Poligami sebagai Perkawinan Abnormal: Kajian terhadap Syariat Islam

Abstract

Polarisasi poligami dewasa ini menyeruak di permukaan. Hal ini ditengarai oleh pihak-pihak yang mengkampanyekan poligami dengan massif. Secara tidak sehat, Al-Quran dan Hadis dijadikan alat guna membungkus kampanye tersebut seolah poligami itu ‘Islami’. Akibatnya timbul paradoks, di mana sebagian orang berasumsi bahwa Islam agama yang pro dan mendukung poligami. Fakta demikian perlu diluruskan mengingat secara prinsip, agama Islam menjunjung tinggi penghormatan dan keadilan atas sesama makhluk Tuhan. Tidak boleh ada superioritas atas satu pihak yang berakibat memarginalkan pihak lain. Oleh karena itu, penelitian ini berusaha membedah fikih poligami dalam Islam bagaimana sesungguhnya konteks poligami berlaku dan apakah benar Islam mendukung hal tersebut. Penelitian ini menggunakan kajian normatif dengan pendekatan komprehensif guna menghasilkan konklusi yang akurat dan valid. Hipotesa kajian ini hendak membangun pemahaman bahwa poligami adalah pernikahan yang layak dipakai sebagai alternatif dengan berbagai fakta di antaranya secara prinsip fikih tidak menganjurkan poligami. Ayat poligami tidak bermakna wajib namun kebolehan, poligami Rasulullah s.a.w. bukan karena hasrat, hikmah pernikahan kontradiksi dengan poligami serta pendapat dari beberapa cendikiawan Muslim menyangkut persoalan poligami. Sejurus dengan temuan tersebut, poligami layak diperbincangkan pada ranah ‘abnormal’ dimana tidak semua kondisi praktik demikian patut dilakukan.[The polarization of polygamy is currently on the surface. This is suspected by those who are campaigning for polygamy. Unhealthily, Al-Quran and Hadith are used as tools to wrap the campaign as if polygamy is “Islamic” Polygamy, Sharia, Alternative. The result is a paradox, where some people assume that Islam is a pro and supports polygamy. This fact needs to be straightened out considering that the Islamic religion upholds respect and justice for fellow divine beings in principle. There must be no superiority over one party, which results in the marginalization of the other. Therefore, this study seeks to dissect the polygamy sharia in Islam, how the context of polygamy applies and whether Islam supports it. This study uses a normative study with a comprehensive approach to producing accurate and valid conclusions. This study’s hypothesis is to understand that polygamy is alternative fikih with various facts, including in principle that jurisprudence does not advocate polygamy. The verse polygamy does not mean obligatory but permissible, polygamy the Prophet s.a.w. not because of the passion, wisdom of marriage and polygamy, and some Muslim scholars’ opinions. In line with these findings, polygamy deserves to be discussed in the realm of ‘abnormal’ where not all practice conditions are appropriate.

    Similar works