Menjaga Sejarah, Mengelola Ingatan Tradisi Ritus Haul Cuci Pusaka di Keramat Tajug Kota Tangerang Selatan

Abstract

Tradisi ritus haul cuci pusaka di Keramat Tajug Kota Tangerang Selatan hadir di tengah masyarakat Cilenggang sebagai identitas yang dibentuk oleh keluarga keturunan Tubagus Muhammad Atif. Pelaksanaannya yang telah berlangsung sejak abad ke-17 mengalami berbagai rekonstruksi dan pengelolaannya hingga bertahan di tengah kota yang pesat akan pembangunan dan modernisasi. Hal tersebut tentunya menarik perhatian dan memunculkan pertanyaan bagaimana tradisi ritus tersebut dapat bertahan dan menjadi identitas masyarakat Cilenggang, khususnya bagi keluarga keturunan Tubagus Muhammad Atif. Untuk menemukan dan mendeskripsikan pembentukan identitas dalam pengelolaan tradisi ritus haul cuci pusaka di Keramat Tajug Kota Tangerang Selatan, maka teori yang digunakan yaitu teori pembentukan identitas, pengelolaan identitas budaya dan kebijakan dalam konsep mempertahankan budaya. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografi yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara langsung di lapangan bagaimana pelaksanaan tradisi haul cuci pusaka sebagai milik masyarakat Cilenggang. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa identitas terbentuk dimulai sejak Tubagus Muhammad Atif mendapatkan warisan pusaka berupa tutup pusar yang kemudian dirawat melalui ritual pencucian. Meskipun berbagai permasalahan terjadi yang menghambat pelaksanaan tradisi dilakukan karena kondisi di tengah penyebaran agama Islam dan konflik masa kolonial, tradisi tetap dilakukan secara sembunyi hingga berani untuk dilakukan secara terbuka ketika undang-undang tentang pelestarian cagar budaya diberlakukan. Konsep tradisi menjadi sebuah konservasi pusaka agar tetap terjaga. Unsur yang ada dalam tradisi sebagai ritual yaitu tempat pelaksanaan, waktu pelaksanaan yang telah ditentukan, benda pusaka dan pelengkap ritual seperti sesajen, tokoh yang dianggap pantas untuk memimpin jalannya pelaksaan ritual serta kesenian Islam yaitu musik hadrah dan unsur verbal berupa doa-doa dan shalawat Nabi. Pembentukan identitas terjadi melalui hibriditas dan memunculkan konsep sinkretisme antara budaya masyarakat lokal dengan budaya agama Islam. Hegemoni yang terjadi dalam tradisi mengakibatkan terjadi mimikri pada masyarakat Cilenggang yang terbiasa dengan adanya tradisi tersebut sehingga menjadi identitas yang melekat dalam kehidupan mereka

    Similar works