Takdir : iwayat pangeran Diponegoro (1785-1885)

Abstract

Sebagai nenek moyang dan pejuang yang kemudian menjadi pahlawan nasional, Kanjeng Pangeran Diponegoro telah mewariskan kebanggaan tersendiri. Dalam tubuh kami mengalir darah seorang pejuang yang kegigihannya diakui oleh musuh-musuhnya. Tetapi, dalam kebanggaan itu juga melekat beban dan tanggung jawab untuk menjaga nama baik beliau.Penangkapan dan pembuangan Sang Pangeran (1830-1855) menyisakan penderitaan yang dalam pada ibu, istri-istri, putra-putri, dan generasi penerusnya. Keturunan Kanjeng Pangeran Diponegoro yang ada di Pulau Jawa mengalami penderitaan panjang dengan menyandang stempel keturunan pemberontak yang terus dikejar-kejar pemerintah penjajahan, kasultanan, dan kasunanan. Mereka hidup bagai binatang di dalam hutan yang selalu menjadi buruan dan terpaksa melepas segala gelar keningratan, menjadi rakyat biasa, sambil terus melakukan perlawanan.Nasib keturunan Kanjeng Pangeran Diponegoro di pembuangan tidak kalah menyakitkan. Mereka hidup di tanah asing dan tidak pernah diizinkan kembali ke tanah nenek moyang di Jawa sampai menjelang kemerdekaan.Keturunan Kanjeng Pangeran Diponegoro berserakan, terpisah dan tidak pernah saling mengenal karena jarak dan waktu, hingga Allah mengizinkan mereka saling mencari dan akhirnya bertemu di bekas kediaman Kanjeng Pangeran Diponegoro di Tegalrejo, Yogyakarta, pada tahun 2012 lalu, 187 tahun setelah kediaman itu dibumihanguskan Belanda.xiii + 464 hlm.; illus. 15 x 23 c

    Similar works

    Full text

    thumbnail-image