NETRALISASI KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU) DALAM PENYELENGGARAAN PEMILU MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017

Abstract

Skripsi ini membahas tentang Netralitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Penyelenggaraan Pemilu Menurut Undang-undang KPU Nomor 7 Tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan desain diskreptif analisis. Sedangkan metode pengumpulan data dengan menggunakan Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan pendekatan naturalistik menuntut pengumpulan data pada setting yang alamiah. Hasil penelitian menyarankan agar KPU sebagai penyelenggara Pemilu, agar dapat benar-benar menjalan peran dan tugasnya sebagai lembaga yang bertanggungjawab, maka harus meminimalisir pelanggaran Pilkada. Hasil kesimpulan penelitian adalah bahwa, (1) Pertama, independensi; Kedua, imparsialitas; Ketiga, integritas; Keempat, transparansi;. Kelima, efisiensi; . Keenam, profesional;. Ketujuh, berorientasi pelayanan; (2) Faktor faktor yang mengakibatkannya ketidak netralan KPU dalam penyelenggaraan pemilu pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilukada di Kota Jamnbi antara lain adalah (a) Masih adanya oknum-oknum PNS yang ikut dan mendukung salah satu kandidat Pasangan, b) Masih adanya oknum-oknum Komisioner KPU yang secara tidak langsung bermain, (c) Masih adanya oknum melakukan money politik, (d) Pemberian sumbangan dan bantuan (f) Pemberian peralatan dan fasilitas tertentu, (g) Pemberian pakaian dan sejenisnya, (h) Masih adanya oknum pengurus dan anggota partai pendukung kandidat pasangan (i) Belum maksimalnya penerapan Undang-undang pemilu, (k) SDM pelaksana pemilu yang kurang memadai, (l) Sosialisasi Undang-undang pemilu yang kurang maksimal, (m) Pemberian sanksi oknum dan pelaku dalam pelanggaran pemilu tidak diterapkan secara maksimal, (n) Penyeleksian anggota Komisioner KPU dan Panwas yang kurang berkualitas, (o) Masyarakat mudah dihasut dan di iming iming, (p) Peran Panwas tingkat Kota, Kecamatan dan Kelurahan belum berjalan maksimal, (3) Bentuk-bentuk sanksi dalam pelanggaran KPU dalam pelaksanaan pemilu menurut UU No. 7 tahun 2017 tindak pidana pemilu harus diproses melalui sistem peradilan pidana, yakni melalui kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Hal serupa terjadi di negaranegara lain. Sanksi pidana adalah yang paling keras sehingga hanya negara melalui pengadilan yang bisa menjatuhkan saksi untuk pelaku tindak pidana pemilu. Hal ini berbeda dengan sanksi administrasi di mana pemerintah atau lembaga negara (seperti Komisi Pemilihan Umum) yang diberi wewenang dapat menjatuhkan sanksi administrasi, tanpa melalui proses peradilan. Karenanya, jika ada peserta pemilu melakukan pelanggaran administrasi, KPU atau KPUD yang mendapat penerusan laporan atau temuan dari pengawas pemilu, dapat memproses dan menjatuhkan sanksi administrasi kepada pelanggar tersebu

    Similar works