Tantangan globalisasi dan modernisasi dewasa ini membawa ekses yang nyata terhadap orientasi iman dan perilaku beragama yang dianut oleh seseorang, ada yang mengarah pada ekses positif dan ada yang negatif. Dua orientasi sikap beragama kemudian juga berimplikasi pada status kesehatan mental masing-masing pemeluk agama, apakah mengarah pada mental yang sehat atau sebaliknya. Kajian ini menggunakan perspektif psikologi agama milik Gordon Allport, di mana merupakan suatu pendekatan yang dipilih untuk melihat protret penghayatan keberagaman individu, pengalaman-pengalaman yang dirasakan, dan implikasinya bagi kesehatan mental. Orientasi keberimanan dan perilaku religius seseorang pada satu sisi menitikberatkan pada komitmen menghayati dan menjalankan agama secara utuh (kaffah), tidak dogmatis, tidak egoistis, dinamis, dan berimplikasi positif bagi kesehatan mental. Orientasi religius yang seperti ini, seringkali dikategorisasikan sebagai orientasi religius yang bersifat intrinsik. Pada sisi lain, ada yang menekankan keberagamaannya pada hal-hal yang bersifat dogmatis, egoistis, motif pribadi, adanya prasangka, dan berimplikasi negatif bagi kesehatan mental. Inilah yang dikategorisasikan dengan orientasi religius yang bersifat ekstrinsik. Dalam konteks ini, pilihan orientasi beragama, akan menentukan status kesehatan mental pada setiap pemeluk agama