari jaringan lembaga sosial),  maka muncul metode-pendekatan ilmiah. Selanjutnya muncul metode-pendekatan fenomenologi yang berusaha memadukan kedua metode-pendekatan sebelumnya dalam mengungkapkan realitas keagamaan umat manusia.    57  57  DAFTAR PUSTAKA Abdullah, M. Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas? Cet. I; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996. Abdullah, Taufik (ed.). Islam di Indonesia. Cet I; Jakarta : Tintamas, 1974. Ali, A. Mukti . Metode Memahami Agama Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1991. D. Moberg, David. The Cruch as a Social Institution : The Sosiology of American Religion. Englewood Cliffs, Bew Jersey : Pretice-Hall, 1962. Hidayat, Kamaruddin. Tragedi Raja Mides Moralitas Agama dan Krisis Modernisme. Cet. I; Jakarta : Paramadina, 1999.  King. Ursula. Debat Metodologis Pasca Perang Dunia II dalam Ahmad Norma Permata (ed.), Metodologi Studi Agama. Cet I; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000. M. Kitagawa, Joseph. Sejarah Agama-Agama di Amerika dalam Ahmad Norma Permata (ed.) Metodologi Studi Agama. Cet I; Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000. Muhajir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV, Cet. I ; Yogyakarta Rajesarasin, 2000. Shihab, Alwi. Islam Inklusif. Cet. V ; Bandung : Mizan, 1999. 

Perkembangan Metode-Pendekatan dalam Penelitian Agama

http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/download/18088/pdf

Perkembangan Metode-Pendekatan dalam Penelitian Agama

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

E-Jurnal UIN (Universitas Islam Negeri) Alauddin Makassar