Kontroversi Antar Stakeholder Terhadap Kebijakan Hunian Berimbang Pada Rumah Susun di Kota Yogyakarta

Abstract

Kota Yogyakarta mengesahkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tentang Rumah Susun pada tahun 2016, guna memberikan perlindungan terhadap kepentingan semua golongan yang terkait rumah susun baik pemerintah, pelaku pembangunan, pengelola maupun penghuninya. Pada pasal 22 mengharuskan setiap pelaku pembagunan menyediakan rumah susun umum paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun diepruntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yang disebut dengan konsep hunian berimbang. Hingga saat ini tidak terdapat aturan pelaksanaan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dari Undang – Undnag Rumah Susun 2011 dan mengingat terbatasnya luasan Kota Yogyakarta menyebabkan pro dan kontra antar stakeholder terhadap kebijakan tersebut yang dianggap sulit untuk dilaksanakan di Kota Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Informasi didapat melaui wawancara mendalam terhadap para stakeholder yang terdiri atas akademisi, birokrat, asosiasi perumahan REI, konsultan rumah susun mewakili pelaku pembangunan. Menggunakan stakeholder mapping, didapat kategorisasi antar stakeholder terhadap kebijakan hunian berimbang pada rumah susun di Kota Yogyakarta. Terdapat pihak – pihak yang mendukung adanya kebijakan tersebut, pihak– pihak yang mendukung dengan perbaikan dan perubahan pada substansi kebijakan, pihak – pihak yang bersifat netral dan pihak – pihak yang kontradiktif terhadap kebijakan tersebut. Pihak yang menolak umumnya merupakan golongan akademisi, birokrasi dan konsultan rumah susun yang mewakili pelaku pembangunan. Faktor – faktor penyebab kontroversi disebabkan oleh faktor politik, faktor prosedur pelaksanaan yang tidak jelas an faktor keruangan yang berkaitan dengan segregasi  dan pembiayaan pembangunan perumahan MBR.

    Similar works