Analisis hukum pidana islam terhadap tindak pidana pemilu tentang Membakar dan Merobek Surat Suara Pemilu: studi putusan pengadilan Negeri Wonoasri Nomor: 85/Pid.Sus/2019/PN. Wno

Abstract

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan diperoleh dari kajian kepustakaan yaitu berupa teknik bedah putusan, dokumentasi serta kepustakaan. Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu mengemukakan data yang bersifat umum kemudian ditarik menjadi data yang lebih khusus yaitu dalam putusan. Hasil penelitian ini temuan bahwa Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor: 85/Pid.Sus/2019/PN.Wno tentang tindak pidana pemilu dengan terdakwa bernama Maharddhika Wirabuana Krisnamurti als Krisna Bin subaryanto dengan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan penjara selama 2 (dua) bulan. Menetapkan bahwa pidana yang dijatuhkan tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada perintah hakim yang menyatakan lain, bahwa terpidana sebelum masa percobaan selama 6 (enam) bulan berakhir, telah bersalah melakukan suatu tindak pidana. Putusan ini dianggap kurang sesuai menurut Undang-undang khusus yang telah ditetapkan, seharusnya putusan yang diberikan oleh hakim merujuk kepada Pasal 531 UU RI No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00.. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Wonosari, hukuman bagi pelaku sendiri tidak disebutkan secara jelas tentang hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak pidana pemilu dengan cara membakar dan merobek surat suara, hukuman untuk pelanggaran ini masuk ke dalam hukuman ta’zi<r, yaitu sanksi ta’zi<r yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang (hukuman penjara terbatas) dan sanksi ta’zi<r yang berkaitan dengan harta (Al-Tamlik/denda). Tentang ukuran sanksi ta’zi<r terhadap pelaku diserahkan kepada Hakim agar memberikan sanksi yang sesuai dengan jari<mah yang dilakukan oleh pelaku, apabila perkara yang diajukan ke hadapan hakim sudah terdapat hukumnya di dalam nash (al-Qur’an dan alHadis) atau terdapat ketentuan yang telah disepakati oleh ulama, atau telah diketahui secara pasti ketentan hukumnya oleh masyarakat, kemudian diputus oleh hakim dengan menyalahi aturan tersebut, maka putusan tersebut batal dan berhak dibatalkan. Sejalan dengan seusia di atas, Untuk penegak hukum terutama hakim sebagai ulil amri yang diberikan kekuasaan untuk mengadili sebagai wakil tuhan yang ada di bumi. Sebaiknya dalam memutuskan suatu perkara harus berdasarkan ketentuan yang berlaku, agar supaya di setiap keputusannya dapat memenuhi rasa keadilan bagi masyaraka

    Similar works